Merindukan Pemimpin Sejati

Selasa, 24 Februari 2015 - 09:38 WIB
ILUSTRASI.

Gonjang-ganjing Undang-undang Pilkada Tahun 2014 yang telah menyita perhatian publik berakhir sudah, seiring dengan disahkannya Perppu Pilkada No 1 Tahun 2014 menjadi Undang-undang No 1 Tahun 2015. Maknanya Pilkada kembali dilakukan secara langsung dan dilakukan serentak di berbagai daerah di Indonesia. Untuk Riau sendiri, Pilkada serentak akan dilakukan di sembilan kabupaten/kota. Itu artinya akan ada sembilan pemimpin baru di tanah Melayu ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pemimpin adalah orang yang memimpin, artinya orang yang diberikan tugas untuk memimpin. Pemimpin adalah pelindung bagi rakyat dalam makna yang komprehensif, bukan hanya administratif. Untuk itu pilkada serentak yang akan datang diharapkan mampu melahirkan pemimpin sejati daerah, sehingga daerah menjadi sumber energi kebangkitan Indonesia. Apalagi lahirnya Undang-undang Desa semakin menyentak kesadaran publik bahwa rakyat yang mengharapkan sentuhan langsung pemimpin itu, ada di desa.

Pertanyaan yang selalu menggelitik publik adalah, sejauh mana respons pemimpin terhadap persoalan yang dihadapi rakyatnya. Selama ini pemimpin seolah menjadi dirinya sendiri yang asyik masuk dengan kepentingan politik. Sehingga memunculkan pertanyaan di benak publik tentang benarkah pemimpin sejati itu ada pada masa kini? Atau hanya cerita di lipatan sejarah tempo dulu yang tak mungkin menginjak bumi kekinian? Untuk menjawabnya, minimal ada empat karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin sejati.

Pertama, jujur. Artinya seorang pemimpin haruslah memiliki sifat jujur dalam dirinya. Sifat ini tidak bisa lahir dalam hitungan masa kampanye, tapi lahir melalui pergulatan kehidupan batiniah dengan sang khalik. Orang jujur akan memahami makna setiap laku dalam hidupnya. Dalam konteks kepemimpinan sekarang memiliki akuntabilitas terhadap apa yang dilakukannya. Pemimpin yang jujur tidak hanya baik pada masa kampanye dengan janji-janji manis kepada rakyat. Tapi setelah menjabat lupa kepada rakyat, lupa kepada janjinya sendiri. Seorang pemimpin yang jujur memaknai kehidupan sebagai teras pengabdian kepada rakyat untuk memperoleh berkah dari sang khalik.

Kedua, amanah. Artinya pemimpin yang sejati melakukan tanggungjawabnya dengan maksimal. Dan meyakini, bahwa apa yang dilakukannya akan dimintai pertanggungjawaban oleh rakyat dan oleh yang menciptakan rakyat. Sehingga akan muncullah sikap berhati-hati dalam menunaikan amanah rakyat dan meyakini bahwa dia menjadi pemimpin karena dipilih oleh rakyat dan dikehendaki sang pencipta. Bukan karena modal atau  kapital yang dimiliki dan juga bukan karena lihainya dalam berpolitik. Alhasil, pemimpin yang amanah akan meletakkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi maupun politiknya  Ken Blanchard menyebutnya dengan kepemimpinan yang melayani. Pemimpin yang kebijakannya hanya berorientasi untuk kebaikan semua rakyat. Pemimpin yang amanah akan malu hidup bermewah-mewah sementara rakyatnya bergelimang penderitaan.

Ketiga, kecerdasan, artinya pemimpin haruslah memiliki kecerdasan sehingga akan mudah dalam mengelola organisasi dan melahirkan keputusan berdasarkan objektivitas yang dipimpin. Cerdas bukan dalam konteks memanipulasi kebijakan seolah-olah untuk rakyat, tapi sejatinya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Pemimpin sejati haruslah memiliki kecerdasan dalam makna yang lebih luas, tidak hanya dalam kotak-kotak intelligence quotient (IQ), emotional quotient (EQ) tapi juga spritual quotient (SQ). Dan semuanya tertuang dalam bentuk kebijakan yang berorientasi mensejahterakan rakyat secara lahir dan batin.

Keempat, menyampaikan informasi yang sesungguhnya kepada rakyat. Artinya informasi-informasi yang memang seharusnya publik tahu, bukan informasi yang menjadi rahasia negara yang apabila disampaikan menimbulkan kegaduhan dan kekacauan. Dalam kondisi sekarang misalnya informasi tentang pembangunan dan alokasi penggunaan anggaran keuangan daerah harus disampaikan ke publik, bukan kepada segelintir orang yang memiliki kedekatan dengan pemimpin. Dan juga mengajak masyarakat yang dipimpinnya untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Maknanya masyarakat merasa memiliki daerah  serta merasakan kehadiran pemimpin.

Menilik keempat karakter tersebut sesungguhnya adalah tipikal ideal pemimpin yang diharapkan rakyat. Perasaan rindu sesungguhnya hadir setelah sekian lama gejolak itu tak tertunaikan. Rindu akan sosok pemimpin sejati yang berkarakter profetik dan benar-benar hadir dalam setiap denyut kehidupan rakyat. Setakat ini, rakyat masih disuguhkan dengan tipikal pemimpin birokrasi atau administrasi bukan pemimpin sejati. Sehingga rakyat tidak merasakan kehadiran ruh pemimpin dalam kehidupannya. Pemimpin hanya dirasakan oleh rakyat ketika mengurus administrasi kependudukan seperti KTP dan dalam gegap gempita kampaye Pilkada dengan ribuan janji yang menghipnotis rakyat. Dan selanjutnya setelah terpilih,  rakyat dibiarkan hidup sendiri seolah tidak ada pemimpin. Wallahu’alam.

Pemerhati sosial politik.
 

Editor:

Terkini

Terpopuler