JAKARTA (riaumandiri.co)-Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin, merespons pernyataan Presiden Joko Widodo soal pemisahan agama dan politik. Ma'ruf Amin berpendapat, yang dimaksud Presiden Jokowi harus dipisahkan dengan politik adalah, jika pemahaman agama itu bersifat radikal.
"Menurut pemahaman saya, beliau mengatakan ada pemahaman agama yang radikal dan destruktif sehingga dapat terjadi hal-hal yang bertentangan dan keresahan di masyarakat," ujar Ma'ruf Amin di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (30/3).
"Kalau pemahaman agama yang radikal kan memang menimbulkan masalah bangsa," kata dia. Namun, menurut Ma'ruf Amin, berbeda dengan pemahaman agama yang moderat. Pemahaman seperti itu justru dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan persoalan bangsa dan negara.
Pemahaman agama yang moderat ini, lanjut Ma'ruf, tampak pada dua organisasi Islam besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
"NU misalnya menyelesaikan Islam dan Pancasila, masalah hubungan dengan non-Muslim. Semua diberi landasan-landasan keagamaan. Nah kalau itu sebenarnya antara politik dan agama menjadi saling menopang," ujar Ma'ruf Amin.
Sebelumnya, komentar itu juga ditanggapi pakar politik dan hukum tata negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf. Pasalnya, Indonesia yang mayoritas rakyatnya beragama Islam, sudah pasti akan mengimplimasikan ajaran agamanya pada setiap aspek kehidupan, termasuk politik.
“Kalau kita merujuk pada ajaran agama, jangankan politik, menggunting kuku saja sudah diatur,” ujarnya.
Warlan menyatakan, sudah kesalahan mendasar jika memisahkan politik dan agama. “Kalau tidak, ya sekularisme itu namanya,” tegas Warlan.
Menurut Warlan, banyak istilah dan nilai-nilai agama yang dipakai dalam ketatanegaraan. Seperti, sikap kejujuran, adil dan musyawarah. “Kalau bukan nilai agama, nilai Alquran. Itu apa dong?” ucap Warlan.
Pernyataan Presiden Jokowi bahwa agama dan politik harus dipisahkan dilontarkan di sela kunjungan kerja di Kelurahan Pasar Baru Gerigis, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, pada Jumat (24/3) lalu.
Awalnya, Presiden berpesan seluruh rakyat Indonesia harus menjaga kerukunan. Jangan sampai ada pertikaian gara-gara perbedaan suku atau agama.
"Inilah yang harus kita hindarkan. Jangan sampai dicampuradukkan antara politik dan agama. Dipisah betul sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," ujar Jokowi ketika itu. (bbs/rol/kom/sis)