RIAUMANDIRI.co, PEKANBARU - Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Syahril Abubakar menilai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 17 Tahun 2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.12 Tahun 2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) membawa kemudaratan karena menimbulkan keresahan publik kepada pekerja dan masyarakat di lingkungan perusahaan.
“LAM Riau meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut Permen LHK No. 17 Tahun 2017 tersebut,” kata Syahril usai menerima perwakilan Aliansi Serikat Pekerja
Riau Komplek (Asperikom), di Balai Adat Melayu Riau, Jumat (13/10/2017).
Syahril didampingi Sekretaris Umum DPH LAMR M Nasir Penyalai, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) LAMR Wismar Harianto, dan Bidang Tenaga Kerja LAMR Armansyah
mengatakan LAMR akan melakukan rapat dan pertemuan dengan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan yang menyangkut nasib ribuan
pekerja di perusahaan HTI dan industri pulp kertas di Provinsi Riau.
“Bukan hanya nasib ribuan pekerja juga beserta anak dan isteri mereka, sehingga ini akan berdampak luar biasa bagi anak-anak yang sekarang mengikuti pendidikan,” ujar Syahril.
Asperikom diwakili juru bicara Sumanto dan Ketua Pengurus Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan (PUK FSP Kahut) Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (KSPSI) Adlin kepada Ketua Umum DPH LAMR mengatakan Asperikom beranggotakan tujuh serikat pekerja di lingkungan PT Riau Andalan Pulp dan Paper
(RAPP) dengan anggota sekitar 18.000 pekerja.
Asperikom menyampaikan empat butir aspirasi meminta dukungan LAMR yaitu, pertama, sesuai dengan informasi yang kami terima dari media massa dan manajemen PT
RAPP bahwa pemerintah melalui Menteri LHK telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Permen LHK No. 17 Tahun 2017.
Kedua, bahwa pemberlakuan Permen LHK tersebut akan berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan HTI dan industri pulp kertas yang telah diberikan izin beroperasi di lahan gambut.
Ketiga, bahwa saat ini seluruh karyawan PT RAPP resah dan khawatir akan terjadinya PHK setelah dikeluarkannya surat peringatan kedua tanggal 6 Oktober 2017 oleh Menteri LHK kepada perusahaan tempat kami bekerja.
Keempat, Asperikom menyatakan bahwa pekerja merasa trauma dengan peristiwa PHK tahun 2008 sebagai akibat dari kebijakan negara dan tidak ingin kecolongan dua kali
menjadi korban PHK akibat dampak Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 17 tahun 2017.
Asperikom memohon kepada LAMR untuk mendukung perjuangan yang sedang dilakukan oleh Aliansi Serikat Pekerja Riau Komplek dalam menyelesaikan masalah ini.
Selain itu, Asperikom juga memohon kepada LAMR mendorong dan mendesak Pemerintah Pusat untuk mencabut sanksi surat peringatan kepada perusahaan sehingga tidak terjadi PHK.
Surat permohonan dukungan kepada LAMR tersebut ditandatangani oleh pimpinan tujuh serikat pekerja di lingkungan PT RAPP. (rls/ral)