RIAUMANDIRI.co, JAKARTA - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) adalah perusahaan yang senantiasa mematuhi peraturan dan perundangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Perihal permintaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk merevisi Rencana Kerja Usaha (RKU), PT RAPP sudah beberapa kali mengajukan revisi RKU kepada KLHK. Namun usulan Revisi RKU tersebut belum dapat disetujui karena Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RAPP yang
sudah dipanen tidak boleh ditanami kembali.
Demikian disampaikan Head of Corporate Communications PT RAPP, Djarot Handoko, melalui siaran pers yang diterima riaumandiri.co, Senin (23/10/2017) pagi.
Dikatakan Djarot Handoko, berdasarkan Pasal 45 huruf a PP71/2014 sebagaimana telah diubah pada PP57/2016 yang menyatakan bahwa “izin usaha dan atau kegiatan untuk memanfaatkan ekosistem gambut pada fungsi lindung ekosistem gambut yang telah terbit sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan sudah beroperasi, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir.”
Dengan demikian, kata Djarot, memberikan kepastian hukum kepada PT RAPP yang telah beritikad baik melakukan investasi sesuai dengan izin yang telah diperoleh sebelumnya dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
"Pada dasarnya, kami menerima kebijakan KLHK tersebut dan kami bersedia untuk melakukan proses revisi RKUPHHK-HTI dengan permohonan untuk mendahulukan penyelesaian Lahan Usaha Pengganti (land swap) secara bertahap dengan kondisi clean and clear secara layak teknis dan ekonomis di sekitar lokasi industri, sebelum areal tanaman pokok dijadikan kawasan fungsi lindung gambut. Jika tidak tersedia land swap dan kami harus revisi RKU, maka areal tanaman pokok kami dan mitra akan berkurang lebih kurang 50 persen untuk sumber bahan baku utama PT RAPP," jelasnya.
Menurut Djarot, sejak dibatalkannya RKU pada tanggal 16 Oktober 2017, sebagai perusahaan yang patuh hukum, PT RAPP menghentikan seluruh operasional HTI.
Tanpa adanya payung hukum RKU, dengan sendirinya Rencana Kerja Tahunan (RKT) tidak berlaku, hal ini didukung oleh pendapat pakar hukum tata usaha negara.
Dampak pembatalan ini adalah berhentinya seluruh kegiatan di HTI PT RAPP, meliputi kegiatan pembibitan, penanaman, pemanenan dan pengangkutan di seluruh areal operasional PT RAPP yang terdapat di 5 kabupaten di Provinsi Riau, yaitu Pelalawan, Kuantan Singingi, Siak, Kampar dan Kepulauan Meranti.
"Investasi yang telah kami lakukan hingga saat ini telah mencapai lebih kurang Rp85 triliun. Demi mendukung program hilirisasi industri pemerintah (downstream), kami telah melakukan investasi baru dengan membangun pabrik kertas dan rayon (tekstil)) yang mencapai lebih kurang Rp15 triliun, sehingga total investasi dari hulu sampai ke hilir mencapai lebih kurang Rp100 triliun," papar Djarot.
"Grup kami berorientasi ekspor dan menghasilkan devisa kepada negara sekitar US$ 1,5 milyar atau sekitar Rp20 triliun per tahun. PT RAPP juga bertanggung jawab secara langsung kepada lebih dari 15.000 karyawan dan lebih dari 35.000 mitra karyawan. Selain membutuhkan kepastian bahan baku, semua ini juga membutuhkan jaminan dan kepastian hukum dalam berinvestasi," katanya.
Dampak yang lebih besar lagi, menurut Djarot, adalah terhadap ribuan tenaga kerja langsung dan puluhan ribu tenaga kerja tidak langsung, serta terhadap para kreditur, pemasok, kontraktor, pelanggan dan seluruh masyarakat yang terkait dengan kegiatan usaha perusahaan dan keberlangsungan hidup perusahaan.
"Sejak menerima Surat Peringatan kedua, sebagai perusahaan yang bertanggung jawab, kami wajib memberi informasi kepada pimpinan kontraktor, pemasok dan mitra bina tentang situasi yang terjadi agar tetap tenang. Dan setelah SK Pembatalan RKU, kami juga mengimbau kepada Serikat Pekerja agar menjaga suasana tetap kondusif dan tidak melakukan aksi unjuk rasa," ujarnya.
PT RAPP, tegas Djarot, tidak pernah menyatakan izin operasional dicabut.
"Sewaktu konferensi pers pada 19 Oktober lalu, yang kami nyatakan adalah dengan batalnya RKU maka RKT menjadi tidak berlaku sehingga kegiatan operasional HTI di lapangan berhenti. Sepengetahuan kami yang menyampaikan ini bermula dari pemberitaan 9 Oktober di : http://www.foresthints.news/april-loses-legal-basis for-operations-due-to-non-compliance dan kemudian dikutip oleh http://bertuahpos.com/berita/menteri-lhk-cabut-izin-rapp.html. Berita-berita ini membuat resah semua karyawan dan juga para mitra kami. Sehingga kami harus memberi informasi kepada mereka," jelasnya.
PT RAPP, kata Djarot, mendukung pemerintah dan turut aktif dalam program pencegahan kebakaran. Sejak 2014, PT RAPP adalah pioneer di program Desa Bebas Api, yang merangkul desa untuk mencegah kebakaran secara komprehensif.
Program Desa Bebas Api ini, katanya, berjalan sukses dan program ini terus berkembang sejak tahun 2015 dengan data menunjukan relatif kecil kejadian kebakaran di sekitar areal kerja PT RAPP dibandingkan konsesi HTI lain.
Program Desa Bebas Api juga sukses menjadi model (best practices) bagi pemerintah, dengan adanya MoU bersama Kemenko Perekonomian.
"Kami yakin dan percaya bahwa pemerintah dapat memberikan solusi yang terbaik bagi PT RAPP dan dunia investasi di Provinsi Riau dan Indonesia pada umumnya," pungkas Djarot. (rls/ral)