RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - M Taqim alias Taqim Nasri mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis (18/1). Kedatangan Koordinator aksi massa dari Gerakan Masyarakat Riau Bersih (GMRB) itu untuk meminta maaf kepada Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau Sugeng Riyanta yang ditudingnya telah menerima uang dari SF Hariyanto untuk perjalanan 30 jaksa ke Yogyakarta, dan umrah dirinya beserta keluarga.
Kedatangan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Pekanbaru itu didampingi sang ayah, M Nasri dan Rektor Universitas Pasir Pangaraian (UPP) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Adolf Bastian. Proses mediasi inipun diketahui difasilitasi Kepala Kejaksaan Negeri Rohul, Fredy Simanjuntak.
Taqim bersama rekan-rekannya yang tergabung GMRB pernah berunjukrasa di Kejati Riau guna mendesak penanganan dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas Fiktif (SPPD) di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau, 4 Januari 2018 lalu. Dalam aksinya, pendemo menuding Sugeng menerima uang dari SF Hariyanto. Demo sebelumnya dengan tuntutan yang sama juga digelar mereka 29 Desember 2017 lalu.
Selaku koordinator lapangan (Korlap), Taqim mempersoalkan keberangkatan 30 orang Jaksa ke Yogyakarta dengan menggunakan pesawat City Link pada tanggal 5 Desember 2017 lalu. Selanjutnya, pada akhir Desember 2017, Aspidsus Kejati Riau dan keluarganya melaksanakan umrah. Dua keberangkatan ini dituding pendemo dibiayai oleh SF Hariyanto.
"Yang saya sampaikan tak ada datanya. Hari ini saya datang ke Kejati Riau untuk meminta maaf kepada Pak Sugeng," ungkap Taqim dalam pertemuan yang digelar di Ruang Penkum dan Humas Kejati Riau.
Taqim mengakui dirinya terjebak dalam perkara SPPD fiktif di Bapenda Riau. Akibatnya ia menyampaikan tudingan tanpa bukti konkrit. "Saya terjebak dalan perkara ini hingga menyampaikan tanpa data dan hanya sebuah opini, termasuk tentang wartawan dan LSM yang terima aliran data (dari SF Haryanto)" katanya.
Sebelum melakukan demo di Kejati Riau, Taqim menyebut dirinya terlebih dahulu berkonsultasi dengan seseorang yang disebutnya bernama Robert. Dia merupakan ketua salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun yang disampaikannya saat demo, murni data dari koran dan tidak konkrit. "Saya minta maaf kepada Pak Sugeng pribadi atas tuduhan yang saya sampaikan," akunya.
Sementara Sugeng Riyanta dalam pertemuan yang dipimpin Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Riau, Jasri Umar, dan turut dihadiri Asisten Intelijen (As Intel) Kejati Riau, Sumurung Pandapotan Simaremare, menyebut tudingan Taqim dalam aksi demo tersebut merupakan fitnah yang keji. Meski begitu, dirinya mengaku telah memaafkan pemuda kelahiran 1996 tersebut.
"Tuduhan keji, kalau menerima Rp300 juta dari SF Hariyanto untuk umrah dan kepergian jaksa ke Yogyakarta. Meski begitu, Insya Allah saya maafkan dengan setulus-tulusnya. Saya sudah betul-betul ridho dari awal," sebut Sugeng.
Taqim yang mengenakan baju batik lengan panjang warna merah hati itu langsung menyalami dan mencium tangan Sugeng. Begitu juga orang tuanya, menyalami dan meminta maaf atas perbuatan yang dilakukan Taqim.
Sugeng berpesan kepada Taqim untuk memikirkan apa dampak yang dirasakan dari lontarannya saat demo. Ia tidak melarang mahasiswa melakukan unjukrasa untuk menyampaikan aspirasi tapi hendaknya dilakukan idengan idealisme.
"Sekarang kita bersaudara. Mari kita didik anak ini untuk menjadi orang yang baik dan berguna," kata Sugeng saat menjabat permintaan maaf dari orang tua Taqim.
Selanjutnya, Taqim membuat surat pernyataan maaf yang ditulisnya sendiri serta ditandatangani dan diberi materai. Surat itu akan jadi pegangan bagi kejaksaan karena ucapan uang disampaikan Taqim saat dua kali demo di Kejati Riau merupakan fitnah.
Apalagi selembaran berisi fitnah yang disebar GMPR saat demo sudah sampai ke Kejaksaan Agung, hingga Bagian Pengawasan Kejati Riau diminta menyelidiki kasus tersebut.
"Permintaan maaf diterima. (Aspidsus) terlanjur diperiksa di Was (Pengawasan,red). Karena itu, buat surat pernyataan dan ditandatangani di atas materai," kata Aswas Kejati Riau Jasri Umar.
Sebelumnya, atas tudingan Taqim dan kawan-kawan, Sugeng Royanta membuat laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Riau. Sugeng melaporkan Taqim atas dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 310, 311, atau 335 KUHPidana. Laporan Sugeng ini tercatat di Polda Riau dengan nomor laporan : STPL/05/I/2018/SPKT/Riau, tertanggal 4 Januari 2018.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Nandra F Piliang