Pada suatu hari saya membaca al-Quran Surat al-Nur: 31: “Katakanlah kepada perempuan beriman: "hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau perempaun-perempuan Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Selanjutnya pada ayat ke-60 dinyatakan: “dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.”
Setelah membaca kedua ayat tersebut, secara spontan terlintas pertanyaan sedikit “nakal” dalam pikiran saya kenapa Tuhan sampai mengatur tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan (isteri) berpakaian dalam kitab suci. Padahal bukankah pakaian sesuatu yang bersifat sangat personal (privasi) dan merupakan hal yang biasa (lazim) dan sederhana. Tidak perlu rasanya diatur secara spesifik dalam al-Quran. Akan tetapi setelah merenung lebih jauh, saya menemukan jawaban bahwa persoalan pakaian khususnya bagi perempuan ini rupanya merupakan sesuatu yang sangat penting karena menyangkut “kehormatan” dan “jaminan keamanan” untuk mereka.
Allah swt melalui firman-Nya ingin agar kaum perempuan itu senantiasa berada pada posisi terhormat (dimuliakan) dan terpelihara dari gangguan laki-laki yang “nakal” dan berniat buruk terhadap mereka.
Perempuan adalah makhluk Tuhan yang paling indah dan menawan. Yang keberadaannya selalu mengundang perhatian dan decak kagum kaum laki-laki. Setiap laki-laki normal sudah tentu senang memandang kaum perempuan. Pada dasarnya kesenangan terhadap perempuan ini adalah fitrah manusia (Q.S.Ali Imran: 14). Akan tetapi bagaimana ekpresi kesenangan kaum laki-laki dalam memandang (bersikap terhadap) kaum perempuan itu berbeda-beda tingkatannya. Ada yang sekedar menikmatinya saja, adapula yang memandangnya penuh syahwat sehingga selalu terbayang-bayang dalam pikirannya, dan adapula yang sampai punya niat buruk terhadapnya.
Oleh karena itu, Allah swt Yang Maha Tahu akan watak manusia dengan segala kelemahannya, berusaha memberikan tuntunan tentang bagaimana seharusnya kaum perempuan itu berpakaian dengan cara tidak menampakkan perhiasaan yang ada padanya baik perhiasan yang melekat pada tubuhnya (berupa bentuk atau lekuk tubuhnya) maupun perhiasan yang dipakainya. Dan menutup kerudung hingga ke dadanya. Tentu saja kepada “laki-laki asing dewasa” yang bukan suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Karena orang-orang yang disebutkan sebagai pengecualian sebelumnya tentu saja tidak memiliki “pikiran kotor” dan niat buruk terhadapnya.
Beda halnya dengan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), diberikan keringanan atas mereka untuk menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan tetap berlaku sopan. Keringanan ini diberikan karena memang bagi kaum laki-laki memandang perempuan-perempuan tua jauh berbeda perasaan mereka dengan memandang perempuan-perempuan muda atau yang masih gadis.
Dengan demikian, etika berpakaian bagi kaum perempuan sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya, tidaklah mengandung maksud mengekang kebebasan kaum perempuan untuk berekspresi tapi lebih kepada upaya pemeliharaan agar mereka tetap terhormat (dimuliakan) dan terhindar dari niat buruk kaum laki-laki “yang nakal” dan para hidung belang (pemangsa kaum perempuan). Wallah A’lam***