(riaumandiri.co)-Kunjungan Raja Arab Sau-di Salman Bin Abdulaziz Al Saud ke Indonesia 1 Maret 2017, belum memberikan pelajaran yang berarti bagi segelintir rakyat Indonesia. Pada hal kehadiran Raja Salman di Indonesia telah memberikan contoh tauladan bahwa Islam adalah agama yang menghargai perbedaan.
Raja Salman telah memberikan contoh tauladan, sesuai dengan agama Islam yang rahmatan lilalamin, rahmat bagi seluruh alam. Raja Salman tidak saja menghargai sesama pemeluk agama Islam, tapi juga sang raja juga menghargai pemeluk agama lain. Hal itu diperlihatkannya dengan melakukan pertemuan tidak saja dengan para tokoh agama Islam, tapi juga beliau mengadakan pertemuan dengan tokoh tokoh lintas agama yang ada di Indonesia.
Momentum menyalami tuan rumah Daerah Khusus Ibu kota (DKI) Jakarta, Gubernur Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok tentu sebuah simbolik lainnya, yang sama dahsyat dampaknya. Tindakan tindakan simbolik Raja Salman adalah pesan persaudaraan global, meluluh lantahkan eksklusivisme yang dibangun di seputar figur King Salman dan keluarga.
Kunjungan Raja Salman adalah keteladanan yang memberi daya pesan persaudaraan rahmatan lil-alamin yang akan lama membekas, dan dicatat banyak kalangan dan generasi milenial.
Salaman sang raja terhadap Ahok pun, melahirkan berbagai tanggapan. Karena Ahok sedang menjalani persidangan dalam kasus dugaan penistaan agama dan ulama dengan mengutip surat Al Maida ayat 51, ketika Ahok berkunjung kekepulauan seribu dalam rangka kunjungan kerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Pada hal sebelum nya, ketika Ahok menghadiri sidang atas kasus penistaan agama dan ulama yang menjeratnya dipengadilan negeri Jakarta, pada akhir persidangan sebelum meninggalkan pengadilan negeri itu, Ahok sempat mengulurkan tangannya kepada Habib Rizik Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) yang kebetulan menjadi saksi ahli dalam persidangannya.
Habib Rizik menepis uluran tangan Ahok untuk bersalaman dengannya. Dengan alasan haram hukumnya bersalaman dengan orang kapir yang tidak seaqidah dengan Islam. Apa lagi telah melakukan penistaan terhadap agama dan ulama. Akan tetapi tepisan Imam Besar FPI terhadap tangan Ahok yang sempat tertangkap kamera para wartawan, tidak membuat Ahok merasa tersinggung.
Dari salaman dalam penyambutan kedatangan sang raja Arab Saudi dengan Ahok, tentu mempunyai makna yang lain didalamnya. Disaat Ahok mengalamai diskriminasi dari sekelompok orang yang mengatas namakan agama, disaat itu pula sang raja yang dihormati oleh seluruh ummad Islam dunia, dengan rendah hati menerima salaman dari Ahok.
Jabatan tangan Raja Salman dengan Ahok tidak hanya mempresentasikan penghargaan sang raja atas keberagaman dan pluralisme di Indonesia, tapi melainkan lebih dari pada itu. Raja ingin membuktikan bahwa Islam adalah agama yang anti terhadap diskriminasi dan kekerasan. Islam adalah agama Rahmatanlilalamin, yang cinta akan perdamaian dan anti terhadap kekerasan.
Sosok Ahok tentu bukan merupakan hal yang asing bagi Raja Salman, karena menyangkut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang menjadi sorotan dunia Internasional, setelah diwarnai dengan sejumlah aksi unjuk rasa secara besar besaran oleh kelompok-kelompok yang membawa nama agama.
Suatu hal yang mustahil jika Raja Salman tidak mengetahui sosok Ahok, karena sebagaimana biasanya setiap kunjungan kenegaraan sebelum dilakukan kepala Negara atau kepela pemerintahan yang akan mengunjungi Negara yang akan didatanginya, sedikit banyak mereka diberi gambaran oleh protokoler pemerintahannya tentang situasi politik nasional Negara yang akan dikunjungi.
Termasuk dalam kunjungan Raja Salman ke Indonesia. Tentu beliau telah mendapat masukan dari para staf dan Duta Besarnya di Indonesia, tentang situasi politik nasional Indonesia. Dari masukan ini tentu sang raja mengetahui sosok dari pada Ahok.
Tetapi bagi sang raja, dengan menerima uluran tangan Ahok untuk bersalaman dengannya, raja tidak saja menghargai kebinnekaan dan kebersamaan yang tumbuh subur dinegara ini, raja seolah olah ingin mengatakan bahwa Islam menghargai perbedaan. Dengan jabatan tangan ini raja tidak ingin membeda bedakan.
Apa yang dilakukan oleh Raja Salman di Indonesia, menunjukkan bahwa islam itu adalah agama yang damai. Pemimpin Arab Saudi itu tidak menginginkan adanya politisasi terhadap agama. Agama jangan dijadikan sebagai alat justifikasi politik praktis didalam pemerintahan.
Raja Sahman sendiri di negaranya menekankan kepada rakyatnya, pentingnya dialok antar umat beragama. Bahkan Pemerintahannya mendorong terciptanya dialog antar ummat beragama merupakan kebijakandari pemerintahannya.
Hal itu dibuktikan dengan berdirinya Abdul Aziz Center di Wina sebagai fasilitas untuk tujuan tersebut.
Jabat tangan yang dilakukan oleh Raja Salman, terhadap orang orang yang tidak satu aqidah de-ngannya, adalah merupakan keritikan kepada mereka yang anti terhadap perbedaan. Ini membuktikan bahwa sang Raja adalah orang yang tinggi dalam ilmu agamanya, sehingga bisa membedakan antara suatu hal yang punya konstek social, tidak perlu dikotomikan dengan persoalan agama.
Kritikan terhadap anti perbedaan yang disampaikan secara simbolis oleh Raja Salman, belum dapat sepenuhnya merobah sikap individu individu yang mengatas namakan agama. Hal itu terbukti dengan aksi unjuk rasa yang diberi nama 313 pada Jumat 31 Maret 2017, oleh Forum Ummad Islam (FUI). Aksi demo yang dilakukan tidak berbeda jauh dengan aksi aksi demo sebelumnya. Masih berkaitan dengan Pilkada DKI Jakarta dan Ahok.
Akan tetapi untuk aksi kali ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Organisasi Masya Islam terbesar di Indonesia, Said Aqil Siraj menolak aksi demo yang mengatas namakan nama Tuhan. "Jangan bawa nama Tuhan dalam kampanye Pemilihan Gubernur . Kalau Anda tidak senang Ahok jangan pilih dan kalau senang Anies silakan pilih.
Kalau ada yang membahawa nama Tuhan dalam kampanye dan ternyata nantinya yang dikampa-nyekan itu berbuat kesalahan bagaimana jadinya sedangkan nama Tuhan telah dibawa bawa untuk memenangkannya", Selanjutnya dikatakannya " sikap ini bukan karena NU mendukung Ahok tetapi semata mata, karena ketidak setujuannya Tuhan dibawa untuk mengkampanyekan pasangan tertentu ".
Ketua PB NU itupun mempertegas, NU tidak mendukung aksi demo 313. Karena agama tidak boleh dicampurkan dengan politik. Sikap Ketua Umum PB NU itu memperjelas bahwa urusan pemerintahan tidak boleh disangkut pautkan dengan urusan keagamaa. Hal ini bertujuan agar per-satuan dan kesatuan bangsa didalam lingkaran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak terbelah belah.
Marilah kita belajar dari sikap sang raja, dan Ketua PB NU Said Aqil Siraj yang dapat membedakan urusan kenegaraan dengan urusan keagamaan. Demi keutuhan NKRI. Semoga !