Dili (riaumandiri.co)-Pemilihan presiden Timor Leste digelar Senin (20/3). Sedikitnya 1,2 juta warga akan menggunakan hak suaranya untuk memilih presiden baru, menggantikan Presiden Timor Leste Taur Matan Ruak.
Seperti dilansir media Australia, news.com.au dan Sydney Morning Herald, kemarin, warga Timor Leste mendatangi tempat-tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilih mereka. Antrean bahkan terpantau di beberapa tempat pemungutan suara.
Ada delapan kandidat yang akan berkompetisi untuk merebut suara warga. Salah satunya adalah Francisco 'Lu-Olo' Guterres, pemimpin Partai Fretilin dan juga mantan ketua parlemen yang dijagokan menang, setelah mendapat dukungan pahlawan kemerdekaan Timor Leste, Xanana Gusmao. Gusmao juga merupakan Presiden Timor Leste yang pertama dan Perdana Menteri ke-4 negara itu.
Pemilihan presiden ini merupakan yang pertama di Timor Leste setelah pasukan penjaga perdamaian PBB mengakhiri misinya pada tahun 2012. Tahun ini, otoritas Timor Leste menggelar pemilu tanpa bantuan PBB. Mereka berupaya mengatasi persoalan penyaluran logistik hingga ke tempat pemungutan suara yang ada di area terpencil, tanpa bantuan helikopter PBB.
Para pengamat menyebut hasil pilpres kali ini, kemungkinan besar akan memperkuat stabilitas di negara termuda di Asia, yang perekonomiannya bergantung pada sektor minyak ini. Pilpres ini juga menjadi penting bagi masa depan demokrasi di negara ini.
Sydney Morning Herald melaporkan, antrean panjang terlihat di sebagian besar tempat pemungutan suara, meskipun ikut pilpres bukan hal wajib di Timor Leste. Warga menggunakan segala macam cara untuk mencapai tempat pemungutan suara, mulai naik kuda, menumpang kapal hingga berjalan berkilo-kilometer melintasi jalan pegunungan.
"Saya sangat senang... sebagian besar dari delapan kandidat adalah pria-pria yang baik yang bisa membantu negara saya," ucap Mateus Lucas (49) yang merupakan ayah dari tiga anak. Lucas menggunakan hak suaranya di tempat pemungutan suara yang ada di salah satu sekolah di ibu kota Dili.
"Saya memilih di tengah ketakutan pada tahun 1999, tapi sekarang saya bebas memilih siapa saja yang saya sukai," imbuhnya, merujuk pada referendum Timor Leste yang diinisiasi PBB tahun 1999.
Damien Kingsbury dari Deakin University, Victoria, Australia yang memimpin delegasi 26 pemantau pemilu asal Australia, menyebut Timor Leste memperlakukan pemilihan presiden nyaris seperti 'tugas sakral'. "Mendatangi desa-desa, Anda melihat orang-orang antusias mengantre untuk memilih dan kemudian mereka kembali ke desa masing-masing untuk merayakan pemilu yang kemudian berubah menjadi festival sehari," sebutnya.
Selain Guterres, kandidat lainnya yang menonjol adalah politikus sekaligus Menteri Pendidikan, Antonio da Conceicao dari Partai Demokrat Timor Leste.
Conceicao mendapat dukungan Partai Pembebasan Rakyat (PLP) yang baru terbentuk dan menaungi Taur Matan Ruak alias Jose Maria de Vasconcelos, Presiden Timor Leste saat ini. Vasconselos tidak men calonkan diri kembali dan diprediksi akan maju pada pencalonan Perdana Menteri pada Juli mendatang.
Terdapat sedikitnya 744.613 pemilih terdaftar dari total populasi 1,261 juta jiwa di Timor Leste. Presiden Timor Leste terpilih berdasarkan suara mayoritas dalam pemilu, biasanya dalam dua putaran, untuk kemudian menjabat selama 5 tahun ke depan. (smh/dtc)