JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu, Ahmad Riza Patria dari Fraksi Partai Gerindra, merasa heran dengan sikap pemerintah yang ngotot mempertahankan presidential threshold (PT) atau batas ambang pencalonan presiden.
"Saya heran, kenapa pemerintah ngotot menggunakan PT lama yakni 20 persen untuk pilpres yang digelar serentak ini," kata Riza dalam diskusi bertema “Ending RUU Pemilu" di Media Center DPR, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).
Padahal, kata Riza, yang mempunyai hak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden itu hanyalah partai politik peserta pemilu. “Ada apa pemerintah yang ngotot mempertahankan PT 20 persen. Saya curiga dengan keinginan pemerintah itu sehingga mengancam akan menggunakan UU Pemilu lama yang PT nya 20 persen,” kata Riza.
Menurut Riza, tidak logis ada presiden threshold pada pemilu legislatif dan pemilu presiden yang digelar secara serentak 2019. Karena yang punya hak mengajukan presiden dan wakil presiden adalah partai politik atau gabungan dari partai politik.
Bahkan menurut Riza, pihak yang diuntungkan dengan meniadakan presiden threshold adalah calon incumbent. "Karena tanpa ada presidential threshold maka akan muncul banyak calon dan tentu calon incumbent yang sudah lima tahun berkuasa tentu punya peluang yang besar untuk menang," katanya.
Pengamat politik, Siti Zuhro, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, mengatakan, jauh sebelum pemilu akan dimulai serentak pada 2019, dia sudah mengingatkan bahwa presidential threshold tidak relevan. Alasannya karena tidak ada yang tahu PT-nya.
"Jadi kita mulai mengunakan nalar-nalar sehat kita untuk berdemokrasi. Tentunya dengan nalar-nalar yang sehat itu kita harapkan calon-calon yang muncul juga orang-orang pilihan, bukan lagi kita memaksakan kehendak siapapun kita paksakan. Saya sudah teriak seperti ini, jadi menurut saya mungkin kita tidak setuju ada deadlock dan kita harapkan DPR maupun pemerintah kembali ke laptop," kata Siti Zuhro.
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang