RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kepolisian Daerah (Polda) Riau akhirnya meningkatkan status dua orang saksi kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, menjadi tersangka. Peningkatan status itu dilakukan setelah penyidik melakukan ekspos perkara tersebut beberapa waktu lalu.
Dua tersangka tersebut adalah Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan tersebut.
"Sudah kita tetapkan dua tersangka. Inisial EM dan SB," ungkap Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo, kepada Riaumandiri.co, Kamis (22/2/2018).
"EM saat itu PPK saat pelaksanaan kegiatan tersebut, dan SB adalah rekanan proyek tersebut," sambung Guntur.
Kedua tersangka itu, sebut Guntur, pernah diperiksa sebagai saksi. Dalam proses penyidikan, Penyidik meyakini keterlibatan keduanya dalam penyimpangan yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih.
"Penetapan keduanya dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik," lanjut Guntur.
Lebih lanjut Guntur mengatakan, dalam proses penyidikan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad, yang saat itu menjabat Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau. Sejauh ini, katanya, belum tertutup kemungkinan adanya penambahan tersangka baru mendampingi dua orang yang telah ditetapkan sebagai pesakitan tersebut.
"Saksi-saksi itu diambil dari pihak-pihak yang melaksanakan proyek, baik dari pihak pemerintah maupun rekanan. Saksi bisa meningkat menjadi tersangka jika ada bukti keterlibatannya penyimpangan proyek tersebut," tegas mantan Kapolres Pelalawan itu.
Dengan telah ditetapkannya kedua tersangka utama, penyidik selanjutnya akan berusaha melengkapi berkas perkara. Dalam waktu dekat, sebut Guntur, penyidik akan melimpahkan berkas perkara ke Jaksa Peneliti untuk dilakukan penelaahan, atau tahap I.
"Selanjutnya kita tunggu, apakah Jaksa menyatakan berkas ini lengkap secara formil dan materiil. Jika lengkap, maka kita lanjutkan ke tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa,red). Tapi kalau belum, maka akan ada petunjuk-petunjuk dari Jaksa yang harus kita lengkapi," pungkas Guntur.
Untuk diketahui, dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah lembaga swadaya masyarakat. Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggungjawab dalam dugaan korupsi ini.
Dalam kontrak pada Rencana Anggaran Belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Dan lebih tragisnya lagi, Dinas PU Riau merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto