RIAUMANDIRI.co, JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi melaporkan hasil kerjanya selama 60 hari dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Selasa (26/9).
Meski sempat diwarnai interupsi dan penolakan dan walk out sejumlah fraksi, namun laporan kerja Pansus Hak Angket yang disampaikan ketuanya Agun Gunandjar Sudarsa itu, akhirnya dapat diterima paripurna.
Fahri Hamzah yang didampingi Wakil Ketua Agus Hermanto dan Fadli Zon menjelaskan dalam kerja Pansus Angket ada laporan, ada kesimpulan, dan semua itu dibicarakan di tingkat satu.
Pembicaraan tingkat satu ada dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD) baik yang permanen atau alat kelengkapan yang tidak tetap. Fahri menegaskan, yang sudah dilaporkan Ketua Pansus Angket KPK adalah laporan kerja, bukan kesimpulan.
Maka tugas Pimpinan Sidang sesuai dengan pasal 26 Undang-Undang MD3 pimpinan hanya menanyakan laporannnya diterima atau tidak. "Makanya saya tinggal menanyakan, apakah kita setuju atau tidak dengan laporan tadi, setuju atau tidak?" tanya Fahri yang kemudian dijawab oleh anggota sidang dengan kata "setuju". Mendengar kata setuju, Fahri dengan cepat mengetuk palu sidang, sebagai tanda pengesahan laporan hasil kerja Pansus.
Sebelum rapat paripurna mengambil keputusan, Agun Gunandjar saat menyampaikan hasil kerja Pansus menyatakan bahwa Pansus yang dia pimpin tidak bisa mengeluarkan rekomendasi lantaran masih perlu kehadiran KPK.
"Pansus belum dapat membuat sebuah kesimpulan dan rekomendasi pada subjek penyelidikannya. Tidak fair dan tidak adil dalam sidang paripurna ini, kami ambil keputusan sepihak atas temuan tersebut karena temuan tersebut harus dikonfirmasi, karena itu Pansus akan terus kerja," ujar Agun Gunandjar.
Agun dalam laporannya juga mengatakan, KPK pada prinsispnya dibentuk untuk memperkuat penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi. KPK juga bertugas melakukan penguatan terhadap lembaga penegak hukum yang telah ada, seperti kepolisian dan kejaksaan.
Agun menjelaskan, fungsi trigger mechanism yang manjadi tanggung jawab KPK. Fungsi trigger mechanism telah diamanahkan dalam undang-undang yang dimaksudkan KPK tidak akan memonopoli penanganan kasus korupsi.
"Kehadiran KPK justru diharapkan dapat mendorong kapasitas aparat penegak hukum lain untuk bersama-sama memberantas korupsi. KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya," ujar Agun.
Agun menjelaskan, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002, menyebutkan bahwa peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong, atau sebagai stimulus, agar pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan menjadi lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya.
Agun juga menekankan, sudah menjadi tanggung jawab KPK berpedoman pada lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
Dia juga menyampaikan, KPK seharusnya bertanggungjawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden DPR dan BPK.
Sementara itu, empat fraksi untuk tidak memperpanjang kerja pansus terdiri Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi Demokrat dan Fraksi Gerindra. Meski menghargai hasil kerja Pansus, keempat fraksi tersebut dalam interupsinya menyatakan menolak untuk memperpanjang kerja Pansus.
Fraksi PAN lewat jubirnya Yandri Susanto mengharapkan kerja Pansus cukup sampai disini saja. Adapun hasil kerja yang dilaporkan Ketua Pansus dinilai sudah cukup memadai, kalau mau buat rekomendasi bisa disusun dalam beberapa hari ke depan.
Fraksi Partai Gerindra menyampaikan penolakan jika dalam kerja pansus ada upaya pembekuan dan pelemahan KPK. Hampir senada dengan Gerindra, Fraksi Partai Demokrat juga menolak pelemahan KPK. Sedangkan Fraksi PKS, tidak bertanggungjawab pada keputusan panitia pansus.
Baca juga di Koran Haluan Riau
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang