JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) – Ketua Fraksi PKS di MPR Tifatul Sembiring menilai pelaksanaan Pilkada bukanlah persoalan utama di negeri ini, termasuk Pilkada DKI Jakarta. Tetapi di Jakarta menjadi heboh karena ada penista agama dan keberpihakan penguasa pada pasangan calon tertentu.
“Isu Pilkada itu sebentar dan pada titik puncaknya sepekan hilang, kalau Pilkada ini normal. Tetapi ini karena ada bumbu penistaan dan sebagainya. Ini juga saya sampaikan kepada Kapolri dalam rapat komisi III,” kata Tifatul dalam diskusi empat pilar, di Komplek Parlemen Senayan, Senin (13/3).
Bahkan, ulas Tifatul, semua apapun yang terkait, termasuk terorisme dan sebagainya di kaitkan dengan ini, seperti Ustadz Bachtiar Nasir diperiksa polisi terkait pajak. “Saya sudah sampaikan, kalau orang (mau) usut soal pajak, kita semua pasti kena,” kata Tifatul.
Tifatul kembali mengatakan, kalau pelaksanaan Pilkada berjalan normal, tidak serami yang terjadi di di Jakarta sekarang ini. “Karena orang tersinggung menjadi ramai. Bahkan demo-demo di seluruh Indonesia yang tidak ada kaitannya dengan Pilkada DKI,” ujarnya.
“Semestinya pilkada DKI ya DKI saja yang ribut, tapi ini lintas pulau lintas kota, lintas provinsi. Bahkan entah apa urusannya orang di Islamabad di sana, di Pakistan, demo juga anti Ahok. Mereka kenal gak Ahok itu siapa. Jadi ini karena ada kembang-kembangnya, tetapi kalau normal-normal saja atau biasa selesai sepekan,” ulas Tifatul.
Satu lagi catatan Tifatul dalam pilkada DKI yaitu sikap penguasa yang berpihak kepada pasangan calon tertentu. “Selama penguasa negeri ini gak berpihak itu akan aman-aman saja, tapi karena ada keberpihakan. Contohnya, misalnya Ahok bebas, Habib Riziq dipenjara, kira-kira bisa di simulasikan ga? Saya tidak tahu dan kalau ini terjadi, bapak Ahok bebas, Ustadz Bachtiar Nasir dan lainnya ditahan, kira-kira bagaimana”, kata Tifatul mempertanyakan.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB MPR Abdul Kadir Karding menilai, Pilkada DKI hampir menguras seluruh energi bangsa ini, baik masyarakat sipil maupun para penguasa terkuras bicara soal Pilkada DKI. Padahal di daerah lain juga ada Pilkada.
“Sebenarnya menurut saya sudah tidak proporsional. DKI itu urusan DKI mengapa orang Palu , Sulsel, Sumatera ikut-ikutan. Munkin ini terjadi karena ada isu soal keagamaan muncul. Tetapi demokrasi menurut saya harus kita belajar di sana untuk memilah dan memilih isu-isu berdasarkan proporsionalitasnya,” jelas Karding.
Dikatakannya, jangan sampai Pilkada-Pilkada yang lain tidak dianggap oleh demokrasi gara-gara Pilkada DKI. “Kan sama kwalitasnya yaitu memilih pemimpin dan sama pentingnya bahwa pemimpin itu harus dipilih karena itu orang menjadi pemimpin untuk kemaslahatan umat,” jelasnya.
Sedang Pakar kumunikasi Efendi Ghazali menilai, pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta, tidak bertentangan dengan konstitusi, termasuk orang mengajak orang lain untuk memilih berdasarkan agama. “Tidak bertentangan dengan konstitusi kalau orang mengajak untuk memilih berdasarkan agama,” ujarnya.
Kemudian dia mengaitkan dengan 4 pilar yang menurutnya mungkin secara konstitusional, seseorang boleh mengatakan, bahkan Menteri Agama juga pernah mengatakan, mengajak mari memilih dengan agama masing-masing.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 14 Maret 2017
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang