RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Komisi I DPRD Riau berharap tidak terjadi gesekan di tengah masyarakat terkait rencana Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang mengeksekusi lahan yang sebelumnya dipersoalkan Yayasan Riau Madani dengan menggugat PTPN V. Perkara ini telah inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap.
Dalam petikan putusan pelaksanaan eksekusi Pan Klas IIB Bangkinang Nomor : 38/Pdt.G/2013/PN.BKN, rencana eksekusi tersebut berlokasi di perkebunan kelapa sawit Sei Langkah, Desa Sei Agung, Kecamatan Tapung, Kampar. Namun, secara administrasi perkebunan PTPN V masuk ke Desa Kabun, Kecamatan Kabun, Rokan Hulu (Rohul), sehingga masyarakat menilai eksekusi tersebut salah alamat dan menyasar pada lahan warga di Desa Kabun, Rohul.
Hal inilah kemudian yang dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru dalam proses eksekusi yang akan dilakukan pihak pengadilan.
"Ada permasalahan di lapangan, kita cegah jangan sampai terjadi gesekan di masyarakat. Kita lihat substansinya sejauhmana. Kalau secara hukum, kita tidak masuk pada ranah hukumnya. Namun yang menyangkut masyarakat kita dalami duduk perkaranya," ungkap Wakil Ketua Komisi I DPRD Riau Taufik Arrakhman, usai hearing dengan PTPN V di Ruang Komisi I DPRD Riau, Kamis (8/2/2018).
Lebih lanjut Taufik mengatakan, suatu kewajaran jika kemudian PTPN V mengajukan gugatan perlawanan terhadap rencana eksekusi tersebut. Upaya hukum tersebut diketahui bergulir di PN Bangkinang dan gugatan perdata di PN Rohul, baik dari PTPN V maupun masyarakat.
"Pasti ada dasar sudah diputuskan eksekusi di pengadilan. Namun sah-sah saja kalau ada upaya hukum dari pihak PTPN V," sebut Taufik.
Sementara itu, Kuasa Hukum PTPN V Sadino mengatakan, pihaknya melihat ada kejanggalan dalam putusan eksekusi tersebut.
"Kita sampaikan (ke Komisi I DPRD Riau), bahwa kita mengakui putusan sudah inkrah. Tapi perlu kita koreksi bahwa lokasi eksekusi, lokasinya berbeda antara gugatan dan lokasi sesungguhnya. Dari 2.800 hektare lahan yang dieksekusi, yang ada di Kampar hanya 500 hektare sisanya di Rohul. Dari obyek perkara semuanya di Rohul," kata Sadino.
Lebih lanjut dikatakannya, masalah ini sangat terkait dengan kepentingan masyarakat. Pasalnya saat ini telah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) masyarakat seluas 700 hektare, dan hal itu tidak ada penyelesaian yang berarti. Makanya upaya hukum dilakukan oleh masyarakat Rohul menolak eksekusi lahan tersebut.
"Kita pertanyakan untuk siapa ekskusi ini dilakukan? Karena aset negara tentu akan hilang disana, ini berpotensi merugikan negara dan masyarakat," pungkasnya.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto