Terkait abrasi parah yang terjadi di Pulau Bengkalis dan Rupat, Pemkab Bengkalis mengaku sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menekannya.
Di antaranya dengan membangun pemecah gelombang dan penanaman hutan mangrove setiap tahun.
Namun, menurut Bupati Bengkalis, H Herliyan Saleh, masalah ini bakal tidak teratasi jika hanya mengandalkan APBD Bengkalis. ''Kondisi ini sudah terjadi sejak tahun 60-an. Kalau hanya mengandalkan APBD Bengkalis, tentu sulit. Butuh dukungan provinsi dan pusat,'' ujarnya.
Sejauh ini, tambah Herliyan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Pemprov Riau maupun Pusat. Diharapkan, akan ada bantuan dari kedua pihak tersebut. "Kita akan tekan laju abrasi semampu kita," tambahnya.
Menurut anggota DPRD Bengkalis, Muhammad Tarmizi, Pemkab Bengkalis juga harus melakukan langkah preventif juga ditempuh. Seperti melarang penggunaan kayu bakau untuk cerocok pada proyek-proyek pemerintah.
“Proyek-proyek fisik pemerintah memberikan andil yang cukup besar terhadap meningkatnya laju penebangan kayu bakau. Bisa kita lihat hampir 100 persen proyek fisik, cerocok yang digunakan adalah kayu bakau. Padahal kita sama-sama tahu kalau kayu bakau merupakan bagian dari ekosistem mangrove yang bisa menahan laju abrasi,” ujarnya Tarmizi.
Ancam Teritorial
Mantan anggota DPRD Bengkalis asal Rupat, Muhammad Nasir mengaku sangat prihatin dengan lemahnya penanganan abrasi di Rupat. Warga berharap ada keseriusan dari pemerintah dalam penanganan abrasi, apalagi pulau Rupat merupakan kawasan pulau terluar yang berhadapan langsung dengan Selat Melaka.
“Pulau Rupat ini merupakan batas negara di perairan Selat Melaka dengan Malaysia. Kalau tidak ditangani dengan serius serta kontiniu, maka puluhan kilometer daratan di pulau ini akan amblas ke laut serta mengancam teritorial NKRI scara luas,” ungkapnya.
Dicontohkannya, kejadian yang menimpa rumah salah seorang warga di Desa Makeruh yang rusak diterjang gelombang pasang, beberapa bulan lalu. Akibatnya, rumah itu tak bisa ditempati lagi.
Tidak hanya di Makeruh, kondisi serupa juga terjadi di daerah lain sperti Kelurahan Pergam, Terkul, desa Sungai Cingam di Kecamatan Rupat. Kemudian Desa Tanjung Punak, Teluk Rhu, Kadur dan Titi Akar di Kecamatan Rupat Utara.
"Dalam setiap Musrenbang kita selalu mengajukan supaya penanganan abrasi ini masuk dalam skala prioritas. Salah satunya dengan membangun turap pemecah gelombang. Untuk dananya, pemerintah kita pikir bisa meminta bantuan dari provinsi atau pusat," tambahnya.,
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Bengkalis, Masuri juga menyarankan Pemkab Bengkalis mengambil langkah cepat untuk berkordinasi dengan pemerintah pusat. Karena dampak dari abrasi ini bisa menyebabkan kerugian pada zona ekonomi ekslusif Republik Indonesia.
“Zona ekonomi ekslusif itu dihitung pada garis pantai. Jika abrasi tidak ada langkah cepat penanganannya, kita dirugikan. Dalam arti Malaysia semakin maju dengan reklamasi pantainya, kita terkikis semakin mundur, semakin jauh, itu akan menguntungkan wilayah tetangga,” kata Masuri.
Penanaman dan Rehabilitasi Pantai
Persoalan abrasi juga tidak terlepas dari masalah lingkungan. Seperti aksi pembataan kawasan hutan mangrove oleh pengusaha panglung arang. Ombak dari laut lepas tidak ada lagi penghalang sehingga membuat pantai amblas ke laut.
Di Kecamatan Bantan setidaknya ada lima usaha panglung arang. Sumber bahan baku utama mereka, tidak lain adalah hutan mangrove yang tumbuh di sepanjang bibir pantai. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, aksi ini tentu harus dihentikan untuk mencegah atau memperlambat terjadinya abrasi.
Guna memperbaiki kondisi ini, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan kegiatan penanaman hutan mangrove dan rehabilitasi pantai setiap tahunnya dengan melibat kelompok masyarakat.
Menurut Kepala BLH Bengkalis, Arman AA, di samping menanam mangrove di bibir pantai, pihaknya juga melakukan rehabilitasi, terutama untuk daerah-daerah yang cukup parah. Misalnya, bekas kolam masyarakat di Desa Sungai Alam yang sudah tidak terpakai lagi, saat ini mulai ditanami mangrove.
Untuk jangka panjang, Pemkab Bengkalis sedang menyusun master plan tata kelola lingkungan hidup Kabupaten Bengkalis yang mengadopsi master plan Kota Ube di Jepang atau dikenal dengan istilah Ube Model.
Draf master plan tersebut sudah dipaparkan pada Forum Konsultasi Publik yang digelar Bappeda, Senin (24/2) kemarin. Prof Masao bersama tim dari Yamaguci Universitas hadir dalam forum tersebut sekaligus menyampaikan bagaimana konsep tata kelola lingkungan berkesinambungan yang telah diterapkan di Kota Ube.
Kemudian Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bengkalis tahun 2014 menyalurkan bibit mangrove jenis api-api kepada 13 kelompok yang tersebar di 5 kecamatan di Kabupaten Bengkalis. Tiap kelompok akan menerima bantuan 80.000 bibit api-api dan yang terbaik akan menerima reward senilai Rp150.000.000.
Penyaluran bibit bakau dalam bentuk pengadaan swakelola yang diberikan kepada 13 kelompok yang ada di 5 kecamatan di Kabupaten Bengkalis. Lima kecamatan yang menerima bantuan tersebut adalah Kecamatan Bengkalis, Bantan, Bukit Batu, Rupat dan Rupat Utara. Dimana bibit- bibit yang disalurkan ini ditanam di pesisir laut yang menjadi area kelompok penerima bibit tersebut. Program ini juga sebagai bentuk untuk meminimalisir abrasi yang terjadi di Kabupaten Bengkalis.
Agar program ini tidak sia-sia, pihak DKP terus memonitoring atau memantau perkembangan dari penyaluran bibit apakah ditanam atau tidak oleh kelompok penerima. Bagi kelompok yang berhasil menanam sampai tumbuh dan berkembang akan mendapatkan reward dari Pemerintah Kabupaten Bengkalis senilai Rp150 juta. Reward disalurkan dalam bentuk barang, bisa sarana dan prasana tergantung permintaan kelompok yang mendapatkan reward tersebut. ***