RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru menetapkan SH (54) ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Berikutnya, mantan Kepala Cabang (Kacab) BRIAgro Pekanbaru itu akan diburu Korps Adhyaksa bersama dengan pihak kepolisian.
SH merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan rekayasa kredit di BRIAgro Pekanbaru tahun 2009-2010 sebesar Rp4 miliar. Dalam perjalanannya, penyidik telah beberapa kali melayangkan surat panggilan terhadap SH untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
"Kita telah menempuh langkah-langkah hukum dengan memanggil yang bersangkutan secara sah dan patut, namun dia tidak datang," ungkap Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru Suripto Irianto melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Azwarman, Kamis (28/12/2017).
Selain itu, penyidik juga telah berupaya mencari keberadaan SH dengan mendatangi alamat terakhirnya di Pekanbaru.
"Dari keterangan pemilik rumah dan Ketua RT setempat, dinyatakan dia benar tercantum dalam kartu keluarga pemilik rumah. Tapi dia tidak pernah tinggal di sana," terang Warman.
Tidak sampai di situ, penyidik juga telah meminta bantuan pihak BRIAgro Pekanbaru untuk melacak keberadaan SH. "Pihak BRIAgro telah memberi jawaban, dimana mereka juga tidak mengetahui keberadaan yang bersangkutan," sebutnya.
Masih melakukan upaya, penyidik selanjutnya telah mengumumkan surat panggilan terhadap SH melalui media cetak selama tiga hari berturut-turut. "Yang bersangkutan juga tetap tidak hadir," imbuhnya.
Setelah meyakini segala upaya tersebut telah dilakukan sesuai prosedur, penyidik kata Warman kemudian mengusulkan agar SH ditetapkan sebagai DPO. "Pada 21 Desember 2017, Kajari Pekanbaru akhirnya menetapkan DPO terhadap SH," tegas Warman.
Menindaklanjuti hal itu, penyidik kemudian telah mengajukan permohonan permintaan bantuan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) dan pihak kepolisian, untuk bersama-sama memburu keberadaan SH. "Kita juga mempertimbangkan untuk melakukan upaya cekal agar yang bersangkutan tidak melarikan diri ke luar negeri," tandasnya.
Selain SH, Penyidik juga menetapkan seorang oknum di PT Perkebunan Nasional (PTPN) V Pekanbaru berinisial JYH (58) sebagai tersangka. Penetapan tersangka terhadap keduanya dilakukan pada 5 Desember 2017.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan rangkaian proses penyidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap dua puluhan orang saksi, baik dari pihak BRIAgro Pekanbaru, debitur, notaris, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rokan Hulu (Rohul), dan saksi ahli dari Universitas Riau (UR).
Dari penyidikan tersebut, penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka dalam pencairan kredit di bank yang saat itu bernama Bank Agro Cabang Pekanbaru senilai Rp4 miliar.
Dalam perjalanan perkara ini, kedua tersangka telah pernah dipanggil untuk dimintai keterangan. Dari keduanya, hanya JYH yang memenuhi panggilan penyidik. JYH diduga sebagai pihak yang mengatur dan mencari debitur kredit, beserta agunan yang dijaminkan ke bank, karena sebagian debitur adalah bawahan dan keluarganya. Dia juga diduga menikmati uang pencairan itu. Sementara SH selaku Kacab BRIAgro Pekanbaru yang diduga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya terkait proses verifikasi dan pencairan kredit.
Kasus ini terjadi pada tahun 2009-2010. Saat itu, BRIAgro (sebelumnya Bank Agro) Cabang Pekanbaru, memberikan kredit dalam bentuk modal kerja untuk pembiayaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit yang terletak di Desa Pauh Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu, kepada 18 debitur atas nama Sugito dan kawan-kawan, dengan total luas lahan kelapa sawit seluas 54 hektare sebagai agunan.
Adapun total kredit yang diberikan sebesar Rp4.050.000.000 terhadap 18 debitur tersebut, masing-masing jumlahnya bervariasi yaitu Rp150 juta dan Rp300 juta. Jangka waktu kredit selama 1 tahun, dan jatuh tempo Februari 2010, dan diperpanjang beberapa kali sampai dengan 6 Februari 2013.
Sejak tahun 2015, terhadap kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non performing loan) sebesar Rp3.827.000.000 belum termasuk bunga dan denda. Agunan berupa kebun kelapa sawit seluas 54 hektar alas hak berupa SKT/SKGR tidak dikuasai oleh BRIAgro dan tidak dapat ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik karena termasuk dalam areal pelepasan kawasan 3 perusahaan serta termasuk dalam kawasan kehutanan.
Diduga terdapat rekayasa dalam pemberian kredit karena penagihan terhadap debitur tidak dapat dilakukan karena para debitur tidak pernah menikmati fasilitas kredit yang diberikan.
Dalam kasus ini ada satu orang lagi yang diduga turut bertanggungjawab. Yang bersangkutan dalam perkara tersebut juga pernah bekerja di PTPN V Pekanbaru, dan memiliki peran yang sama dengan JYH. "Dia oknum pegawai PTPN V, dan sudah meninggal dunia. Perannya sama dengan JYH," sebut Warman.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Dugaan sementara kita, kerugian negara sekitar Rp3 miliar lebih dari plafon kredit Rp4 miliar," pungkas Kasi Pidsus Kejari Pekanbaru, Azwarman.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto