RIAUMANDIRI.CO, RAMBAH SAMO - Warga Kecamatan Rambah Samo meminta Pemerintah Daerah Rokan Hulu dan Tim Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Aset DPRD Rohul agar teliti dalam mengevaluasi aset daerah.
Salah satu aset daerah yang perlu diungkap adalah lahan seluas 42 hektar yang berada di Desa Teluk Aur, Kecamatan Rambah Samo. Dimana pada 2002 silam atau di masa kepemimpinan Ramlan Zas, sebagai Bupati Rohul, Pemkab Rohul telah membebaskan lahan dengan cara ganti rugi kepada masyarakat.
Hal ini diungkapkan Abdul Hakim (48) salah seorang penerima ganti rugi lahan, dan Sapri, mantan Kepala Desa Teluk Aur sekaligus mantan Kepala Dusun Teluk Aur, kepada Riaumandiri.co, Selasa (20/3/2018).
Ganti rugi lahan dilakukan Pemda Rohul dengan janji bahwa di atas lahan tersebut akan dibangun pabrik kelapa sawit (PKS). Menurut Abdul Hakim, saat pembebasan lahan sempat mendapat perlawanan dari warga. Namun karena iming-iming akan dibukanya lapangan kerja, warga pun luluh dan akhirnya merelakan lahannya diganti rugi.
“Transaksi pembayaranya saat itu di kantor Camat Rambah Samo. Saat itu Camatnya dijabat Julius Abdullah. Saat transaksi, saya salah satu yang menolak ganti rugi. Karena itu satu-satunya lahan yang saya miliki. Tapi karena dijanjikan akan diberikan kerja kepada kami dan anak-anak kami, terpaksalah saya ikhlaskan,” ungkap Abdul Hakim.
Seiring berjalannya waktu, ungkap Abdul Hakim, PKS yang dijanjikan Pemkab Rohul tak kunjung dibangun. Sementara lahan yang sudah diganti rugi sudah ditanami sawit oleh seseorang berinisial AR.
Melihat hal itu, tepatnya di era pemerintahan Bupati Rohul Achmad, warga sempat mendatangi Tapem Setda Rohul untuk meminta kejelasan terkait hal tersebut. Warga bertemu Syofwan, yang saat itu menjabat sebagai Kabag Tapem.
“Kami meminta supaya lahan tersebut dikembalikan lagi kepada masyarakat. Mengenai uang ganti rugi yang sudah kami terima, akan kami kembalikan. Namun sejak saat itu dan sampai hari ini, belum ada tindak lanjutnya. Sementara lahan sampai hari ini masih dikuasai seseoarang,” kesal Abdul Hakim.
Besaran nilai ganti rugi yang diterima masyarakat saat itu disesuaikan dengan luas tanaman yang ada di dalamnya. Dengan artian, untuk lahan kosong dihargai Rp 5 juta per hektar sedangkan lahan yang sudah ada tanaman dihargai Rp 10 juta per hektar.
Abdul Hakim dan Sapri menegaskan, jika tuntutan warga tidak dapat diakomodir, mereka mendesak Pemda Rohul dan DPRD supaya mengambil alih lahan tersebut dan mencatatkannya sebagai aset daerah.
"Dalam waktu dekat kami akan menyurati DPRD Rohul, untuk menyampaikan informasi tentang aset daerah ini. Karena sebagian besar penerima ganti rugi lahan masih hidup dan bisa dimintai keterangannya,” beber Abdul Hakim
Reporter: Agustian
Editor: Rico Mardianto