RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) diyakini akan memberikan solusi bagi masyarakat yang ingin mendapatkan permodalan, melalui dana simpan untuk cakupan lebih luas. Sehingga dengan keberadaan BUMDes bisa memberantas maraknya praktik rentenir di tengah masyarakat.
Demikian disampaikan Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dalam acara pencanangan program Pengembangan Ekonomi Pedesaan Riau dan program Kerja Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah, Kamis (8/2) sore di Hotel Mutiara Mederka.
Hadir dalam acara tersebut, seluruh perbankan dan lembaga keuangan yang ada di Riau.
"Prospek Bumdes yang diperuntukkan untuk simpan pinjam, dan dari pengakuan pengelolanya dana tersebut sudah bergulir berlipat-lipat, jujur saya tanya kepada pimpinan bumdesnya, sekarang seperti itu," ujar Gubri.
Gubri menilai perkembangan Bumdes dalam simpan pinjam di Riau sangat pesat. Karenanya ada semacam kekhawatiran jika ini tidak dibina dan diarahkan pengelolaannya justru tidak maksimal.
Sementara di satu sisi, sebut Andi, selama ini data Bank Indonesia, uang pihak ketiga yang terkumpul di wilayah itu masih ada yang lari keluar, artinya yang menampung kurang.
Selain itu terbukti juga realisasi KUR di Riau tidak pernah 100 persen. Padahal masyarakat masih terkendala masalah keuangan, sementara rentenir tumbuh subur.
"Makanya timbul rentenir, karena akses mendapat keuangan sulit," ujar Andi mencontohkan.
Untuk itu, sambung dia, dengan adanya potensi pengelolaan dana simpan pinjam BUMDes dan kebutuhan modal masyarakat ini, jika dipertemukan bisa jadi pengembangan ekonomi keuangan mikro.
Keterlibatan bisa dilakukan dengan membangun kelembagaan mikro tersebut lebih profesional lewat sentuhan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia. Makanya harus ada pembinaan lebih baik dari sekarang, bisa melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia.
"Ini aset karena yang terlibat dalam simpan pinjam Bumdes tidak sedikit ribuan masyarakat ini potensi besar dan peluang terbuka di Riau," tegas Andi.
Karenanya, ditambahkan Andi, upaya kerja sama TPAKD ini salah satu target bagaimana Riau bebas rentenir.
"Makanya sebelum berkembang jauh, BUMDes dipersiapkan regulasinya, kalau bisa unit simpan pinjam itu bisa jadi bank desa," pungkasnya.
Sementara itu Kepala Otoritas Jasa Keuangan Riau, Yusri mengungkapkan banyak masyarakat Riau yang terjerat rentenir dalam pemanfaatan layanan peminjaman uang untuk modal usaha.
"Saya dapat informasi dari beberapa masyarakat bahwa mereka lebih suka berhubungan dan terjerat rentenir," katanya.
Hal ini terbukti dari menjamurnya bisnis rentenir di Riau yang merambah ke semua sektor, baik wilayah perkotaan dan perdesaan. Kondisi ini, kata dia, tentu sangat merugikan karena masyarakat terjerat utang yang berlipat sehingga sulit bangkit dari kemiskinan.
Ia menilai, saat masyarakat berhubungan dengan rentenir, yang kaya itu pemberi pinjaman karena mematok bunga besar, sebaliknya peminjam semakin miskin.
"Rentenir menetapkan bunga tinggi 10 persen per hari, untuk mengambil keuntungan. Misalkan, dipinjamkan uang Rp1 juta wajib kembali Rp1,1 juta," ujar dia.
Menurut dia, tumbuh suburnya rentenir di Riau karena masyarakat nyaman dan mudah berhubungan dengan mereka tanpa syarat berbelit-belit. Tidak seperti di perbankan yang punya aturan sendiri.
Reporter: Renny Rahayu
Editor: Rico Mardianto