RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Negeri Pekanbaru mempertimbangkan akan memasukkan SH (54) ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Pasalnya hingga kini mantan Kepala Cabang BRIAgro Pekanbaru yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi tahun 2009-2010 di bank tersebut, belum diketahui keberadaannya.
SH menjadi pesakitan bersama seorang oknum di PT Perkebunan Nasional (PTPN) V Pekanbaru berinisial JYH (58). Keduanya dinilai terlibat dalam rekayasa kredit senilai Rp4 miliar di BRIAgro Pekanbaru. Penetapan tersangka terhadap keduanya dilakukan Korps Adhyaksa Pekanbaru itu pada 5 Desember 2017 kemarin.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan rangkaian proses penyidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap dua puluhan orang saksi, baik dari pihak BRIAgro Pekanbaru, debitur, notaris, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rokan Hulu (Rohul), dan saksi ahli dari Universitas Riau (UR).
Dari penyidikan tersebut, Penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka dalam pencairan kredit di bank yang saat itu bernama Bank Agro Cabang Pekanbaru senilai Rp4 miliar.
Dalam perjalanan perkara ini, kedua tersangka telah pernah dipanggil untuk dimintai keterangan. Dari keduanya, hanya JYH yang memenuhi panggilan penyidik. JYH diduga sebagai pihak yang mengatur dan mencari debitur kredit, beserta agunan yang dijaminkan ke bank, karena sebagian debitur adalah bawahan dan keluarganya. Dia juga diduga menikmati uang pencairan itu.
"JYH sudah dimintai keterangan dalam penyidikan perkara ini," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Azwarman, Minggu (10/12).
Sementara SH selaku Kacab BRIAgro Pekanbaru yang diduga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya terkait proses verifikasi dan pencairan kredit, telah beberapa kali dipanggil, namun belum ada yang dipenuhinya. Penyidik lanjutnya, juga telah mencari SH di alamatnya terakhir. "Saat didatangi, dia sudah tidak lagi berada di rumah tersebut," katanya.
Tidak sampai di situ, Penyidik juga telah meminta bantuan BRIAgro Pekanbaru untuk melacak keberadaan SH. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil. "Kita masih berusaha memanggil dia baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka," sebutnya.
"Kita pertimbangkan untuk mengeluarkan DPO," sambungnya menegaskan.
Kasus ini terjadi pada tahun 2009-2010. Saat itu, BRIAgro (sebelumnya Bank Agro) Cabang Pekanbaru, memberikan kredit dalam bentuk modal kerja untuk pembiayaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit yang terletak di Desa Pauh Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu, kepada 18 debitur atas nama Sugito dan kawan-kawan, dengan total luas lahan kelapa sawit seluas 54 hektare sebagai agunan.
Adapun total kredit yang diberikan sebesar Rp4.050.000.000 terhadap 18 debitur tersebut, masing-masing jumlahnya bervariasi yaitu Rp150 juta dan Rp300 juta. Jangka waktu kredit selama 1 tahun, dan jatuh tempo Februari 2010, dan diperpanjang beberapa kali sampai dengan 6 Februari 2013.
Sejak tahun 2015, terhadap kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non performing loan) sebesar Rp3.827.000.000 belum termasuk bunga dan denda. Agunan berupa kebun kelapa sawit seluas 54 hektar alas hak berupa SKT/SKGR tidak dikuasai oleh BRIAgro dan tidak dapat ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik karena termasuk dalam areal pelepasan kawasan 3 perusahaan serta termasuk dalam kawasan kehutanan.
Diduga terdapat rekayasa dalam pemberian kredit karena penagihan terhadap debitur tidak dapat dilakukan karena para debitur tidak pernah menikmati fasilitas kredit yang diberikan.
Dalam kasus ini ada satu orang lagi yang diduga turut bertanggungjawab. Yang bersangkutan dalam perkara tersebut juga pernah bekerja di PTPN V Pekanbaru, dan memiliki peran yang sama dengan JYH. "Dia oknum pegawai PTPN V, dan sudah meninggal dunia. Perannya sama dengan JYH," imbuh Warman.
Dengan penetapan tersangka ini, sebut Warman, pihaknya kembali akan menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi untuk melengkapi berkas perkara. Saat pemeriksaan saksi itulah, kata Warman," pihaknya mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara.
"Kita akan lacak aliran uang kredit tersebut. Kita maksimalkan recovery asset. Minggu ini akan banyak memanggil saksi. Saat itulah akan kita maksimalkan pengembalian kerugian negara," sebut Warman.
Atas perbuatan keduanya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Dugaan sementara kita, kerugian negara sekitar Rp3 miliar lebih dari plafon kredit Rp4 miliar," pungkas Kasi Pidsus Kejari Pekanbaru, Azwarman.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Nandra F Piliang