RIAUMANDIRI.co, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas yang sudah disetujui DPR menjadi UU sangat berbahaya.
"Saya mengatakan bahwa yang namanya Perppu ini sebenarnya sangat berbahaya. Cuma perdebatan mengenai Perppu ini agak mentok, kenapa? Karena yang menjadi pro dan kontra masalah HTI," kata Refli dalam diskusi 'Kebebasan Berkumpul dan Berserikat Dalam Demokrasi Pancasila' di Media Center DPR, Senin (6/11).
Dijelaskan Refly, Perppu Ormas itu intinya berisi tentang 3 hal yang penting dibandingkan UU yang lama. Pertama, menghilangkan proses hukum dalam pembubaran ormas. Kedua, memberikan pandangan definisi mengenai namanya bertentangan dengan Pancasila.
"Jadi bukan hanya marxisme,leninisme komunisme, dan atheisme tetapi juga paham-paham lain yang bermaksud mengubah Pancasila dan UUD 1945," jelas Refly.
"Ini saya bercanda, DPD kalau berbentuk Ormas dia bisa dibubarkan, karena DPD mau mengubah UUD 1945 sekarang dengan amandemen. Pepabri yang tidak suka dengan UUD yang sekarang dia juga bisa dibubarkan," kata Refly mencontohkan.
Ketiga, memberikan hukuman yang berat dan cenderng tidak masuk akal atau irasional terhadap mereka-mereka yang kemudian terlibat pada Ormas yang melakukan pelanggaran, yaitu hukumannya sampai seumur hidup lalu kemudian 5 sampai 20 tahun.
"Bayangkan, ini tidak masuk akal.Tetapi itu untuk pasal-pasal tertentu saja, larangan tertentu saja seperti menyebarkan atheisme dan lain sebagainya tetapi yang lain tidak," jelasnya.
Tetapi yang menjadi persoalan sekarang kata Refly, Perppu itu sudah disetujui menjadi UU dan harus dihormati. Setelaah disetujui harus diundangkan dankalaupun tidak ditanda tangan Presiden dalam 30 hari akan berlaku dengan sendirinya.
"Permasalahannya adalah, sekarang pemerintah atau kekuasaan punya equitment, punya senjata yang bisa dipakai kapanpun untuk membubarkan ormas apapun dengan dalil yang jumlahnya puluhan, tidak hanya satu. Jadi yang namanya pertentangan Pancasila dan undang-undang Dasar 1945 atau anti Pancasila itu salah satu saja, yang lainnya banyak. Diantaranya menggunakan nama dan lambang yang sama, bisa dibubarkan. Lalu kemudian mengganggu ketertiban itu bisa dibubarkan," jelas Refly.
Intinya menurut Refly adalah kalau Perppu ini di tangan pemerintah yang kuat dan otoriter bisa menjadi ancaman yang luar biasa bagi kebebasan berserikat dan berkumpul.
Karena itu menurut dia, kalau mau melakukan pembahasan seperti Perppu Ormas jangan kaitkan dengan orangnya, tetapi betul-betul berkonsentrasi pada isi Perppu itu sendiri, karena pemerintah bisa berganti. Karena tidak ada jaminan Jokowi terpilih lagi misalnya.
"Korbannya sudah ada selain HTI. Ternyata korbannya adalah ILUNI (Ikatan Alumni UI).Jadi iluni itu ada dua, ada yang memegang mandat tanggal 22 Juli dan ada tanggal 29 Juli. Bahasanya tidak dibubarkan tetapi dicabut badan hukumnya padahal itu sama saja. Sebab UU itu mengatakan dengan dicabut badan hukumnya otomatis ormas itu bubar," kata Refly.
"Sekarang saya menakut-nakuti juga. Hati-hati Golkar. MKGR pecah, Soksi Pecah. Hati-hati, nanti menjelang Pemilu tinggal dekati saja Menhkumham. Tolong Pak, satu organisasi dibubarkan, karena menggunakan nama dan lambang yang sama. Itu salah satu alasan untuk membubarkan," ulas Refly.
Sementara itu, Pimpinan Fraksi PAN MPRA li Taher mengatakan, kehadiran UU Ormas bagi dia maupun Fraksi PAN membelenggu kebebasan dalam menyampaikan pandang-pandangannya, aspirasi masyarakat, keluh kesah masyarakat sekali pun didalamnya melakukan kritik sosial politik kepada pemerintahan.
"Saya kira alam demokrasi dimana pun sama saja, tidak boleh dibelenggu. Oleh karena itu menurut saya Perppu Ormas yang ditolak Fraksi PAN karena ada tiga hal yang menonjol," jelasnya.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 07 November 2017
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang