SELATPANJANG (RIAUMANDIRI.co) - Untuk mengetahui secara pasti dan detail bagaimana realisasi tanaman kehidupan, pihak DPRD Kepulauan Meranti memanggil sebanyak tiga perusahaan besar yang beroperasi di wilayah Kepulauan Meranti, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), PT Nasional Sago Prima (NSP) dan PT Sumatera Riang Lestari (SRL).
Tiga perusahaan bergerak pada Hutan Tanaman Industri (HTI) yang beroperasi di Kepulauan Meranti itu diharapkan bisa menjadi solusi untuk membantu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Selain melalui program Coorporate Social Responbility (CSR), juga realisasi tanaman kehidupan.
Hearing atau rapat dengar pendapat yang digelar di ruang rapat DPRD Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang, Selasa (23/5/17), dipimpin oleh Ketua DPRD Fauzi Hasan, Wakil Ketua DPRD Muzamil, dan sejumlah anggota DPRD lainnya yakni, Dedi Putra, Basiran, Taufiek, Asmawi, Emiratna, Darwin Susandi, Marhisyam, Ardiansyah. Tampak hadir juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Drs H Irmansyah, Kepala DInas Perkebunan dan Holtikultura Achmad Prasetyo, Sekwan Drs H Nuriman Khair, Camat Merbau Wan Fakhriami, Camat Rangsang Mulyadi, Camat Tebingtinggi Timur, Tunjiarto serta seluruh Kepala Desa (Kades) ditiga Kecamatan tersebut. Sementara dari perusahaan hadir Direktur PT RAPP, Wan Muhammad Jak, dan Humas PT NSP, Setio Budi Utomo.
"Kondisi ekonomi masyarakat kita saat ini cukup sulit. Sementara salah satu solusi untuk membantu ekonomi masyarakat bisa dari realisasi tanaman kehidupan perusahaan. Untuk itu kita panggil perusahaan tersebut, untuk memastikan realisasi tanaman kehidupan itu sendiri," ujar Ketua DPRD Kepulauan Meranti, Fauzi Hasan.
Menurutnya, hal itu sangat penting dilakuka, karena hingga kini pihak DPRD tidak pernah diinformasikan bagaimana teknis pelaksanaan tanaman kehidupan, di mana saja direalisasikan, sampai kepada siapa saja yang mendapatkan tanaman kehidupan itu sendiri.
Dari pemaparan yang disampaikan, diketahui hingga saat ini masih banyak perusahaan yang belum menunaikan kewajibannya untuk memberikan tanaman kehidupan sebesar 5 persen dari izin lokasi yang diberikan pada masyarakat. Padahal, 5 persen tanaman kehidupan yang harus diberikan perusahaan pada masyarakat itu sudah diatur dalam Permenhut.
Ketua DPRD Kepulauan Meranti juga mengaku kesal kepada PT SRL yang tidak mengindahkan panggilan hearing yang dilaksanakan kemarin itu. Padahal hearing tersebut dilakukan untuk mempertanyakan sejauh mana realisasi tanaman kehidupan dan realisasi CSR dari tiga perusahaan ini.
"Nampak mereka tidak menghargai kita. Kita akan lakukan evaluasi, jika memang perusahaan tidak peduli, lebih baik kita rekomendasikan saja kepada pusat agar mencabut izin perusahaan tersebut," tegas Fauzi Hasan.
Oleh sebab itu pihaknya akan kembali melaksanakan hearing pada 30 Mei mendatang. Sehingga bisa dimintai data realsiasi tanaman kehidupan dan CSR oleh perusahaan yang beroperasi di Pulau Ransang itu.
"Kalau mereka mangkir, bisa saja memang tidak peduli, atau memang belum merealisasikan tanaman kehidupannya dan program CSR-nya sama sekali. Sehingga mereka takut dipertanyakan," tegasnya.
Sementara dua perwakilan perusahaan yang hadir yakni PT NSP dan RAPP memaparkan dan menjelaskan terhadap realisasi tanaman kehidupan dan program CSR yang telah mereka laksanakan.
Manajemen PT RAPP wilayah konsesi Pulau Padang, Kepulauan Meranti, Wan Jakh Mohd Anza menjelaskan bahwa RAPP sudah membangun tanaman kehidupan di 10 Desa dalam wilayah Kecamatan Merbau dan Kecamatan Tasik Putri Puyu dan menyalurkan CSR setiap tahunnya.
"Total tanaman kehidupan yang harus kita bangun sebesar 1627 hektare. Sementara yang sudah terealisasi sudah sebanyak 1127 hektar. Dari 34 ribu hektare wilayah konsesi hanya 20 ribu hektar saja yang kita tanami akasia, selebihnya hutan lindung dan dikelola masyarakat," jelasnya.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 24 Mei 2017
Reporter: Azwin Naem
Editor: Nandra F Piliang