RIAUMANDIRI.CO, PASIR PENGARAIAN - Komisi III DPRD Rokan Hulu (Rohul) meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengaudit khusus Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu sekaligus mengevaluasi seluruh pejabatnya.
Hal itu disampaikan dalam hearing bersama Dirut RSUD, Kadis Kesehatan, tim TAPD Pemkab Rohul, yang dilaksanakan pada Rabu (3/1/2018) soal “menggunungnya” utang RSUD kepada pihak ketiga terhitung sejak tahun 2015, 2016, dan 2017 dengan rincian yakni, tahun 2015 sekitar Rp3,3 miliar, tahun 2016 sekitar Rp 3,4 miliar dan tahun 2017 sekitar Rp5,3 miliar.
Disampaikan pihak RSUD dalam forum itu, utang tersebut lahir karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pengeluaran. Dimana kebutuhan RSUD setiap bulannya sekitar Rp1,1 sampai Rp1,2 miliar. Sementaran yang dihasilkan hanya mencapai Rp700 juta per bulan. Itu artinya, RSUD Rohul minus Rp300 juta setiap bulannya.
“Maksudnya gini, distributor itu kadang tidak mau lagi memberikan barang (obat) pada kami karena adanya utang. Akhirnya kami terpaksa belanja di apotek yang ada di sekitar RSUD dengan harga sedikit lebih mahal dari distributor. Dan itu menambah cost belanja kami. Dan itu harus kami penuhi untuk kelancaran pelayanan,” sebut dr Rini Astika, Kabid pelayanan RSUD Rohul ketika bicara di forum.
Sementara itu Nifzar, dari TAPD mengaku kaget dengan kondisi tersebut karena menurutnya salah satu urusan wajib pelayanan dasar yang harus diwujudkan di dalam dokumen perencanaan secara makro maupun dokumen-dokumen detail di APBD adalah soal kesehatan. Tetapi kenyataannya, sampai hari ini RSUD seolah-olah belum mampu mengelola anggaran baik yang berasal dari BLUD maupun dari APBD atau sumber dana lainnya.
“Secara mandatory alokasi anggaran di bidang kesehatan rasanya setiap tahun tidak kurang dari 10 persen kita anggarkan. Dan kita sudah memenuhi mandatory kewajiban kita. Mengenai utang ini seingat saya sudah dibayarkan pada tahun 2016 lalu,” sebut Nifzar.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Rohul, meminta Dirut RSUD, Kadis Kesehatan, bersama TAPD untuk duduk bersama mencari solusi tentang pembayaran utang tersebut dengan saran mengauditnya secara khusus sekaligus mengevaluasi seluruh pejabatnya.
“Ketika kita pembahasan di Banggar, kita tidak pernah meributkan bahwa tidak tersedia obat, tidak terlayani pasien, tidak terbayarkan jasa medis. Yang kita fokuskan pada saat itu adalah tidak adanya alat ronsen. Dan Banggar DPRD merasa sudah clear permasalahannya karena persoalan itu tidak muncul di saat pembahasan. Dan yang anehnya justru hari ini munculnya ketika APBD sudah kita sahkan,” sebut Wahyuni.
Reporter: Agustian
Editor: Rico Mardianto