RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Pengamat Politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai terpilihnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto disebabkan sejumlah faktor.
"Faktor pertama sosok dan figur Airlangga Hartato adalah anti tesis dari Setya Novanto. Dia punya rekam jejak bagus, tidak punya beban moral, relatif berintegritas dan tidak bikin gaduh serta tidak berpolemik di Golkar," kata Pangi di Gedung DPR, Kamis (14/12/2017).
Selain itu Airlangga Hartato terbukti diterima (akseptabel) di internal Partai Golkar, baik di level kader grasroot maupun di tingkatan elite pengurus, elite penentu di Partai Golkar.
"Buktinya, hampir tak ada gelombang bahkan riak penolakan serta perlawanan sehingga sukses putra anggota Kabinet Pembangunan era pemerintahan Presiden Soeharto itu dipilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Golkar definitif," kata Ipang, begitu dia akrab disapa.
Kemudian Airlangga Hartato posisinya berada di poros tengah, bisa diterima baik oleh semua faksi dan gerbong Golkar, piawai berselancar ke kubu JK, ARB dan diterima poros Agung Laksono. "Inilah salah satu determinan atau faktor mulusnya Airlangga terpilih secara aklamasi," jelasnya.
Ketiga, restu Jokowi juga sangat menentukan terpilihnya Airlangga Hartato. "Terpilihnya Airlangga Hartato, menjelaskan dan mengonfirmasi bagaimana saktinya Presiden Jokowi mengendalikan Golkar," kata Ipang.
Dukungan Golkar mengusung Jokowi pada pilpres 2019 dipastikan aman pasca terpilihnya Airlangga Hartato. "Sesuai dengan hipotesis awal saya, siapa yang direstui Jokowi, maka itulah real ketum Golkar," kata Ipang.
Menurut dia, pengurus dan internal Partai Golkar tidak begitu berkuasa, karena begitu kuasanya dan kuatnya pengaruh Istana sehingga pengaruh Jokowi tidak bisa terbendung di Golkar.
Keempat, Geng UGM koneksi juga menjadi variebel ikut menentukan terpilihnya Airlangga Hartato. "Beliau alumni Universitas Gajah Mada (UGM). Selain itu, Hartato Sastro Sunarto orang tua kandung Airlangga Hartato adalah menteri perindustrian era Soeharto, orang Solo (sentimen primordialisme) dekat juga dengan keluarga Jokowi sehingga memberikan effect yang sempurna memudahkan Airlangga Hartato mendapat restu Presiden Jokowi," terang Ipang.
Namun, dia menyarankan agar Airlangga berhenti menjadi menteri supaya fokus menyelamatkan Golkar. Tradisi politik Jokowi selama ini bahwa ketua umum Golkar tak boleh merangkap jabatan menteri.
"Saya hakul yakin Jokowi konsisten dengan sikapnya tersebut, sebaiknya Airlangga Hartato mundur dengan kesadaran tanpa diminta presiden. Secara hukum ngak ada problem sebetulnya, namun secara etika ada problem serius dan juga terkait dengan komitmen dan konsistensi janji Jokowi yang tidak memperbolehkan menteri rangkap jabatan," jelasnya.
Karena itu, menurut dia, terpilihnya Airlangga Hartato secara aklamasi patut diapresiasi, kemampuan Golkar cepat keluar dari labirin problem internalnya dan berhasil kembali membangun solidaritas dan konsolidasi Golkar di tahun 2017 sebelum memasuki tahun istimewa 2018.
"Yang jelas, pemilihan secara aklamasi terkait kebijakan penentuan ketua umum bisa diselesaikan di level elite. Aklamasi adalah paket hemat, efektif dari segi pembiayaan, biasanya setiap Munas dan Munaslub pembiayaan membengkak (high cost), karena memobilisasi suara DPD dibarter dengan uang. Munaslub besok hanya sekedar formalitas dan agenda pengesahan kepengurusan," katanya.
"Golkar berhasil membangun habitus musyawarah mufakat (konsensus) dalam memilih nahkoda Golkar, dengan sadar dan cepat keluar dari badai konflik yang menyandera ketua umum golkar selama ini," ulas Ipang.
Reporter : Syafril Amir
Editor : Rico Mardianto