RIAUMANDIRI.co, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan transaksi elektronik (ITE) Buni Yani didampingi pengacaranya menemui Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Kamis (2/11).
Kepada Fadli juga, Buni menyampaikan bahwa dirinya tidak menyangka akibat pertanyaannya di facebook kemudian berimbas pada kasus hukum dan terseret pada pusaran politik. "Saya sudah bicara sejak awal bahwa ketika orang menuduh saya melakukan hate speech berdasarkan pasal 28 ayat 2 saya bilang enggak mungkin," katanya.
Kasus didakwakan sebagai pelanggaran UU ITE karena menyebarkan video penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu yang ditimpakan kepadanaya telah mengganggu pekerjaan dan riset doktoral yang sedang dikerjakannya. "Ini sudah lebih dari setahun kasus saya sangat membebani, engga bisa apa-apa, riset doktoral saya harus berhenti. Padahal lagi riset," katanya.
Aldwin Rahardian menegaskan bahwa kasus yang menjerat kliennya tersebut tidak murni hukum. Banyak kepentingan politik dalam kasus Buni Yani. "Sehingga kami samapikan pada pimpinan DPR, agar mereka tahu," katanya.
Aldwin yakin bahwa Buni Yani tidak mengedit dan merekayasa video Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu yang telah mempidana Ahok 2 tahun penjara tersebut. Oleh itu kata Aldwin, Buni Yani akan terus memperjuangkan keadilan kasus hukum yang menimpanya.
Aldwin Rahadian mengatakan, dari awal proses hukum perkara kliennya banyak variabel unsur kepentingan dan politis. Dia mencontohkan dakwaan Pasal 32 ayat 2 yang tiba-tiba ditujukan ke kliennya padahal sejak awal tidak ada dakwaan pasal tersebut.
"Lalu yang mengagetkan adalah pernyataan Jaksa Agung di Rapat Komisi III DPR bahwa tuntutan dua tahun penjara terhadap Buni Yani merupakan bentuk keseimbangan vonis terhadap Ahok," katanya.
Dia mengatakan, pernyataan Jaksa Agung itu semakin memperkuat pendapat bahwa perkara Buni Yani sarat kepentingan dan terhadapat unsur balas dendam.
Menanggapi apa yang disampaikan Buni maupun pengacaranya, Fadli menegaskan bahwa DPR tidak bisa mengintervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan menuju vonis tetapi dirinya berempati terhadap apa yang terjadi dengan fakta-fakta yang ada di ruang publik.
Namun demikian, kata Fadli Zon, bahwa DPR akan mengawasi proses penegakkan hukum dalam kasus Buni Yani yang dituduh menyebarkan ujaran kebencian, agar prosesnya tidak keluar dari koridor peraturan perundang-undangan.
"Saya melihat bahwa proses penegakkan hukum tentu dari sisi DPR adalah sisi pengawasan. Bagaimana DPR bisa mengawasi di dalam proses penegakan hukum itu sesuai dengan aturan yg ada," kata Fadli.
Fadli mengatakan, pengawasan itu sangat terbuka, termasuk pengawasan penggunaan UU termasuk pengawasan terhadap para pejabat. Menurut dia, seharusnya hukum tidak menjadi alat kepentingan politik dan tidak dikait-kaitkan dengan satu hal politik apalagi punya motif balas dendam atau motif-motif lain.
"Saya menilai tidak boleh ada kriminalisasi terhadap warga negara, apalagi yang bisa mereduksi hak dari warga negara yang sudah dijamin oleh kontitusi kita yaitu UUD 1945," ujarnya.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 03 November 2017
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang