RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kegiatan Seminar Adat dan Budaya Tapung serta Strategi Pembangunan Melalui Pemekaran Kecamatan di Wilayah Sungai Tapung dibuka oleh Ketua Dewan Pembina IKST Ir Nasrun Efendi dan Asisten I Setdakab Kampar Ahmad Yuzar, mewakili Bupati Kampar, Rabu (21/2/2018), di Hotel Mona Pekanbaru.
Ketua Dewan Penasehat IKST Ir Nasrun Efendi, MT menyampaikan dalam sambutan bahwa revitalisasi adat dan budaya menjadi pekerjaan bagi semua stakeholder. Dia mengatakan, ibarat membangkitkan batang terendam yang memerlukan kerja sama semua pihak.
Ketua Umum IKST Sapaat, SE, MBA menyampaikan bahwa pelaksanaan kegiatan Seminar ini merupakan tindak lanjut dari amanah pertemuan focus discussion group (FGD) yang dilaksanakan pada Agustus 2017 lalu di Desa Kasikan, Tapung Hulu.
Catatan Sejarah Tapung Perlu Dirapikan
Narasumber dalam seminar itu, Prof Suwardi, MS menyampaikan bahwa sejarah Tapung yang sudah ada sejak abad 12 masehi ini perlu terus diangkat serta ditata dan dirapikan catatannya. Saat ini, kata Sejarawan Riau ini, beberapa catatan sejarah terkait Tapung yang diketahui umum telah mengalamai pergeseran informasi.
Suwardi berkata, hal menarik lainnya adalah pada abad 14 masehi, atas permintaan Datuk Besar sebagai Mangkubumi mengutus perwakilan dari Mekkah untuk menjadi pendakwah dan membantu penjagaan Petapahan, yakni Syekh Mahfuz, ulama asal Mekkah. Syekh Mahfuz inilah yg kemudian mengislamkan penduduk Petapahan dan Raja Petapahan sehingga Raja Petapahan berganti gelar menjadi Syarif Bendahara.
Pada masa Imperium Melaka ( 1459-1477 ) yaitu Tereganggu, Indragiri, Kampar, Jemaja, Santau, Tembelan, Lingga, Roman dan daerah Sungai Tapung sampai ke Petapahan. Petapahan pada masa itu penting artinya bagi Melaka sebagai pintu perdagangan ke arah Minangkabau.
Sementara itu, narasumber lainnya Suhaili Dt Mudo yang juga Ketua DPP LEMTARI Pusat menyampaikan perlunya revitalisasi adat agar sendi-sendi budaya yang ada sejak lama ini bisa menjadi tameng di era globalisasi.
Senada dengan Suwardi, tokoh masyarakat Tapung, Zulfahmi mengatakan, perlunya pelurusan sejarah terkait penyebutan Sungai Siak yang ada di Senapelan, Pekanbaru. Dimana sejak awal abad 12 masehi nama sungai tersebut adalah Sungai Jantan atau Sungai Tapung. Yang hulunya ada di Tapung Kanan sampai ke arah Pekanbaru.
Perlu Lobi Politik
Di siang hari seminar diisi oleh pembicara Dr Maxsasai Indra dari Universitas Riau, Tim Pemekaran Kecamatan Kuala Tapung dan Tim Pemekaran Kecamatan Tapung Kanan. Pada sesi ini pembicara mengulas terkait pemekaran wilayah.
Dr Maxsasai menyampaikan bahwa dasar Hukum pemekaran kecamatan dapat menggunakan PP 19 tahun 2008 dimana persyaratannya dapat dipenuhi dan berpayung pada UU 23 tahun 2014. Jika memang akan ada peraturan pemerintah yang akan diganti, namun masih sebagai rancangan, maka tentu peraturan pemerintah sebelumnya masih tetap berlaku.
Selain itu, ujar dia, hal penting lainnya adalah melakukan lobi politik kepada legislatif dan pemangku kepentingan agar pemekaran kecamatan dalam rangka memperpendek rantai pemerintahan serta lebih mendekatkan pelayanan publik ini dapat segera terealisasi.
"Alhamdulillah kegiatan Seminar ini diikuti antusias oleh masyarakat Tapung dari Pekanbaru, Tapung Hulu, Tapung dan Tapung Hilir serta juga dihadiri oleh kepala desa, BPD, ninik mamak, tokoh muda dan mahasiswa," ujar Ketua Panitia M. Rais.
Dia mengatakan, ke depan panitia akan membentuk tim untuk merumuskan hasil dua seminar ini dan melalui IKST akan melakukan tindak lanjut serta mengkomunikasikannya ke pihak-pihak terkait. (rilis)
Editor: Rico Mardianto