Pencabutan Susidi Listrik 900 VA Buat Hidup Masyarakat Miskin Makin Menderita

Kamis, 15 Juni 2017 - 10:08 WIB
Ilustrasi Masyarakat Miskin
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Pencabutan subsidi listrik bagi 18,7 juta rumah tangga pelanggan R-1 atau 900 VA, dipastikan membuat hidup masyarakat yang sudah susah semakin menderita. Pemerintah dinilai tak peka terhadap kondisi rakyat. 
 
Kenaikan tarif listrik ini dilakukan tanpa proses sosialisasi, tanpa persetujuan atau konsultasi dengan DPR. Semua dilaksanakan secara sepihak oleh pemerintah.
 
“Pemerintah tak peka terhadap kondisi masyarakat dan terkesan tidak memikirkan dampak ekonomi yang bisa ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Di tengah lesunya perekonomian, kebijakan pencabutan subsidi itu justru akan makin memperlemah pertumbuhan ekonomi,” kata Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, Rabu (14/6).
 
Dikatakan Fadli, Produk Domestik Bruto (PDB) 54-56 persen disumbang oleh konsumsi domestik, kemudian disusul oleh investasi yang porsinya sekitar 32 persen, dan baru oleh belanja negara sebesar 9 hingga 10 persen. Sisa lainnya disumbang oleh net ekspor, yang angkanya bisa positif maupun defisit. Pencabutan subsidi listrik itu besar dampaknya, karena pasti akan melemahkan daya beli masyarakat.
 
“Terbukti, kuartal pertama 2017 angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga kita turun, hanya mencapai 4,8 persen, lebih rendah dibanding kuartal yang sama tahun lalu. Padahal konsumsi rumah tangga ini merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi,” katanya.
 
Bagi kalangan pengusaha, katanya, jika daya beli masyarakat melemah, efeknya adalah tak akan ada ekspansi bisnis, yang pada ujungnya membuat perekonomian jadi stagnan. "Saya mendengar sendiri bahwa sejak beberapa bulan lalu para pengusaha, baik yang bergerak di sektor properti, otomotif, maupun ritel, sudah mengeluhkan penurunan daya beli masyarakat ini,” ujarnya.
 
“Kita sama-sama bisa melihat, misalnya, jika biasanya pada bulan Ramadhan—terutama mendekati Lebaran—terjadi lonjakan konsumsi antara 30 hingga 40 persen, hingga minggu ketiga Ramadhan tahun ini saya memegang data jika kenaikan konsumsi hanya mencapai 10 hingga 15 persen saja. Sangat rendah, tak ada peningkatan berarti,” ulasnya.
 
Pencabutan subsidi ini dinilia telah membuat tarif listrik pelanggan 900 VA naik hingga 125 persen, dari Rp605/kWh menjadi Rp1.352/kWh, selain memberatkan masyarakat juga cukup jelas mengabaikan dampak ikutan tadi, meskipun kenaikannya dilakukan secara bertahap sejak awal Januari lalu.
 
“Pada situasi seperti sekarang, pemerintah seharusnya tidak hanya memikirkan penyelamatan anggaran negara, tapi terutama memperhatikan penyelamatan ekonomi nasional secara utuh. Apalagi klaim penghematan anggaran dari penarikan subsidi itu hanya Rp25 triliun, sementara efek destruktifnya jauh lebih besar,” ujarnya.
 
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR RI , Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat ( Kokesra), Fahri Hamzah menyerukan kepada Pemerintah untuk menunda dulu pencabutan subsidi bagi pelanggan listrik 900 VA. Dia menilai pencabutan subsidi harus dihitung dengan benar, sebab yang pelanggan listrik 900 VA umumnya masyrakyat kalangan bawah.
 
"Harusnya pecabutan subsidi ditunda dulu lah. Kasihlah rakyat itu kabar baik, jangan kabar buruk terus," ujar Fahri Hmzah kepada wartawan usai buka puasa bersama di Gedung DPR Jakarta, Rabu (13/6).
 
Fahri berterus terang soal pencabutan subsidi agak sensitif. Pasalnya, pencabutan subsidi harus dihitung benar. Apakah pemerintah harus cabut subsidi atau cari pemasukan lain yang ndak bebani rakyat. 
 
Dia menyarakan pemerintah untuk lebih dahulu memperbaiki anggaran termasuk penyerapan Harusnya cabutan sibsidi ditunda dulu lah. Perbaiki dulu pengelolaan anggaran termasuk penyerapan." Harusnya itu diprioritaskan. Kasihlah rakyat itu kabar baik, jangan kabar buruk terus, " tukasnya.
 
Ketika ditanya hal itu dilakukan untuk bangun infrastruktur? Fahri pun mengatakan janji Joko Widodo pada kampanye dulu ndak gitu. "Pembangunan sih pembangunan, tapi jangan bebani rakyat," tandasnya. 
 
Menurut Fahri, kalau dulu dibilang atau dijanjikan bangun infrastruktur dengan mencabut subsidi,  pastindak kepilih. "Janganlah bebani rakyat, cari pemasukan dari yang lain dan bukan mencabut subsidi.
 
Harusnya menurut Fahri, pemerintah memperbaiki dulu pengelolaan anggaran, termasuk penyerapan. Kalau ada kekeliruan belanja infrastruktur dari awal omongin dong jangan diam-diam rakyat dibebani. Bahkan DPR juga nggak diajak ngomong. 
 
"Kalau saya si cenderung infrastruktur jual aja, privatisasi aja. Jangan bebankan rakyat. Jangan janji bangun infrastruktur tapi rakyat dibikin nangis. Udah jual aja infrastruktur. Kasih aja swasta. Membuat rakyat susah itu berbahaya," pungkas Fahri Hamzah.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 15 Juni 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang

Editor:

Terkini

Terpopuler