RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo mengkhawatirkan, kesenjangan gaji yang begitu mencolok antara tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia dengan pekerja lokal bisa berpotensi menimbulkan konflik.
Hal tersebut disampaikan Bamsoet, begitu dia akrab disapa, Jumat (27/4/2018) dalam merespon hasil investigasi independen Ombudsman RI di 7 (tujuh) Provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.
Hasil investigasi independen Ombudsman mengungkapkan banyaknya TKA di Indonesia yang bekerja sebagai pekerja kasar dan digaji lebih tinggi hingga 3 (tiga) kali lipat dibanding tenaga kerja lokal. Seperti sopir TKA yang digaji Rp 15 juta, sedangkan sopir lokal hanya digaji Rp 5 juta.
Terkait hasil investigasi independen Ombudsman tersebut, Bamsoet meminta Komisi IX DPR memanggil kembali Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk mengklarifikasi temuan Ombudsman tersebut.
"Hasil temuan Ombudsman tersebut berpotensi menimbulkan konflik. Karena itu saya minta Komisi IX untuk memanggil Kemnaker untuk mengklarifikasi temuan itu," kata Bamsoet.
Melalui Komisi IX DPR, Bamsoet mendorong Kemnaker untuk meningkatkan pengawasan terhadap TKA melalui sistem teknologi informasi mengenai integrasi data penempatan TKA.
"Ini untuk memastikan lokasi kerja TKA dalam Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) sesuai dengan fakta lokasi kerja sebenarnya, mengingat sebanyak 90 persen dari TKA yang bekerja di Indonesia merupakan pekerja kasar," jelasnya.
Bamsoet juga meminta Komisi IX DPR mendorong Kemnaker bersama Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) untuk meningkatkan sarana prasana pelatihan bagi tenaga kerja lokal, sehingga tenaga lokal dapat memiliki bekal keterampilan yang mumpuni dan mampu bersaing dengan TKA.
Tidak kalah penting dikatakan Bamsoet terkait Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang masih kontroversial di tengah masyarakat adalah meminta komisi terkait di DPR untuk melakukan rapat gabungan, guna mengkaji masalah TKA untuk memberikan solusi bagi pelaksanaan Perpres tersebut.
Reporter: Syafril Amir
Editor: Rico Mardianto