RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan orang yang terlibat politik uang terancam pidana maksimal 5 tahun penjara. Aturan tersebut dikatakannya termaktub dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sebagaimana perubahan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
"Sanksi pidana bisa penjara jika terbukti. Karena di Undang-Undang Nomor 10 (UU 10/2016), tegas aturannya bahwa pemberi dan penerima sama-sama bisa dihukum. Ancaman pidana sampai lima tahun," jelas Abhan di Hotel Royal Kuningan, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (10/2/2018).
Abhan menegaskan pernyataan Bawaslu tentang imbauan kepada para kontestan pilkada agar tidak melakukan politik uang bukan hanya formalitas belaka. Dia berharap larangan politik uang benar-benar ditaati setiap peserta pilkada dan partai yang mengusung calon kepala daerah.
"Maka harapan kami deklarasi ini tidak sekadar statement formal, tapi harus ditaati oleh seluruh peserta pilkada, para calon dan partai politik yang mengusungnya juga harus mendorong," ujar Abhan seperti dinukil Detikcom.
Selain sanksi pidana, Abhan menyampaikan peserta pilkada akan didiskualifikasi dari kontestasi jika politik uang yang dilakukan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). "Sanksi tegasnya politik uang itu sampai pada diskualifikasi kalau sampai terjadi TSM," tandas Abhan.
Hari ini Bawaslu dan perwakilan partai politik mendeklarasikan komitmen menolak politik uang dan politisasi SARA untuk pilkada serentak, di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan. Penyelenggara dan peserta pilkada serentak mendeklarasikan komitmen yang dibacakan bersama dalam mengawal pilkada.
Turut hadir dalam deklarasi tersebut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto serta Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono.
Sumber: Detik.com