RENGAT (HR)-Pemkab Indragiri Hulu mengakui, lahan perkebunan sawit milik PT Duta Palma Nusantara Group yang berada di daerah itu, umumnya berada dalam kawasan hutan. Itu sebabnya mengapa lahan milik anak perusahaan itu sebagian besar diduga tidak memiliki izin pelepasan lahan dari Kementerian Kehutanan RI.
Hal itu juga sudah menjadi temuan Panitia Khusus DPRD Indragiri Hulu, yang dibentuk tahun 2013 lalu.
Terkait status lahan itu, Pemkab Inhu menginginkan masalah ini segera ditindaklanjuti hingga tuntas. Sebab, bila dibiarkan, dikhawatirkan akan terus memicu konflik dengan masyarakat Inhu, seperti yang terjadi selama ini.
Kondisi itu diungkapkan Kabag Adminsitrasi Tata Pemerintahan Setdakab Inhu, Hendri Jasnur.
"Lahan milik perusahan itu memang berada dalam kawasan hutan. Makanya revisi terhadap izin perusahaan tersebut tidak bisa diterbitkan sampai sekarang. Bila diterbitkan, tentunya akan melanggar aturan," terangnya, Rabu (25/2).
Karena itu, pihaknya juga menyarankan masalah ini segera dituntaskan.
Bila tidak, dikhawatirkan akan membuat konflik di tengah masyarakat akan terus berlanjut.
Menurutnya, Pemkab Inhu memang sudah menerima hasil Pansus DPRD Inhu tahun 2013 lalu, terkait status lahan milik PT DPN Grup tersebut. Hasil temuan Pansus itu juga sudah diteruskan kepada pemerintahan yang lebih tinggi. Namun sayang, hingga saat ini belum juga ada keputusan, baik Pemprov Riau maupun pusat dan instansi terkait lainnya.
Tak Ada Izin Pelepasan
Sementara itu, anggota DPRD Indragiri Hulu, Irwantoni menegaskan, lahan perkebunan sawit milik PT Duta Palma Nusantara Grup di Inhu, rata-rata bermasalah. Umumnya, lahan-lahan itu tidak memiliki izin pelepasan lahan dari Kementerian Kehutanan RI.
Kondisi itu terungkap, setelah pada tahun 2013, DPRD Indragiri Hulu membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang bertugas melakukan penelitian terhadap keberadaan PT Duta Palma Grup di Inhu. Pasalnya, banyak lahan milik perusahaan yang diduga bermasalah yang akhirnya menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Salah satunya, seperti aksi demo yang dilakukan ribuan masyarakat dari Kecamatan Kuala Cenaku, Batang Gansal dan Seberida.
"Saya saat itu ikut, dan hasilnya sudah diputuskan. Memang disebutkan bahwa PT PAL (Panca Agro Lestari, salah satu anak perusahaan Duta Palma, red) tidak memiliki izin pelepasan lahan," ujarnya, Rabu (25/2).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pansus DPRD Inhu ketika itu, disebutkan bahwa 3 ribu hektare lahan PT PAL diduga ilegal. Pasalnyam lahan itu diketahi berdiri di atas Hutan Tanaman Produksi (HPT) sebanyak 47,26 persen dan sisanya sebanyak 52,54 persen berada dalam areal Hutan Produksi yang bisa dikonversi (HPK).
Kondisi serupa juga diduga terjadi di lahan milik anak perusahaan Duta Palma lainnya, yakni PT Banyu Bening Utama (BBU) yang diklaim memiliki lahan seluas lebih kurang 1.551 hektare dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) seluas 9 hektare.
Dari hasil penelusuran Pansus DPRD Inhu, diketahui bahwa 96,78 persen lahan merupakan lahan Hutan Produksi yang bisa dikonversi (HPK) dan 3,22 persen merupakan Hutan Produksi Lestari (HPL) dan semuanya tidak mempunyai izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan RI.
Begitu juga dengan anak perusahaan lain, yakni PT Palma I yang memiliki lahan dengan luas 10 ribu hektare dan mempunyai Hak Guna Usaha (HGU) seluas 99, 17 persen dan HPL 0,83 persen. Namun tidak diketahui bagaimana HGU tersebut bisa didapat sementara tdk ada proses pelepasan kawasan hutan.
Tak jauh berbeda, PT Bertuah Anugrah Yaksa (BAY) yang diketahui memiliki lahan seluas 10.000,3 hektare. Sebanyak 56,7 persen areal itu berada dalam HPK dan HPL sebanyak 30,36 persen. Tapi sama sekali tidak ada pelepasan kawasan hutan. Bahkan lokasinya ditemukan tumpang tindih dengan PT BBU.
Hal yang sama juga terjadi pada PT Seberida Subur yang mengolah lahan seluas 6.134 hektare yang mana lahan tersebut merupakan lahan HPK 53,24 persen dan Hutan Produksi terbatas (HPT) 46,76 persen, yang juga tidak ada pelepasan kawasannya.
Sehingga saat itu DPRD Inhu, berkesimpulan dan memberikan rekomendasi agar aparat hukum dapat bertindak agar kawasan hutan dapat terselamatkan dan konflik yang bisa menyebabkan kematian dapat terhindari.
Telah Ajukan
Toni juga menyampaikan bahwa hasil penelusuran Pansus saat itu menemukan perusahaan tersebut telah mengajukan permohonan untuk izin pelepasan lahan. Namun pengajuan itu ditolak Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Planologi. Oleh karena itu, hingga saat ini bisa dipastikan bahwa pihak PT PAL tidak memiliki izin resmi melakukan operasinya di Inhu.
Ditambahkan Irwantoni, bahwa pada awal bulan Februari lalu ia membawa warga Desa Danau Rambai menghadap DPR RI. "Saya dan beberapa warga sudah menghadap ke DPR RI, itu juga menjadi bahan reses mereka," ucap Irwan.
Irwan berharap ke depannya kasus ini bisa terselesaikan agar warga tidak selalu dirugikan.
Sementara itu untuk mengkonfirmasi hal tersebut ke pihak perusahaan, Riki Damanik, Humas PT PAL tidak menjawab. Kemudian mencoba mengirim pesan singkat, namun juga tak mendapat balasan begitu juga dengan pihak PT Seberida Subur, Rangkuti juga tidak memberikan jawaban termasuk Palma I.
Sejauh ini, belum bisa diperoleh konfirmasi dari Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Riau, Zulher dan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Riau, Irwan Effendy.
Ketika dikonfirmasi, Irwan Effendi belum memberikan komentar dengan alasan sedang mengikuti rapat bersama Plt Gubri. "Lagi Rapat sama Plt Gubri, soal PT Duta Palma tanya sama Dinas Perkebunan saja,” ujarnya melalui SMS. Sama saja, Kadisbun Riau Zulher mengaku sedang rapat. ***