RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU -Sedikit demi sedikit para tersangka pengaju Justice Collaborator (JC) kasus dugaan korupsi pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas Pekanbaru mulai terkuak. Mereka diyakini berjumlah lebih dari 6 orang dan berasal dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam perkara ini, Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menetapkan 18 tersangka, termasuk mantan Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau Dwi Agus Sumarno, dan seorang rekanan, Yulia JB, yang telah ditahan pada 29 November 2017 lalu. Selain itu, juga terdapat nama seorang konsultan pengawas, Rinaldi Mugni yang ditahan pada 20 November 2017.
Selain ketiganya, turut menjadi tersangka sejumlah pihak, baik dari kalangan swasta maupun ASN. Mereka adalah Ketua Pokja ULP Provinsi Riau Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja Hariyanto dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, Hoprizal.
Selain itu, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan ASN Silvia. Sedangkan tersangka dari konsultan pengawas selain Rinaldi adalah PT Panca Mandiri Consultan adalah Reymon Yundra dan Arri Arwin.
Dari tersangka tersebut, beberapa orang di antaranya mengajukan diri sebagai 'pembongkar' tindak pidana tersebut. Para pengaju JC tersebut seluruhnya berasal dari kalangan ASN. "Lebih dari enam (tersangka yang mengajukan diri sebagai JC. Semuanya dari kalangan ASN," ungkap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Sugeng Riyanta, Rabu (21/2).
Dijelaskan Sugeng, seorang tersangka yang ingin menjadi JC harus mengakui perbuatannya dan kooperatif membuka peran pihak-pihak lain secara lebih luas. Menjadi JC juga telah diatur dalam undang-undang perlindungan saksi dan korban. Meski begitu, kata Sugeng, pelaku utama tidak akan disetujui menjadi JC.
"Di Kejaksaan, JC kita kaji betul. Karena ada syarat-syarat, seperti kooperatif, bongkar fakta-fakta kejahatan termasuk apa yang dia lakukan," terang mantan Kajari Mukomuko, Bengkulu itu.
Selain itu, dia juga mengatakan pihaknya akan mengkaji secara serius sebelum mengabulkan permohonan seseorang untuk menjadi JC dalam korupsi berjamaah tersebut. Termasuk di antaranya, menguji keterangan tersangka yang disampaikan ke penyidik hingga keterangan yang disampaikan ke majelis hakim ketika sudah sampai tahap pengadilan.
"Sebelum dikabulkan, keterangannya diuji dulu. Di persidangan apakah sama dengan keterangan kepada penyidik. Baru nanti keputusan JC," lanjutnya.
Lebih lanjut Sugeng mengatakan, tersangka yang telah diterima sebagai JC akan disebutkan dalam amar tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Keterlibatan JC dinyatakan dalam hal-hal yang meringankan terdakwa selama menjalani penyidikan dan persidangan.
Menurut Sugeng, Hakim boleh setuju atau tidak dengan tuntutan yang disampaikan JPU, "hakim boleh sepakat atau tidak. Kalau sepakat boleh dipertimbangkan untuk meringankan," imbuhnya.
Penyidikan terhadap dugaan korupsi dilakukan Pidsus Kejati Riau terhadap dua RTH yang ada di Pekanbaru yakni RTH Tunjuk Ajar di Jalan Ahmad Yani yang berdiri di lahan eks Dinas PU Provinsi Riau depan rumah dinas Walikota Pekanbaru dan RTH Puteri Kaca Mayang di Jalan Sudirman.
Khusus untuk RTH Tunjuk Ajar, dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbutan melawan hukum yang dilakukan para tersangka. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan.
Disini selain disangkakan korupsi, penyidik juga akan menjerat dengan Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2001 tentang pegawai negeri yang memalsukan buku daftar dan surat-surat. Kedua, ditemukan pula bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan namun tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Nandra F Piliang