Padang (HR)-Anggota Komisi I/Bidang Pemerintahan DPRD Sumatera Barat, Aristo Munandar mengatakan Rancangan Peraturan Daerah Nagari masih memerlukan kajian mendalam, dengan melibatkan banyak pihak dan elemen masyarakat
“Ranperda Nagari merupakan tindak lanjut UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa, makanya harus dibahas dengan hati-hati, mengingat bentuk pemerintahan terendah di Sumbar adalah nagari sebagai desa adat,” kata dia Padang, Rabu (24/2).
Ia mengatakan, para pakar dan penghulu adat perlu dilibatkan sebelum menetapkan infrastruktur pemerintahan nagari ini, agar pelaksanaan pemerintahan administratif nantinya bisa sejalan dengan pemerintahan adat.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Sumbar, Amora Lubis menekankan meskipun secara umum bentuk pemerintahan terendah di Sumbar adalah pemerintahan nagari, namun perlu bagian-bagian yang mengakomodir untuk beberapa daerah seperti Kepulauan Mentawai dan daerah lain yang masyarakatnya heterogen.
Anggota Tim Perumus Ranperda Nagari, Buya Mas ud Abidin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPRD Sumbar mengatakan nagari tidak bisa dilepaskan dari tradisi lokal.
Tradisi itu mempengaruhi sistem dan struktur pemerintahan nagari, dan tradisi itu harus diakomodir. Nagari tidak dibangun dari struktur dan sistem pemerintahan administrasi semata.
“Sehingga nagari tidak bisa dilepaskan dari tradisi lokal yang mempengaruhi sistem dan struktur tersebut yang semestinya harus diakomodir dalam Ranperda Nagari,“ kata Buya.
Untuk mengakomodir itu, ia menekankan agar dalam pembahasan Ranperda Nagari juga melibatkan pemerintah dan DPRD kabupaten/kota, sehingga diketahui tradisi lokal yang berlaku dalam sistem pemerintahan adat di nagari-nagari.
“Segala eleman masyarakat dilibatkan dalam pembahasan ini, namun jangan lupa juga untuk melibatkan pemerintahan dan DPRD pada kabupaten dan kota,” katanya. (ant/ivi)