RIAUMANDIRI.CO, PASIR PENGARAIAN - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), ternyata masih memiliki utang obat kepada distributor. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp5,3 miliar.
Tidak hanya itu, sejumlah dokter dan perawat juga mengancam mogok, karena uang jasa mereka sudah 4 bulan tidak dibayarkan manajemen RSUD.
Ironisnya, Kondisi bertumpuknya hutang di RSUD Rohul tersebut baru diketahui saat hearing Komisi III DPRD Rohul, bersama manajemen RSUD, Dinas Kesehatan dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Rabu (3/1) kemarin.
Kebingunganpun muncul, bagaimana cara melunasi Hutang Obat RSUD, karena APBD Rohul 2018 Sudah disahkan dan tidak mungkin direvisi kembali. Apakah RSUD harus ditutup sementara, karena distributor obat mensetop suplai Obat ?
Dalam Hearing tersebut, Direktur RSUD Dr.Faisal Harahap menyatakan kondisi hutang RSUD sejak tahun 2015 terus membengkak mulai dari Rp.3,3 miliar, 2016 Rp.3.4 miliar dan 2017 menjadi Rp. 5,3 miliar. Ia berdalih, membengkaknya hutang obat tersebut karena RSUD terpaksa membeli obat di Apotek yang harganya lebih mahal, akibat terhentinya suplai obat dari distributor.
“Kebutuhan RSUD itu 1,1 miliar rupiah sampai sampai 1,2 miliar rupiah per bulannya, sementara kemampuan dari RSUD hanya di angka 700 juta rupiah, sehingga minus 300 juta per bulan. Inilah yang menjadi hutang baru di setiap tahunnya dari tahun 2016-2017” papar Faisal.
Kondisi RSUD yang terbelit hutang ini, membuat Anggota DPRD dan Tim TAPD terkaget-kaget. Pasalnya, selama ini pihak RSUD tak pernah mengeluarkan data terkait kondisi hutang pada setiap pembahasan APBD 2018. TAPD juga mengakui bahwa persoalan hutang ini sudah pernah dianggarkan pembayaranya pada tahun 2016.
Kepala Bapeda Rohul, Nifzar menyebutkan, sesuai PP 18/2016 tentang OPD, anggaran RSUD ditumpangkan pada Dinas Kesehatan. Dan secara mandatory, dinas kesehatan tak kurang mendapatkan kucuran anggaran 10 persen dari APBD. Namun ketika pembahasan APBD 2018, permasalah RSUD ini tidak muncul, dan ketika APBD 2018 sudah disahkan malah persoalan ini mencuat.
“Saya ingat ketika pembahasan di banggar, tidak pernah meributkan soal ketersediaan obat, tidak terlayaninya pasien, dan tidak terbayarkan jasa medis. Saat itu, persoalan yang mengemuka adalah tidak adanya alat ronsen. Tetapi saya kaget ternyata ada hutang obat, kita tidak pernah mendapatkan informasi seperti ini,” kesal Nifzar.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Rohul, meminta kepada Dirut RSUD, Kadis Kesehatan, bersama TAPD, supaya duduk bersama mencari solusi tentang pembayaran utang tersebut, dengan saran mengauditnya secara khusus sekaligus mengevaluasi seluruh pejabatnya.
“Ada apa dengan RSUD ini, karena setiap tahun RSUD ini dilakukan audit tetapi tidak kelihatan ada hutang, tapi sekarang kok persoalan ini baru terbuka. Mengapa kita kecolongan, ada apa ini?,“ tanya Wahyuni terheran heran.
Sementara itu, Kepala Badan Pengeloaan Keuangan Dan Aset Daerah Jaharudin menyarankan agar manajemen RSUD mematangkan kembali Rencana Bisnis Anggaran. Ia juga menyarankan, agar RSUD melakukan Efesiensi dengan mengkaji kembali uang jasa medik serta mengkaji kembali jumlah pekerja di RSUD.
Pada kesempatanan itu juga, Kepala Dinas Kesehatan Rohul, mengungkapkan bahwa, salah satu faktor membengkaknya pengeluaran RSUD Pasir Pengaraian, akibat banyaknya pegawai.
“Jumlah pegawai di RSUD itu terlalu banyak pak. Sekitar 500 orang lebih. Sementara idealnya sekitar 400 pegawai. Jadi, salah satu faktor membengkaknya kos anggaran di RSUD ini banyaknya jumlah pegawai,” ungkap Kadiskes Rohul, Bambang.
Reporter: Agustian
Editor: Nandra F Piliang