(riaumandiri.co)-Akhirnya, Tanah Air Indonesia kembali dikunjungi oleh Raja Arab Saudi. Kunjungan ini terasa amat bersejarah, mengingat sudah 47 tahun lamanya Raja Arab Saudi tidak mengunjungi negeri ini. Apalagi, kunjungan Raja Salman kali ini terbilang cukup lama, yakni 1 sampai 9 Maret, dan membawa delegasi besar yang berjumlah 1.500 orang, termasuk 10 menteri dan 25 pangeran, serta sejumlah pengusaha.
Menilik lamanya Raja Salman berkunjung dan besarnya delegasi yang menyertainya melahirkan sejum lah pertanyaan. Benarkah kunjungan ini sekedar kunjungan balasan, atas kunjungan Presiden Jokowi tahun 2015 lalu?, atau ada motivasi lain?. ataukah kunjungan ini adalah keberhasilan lobi politik Jokowi yang membuat mata Raja Salman terbuka untuk melirik Indonesia?. Semua pertanyaan itu bisa saja menyelimuti alasan kunjungan Raja Salman.
Raja Salman
Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud adalah Raja Arab Saudi ketujuh dan pernah menjabat sebagai Gubernur Riyadh selama 48 tahun, dari tahun 1963 sampai 2011. Dia juga pernah menduduki Menteri Pertahanan pada tahun 2011 dan menjadi Putera Mahkota pada tahun 2012. Salman diangkat sebagai Raja Arab saudi pada 23 Januari 2015 setelah meninggalnya Raja Abdullah. Kepemimpinan Raja Salman tidak diragukan lagi.
Hal ini terlihat dari kemajuan Kota Riyadh. Cara pandang kepemimpinannya pun berbeda dengan pendahulunya Raja Abdullah. Ia dipandang lebih religius, adil dan memahami kondisi bangsany,a serta politik ekonomi global.
Sikapnya yang meninggalkan Obama dan Michelle ketika azan berkumandang dipandang sebagian orang sebagai sikap pemimpin Islam sejati. Demikian juga dengan memberikan bonus kepada pegawai kerajaan dan menghukum keluarga kerajaan yang melanggar hukum.
Naiknya Raja Salman sebagai Raja sejatinya dalam situasi ekonomi domestik dan politik Timur Tengah yang tidak bersahabat. Ekonomi Arab Saudi yang selama ini mengandalkan pemasukan dari minyak sedikit terganggu akibat turunnnya harga minyak dunia. Bahkan menurut laporan IMF pada tahun 2016 saja, Arab Saudi mengalami inflasi 4 persen dan juga untuk pertama kalinya dalam sejarah Arab Saudi menerbitkan obligasi untuk mendongkrak ekonominya.
Melihat kondisi harga minyak dunia yang turun inilah Pemerintahan Raja Salman membuat semcam terobosan baru yang dikenal dengan nama Visi Ekonomi Arab Saudi 2030. Dalam visi ini diutarakan bagaimana Arab Saudi sedang beralih untuk tidak bergantung selamanya kepada harga minyak. Usaha tersebut salah satunya dilakukan dengan penguatan investasi non minyak dan di luar negeri. Kenapa Raja Salman melihat Asia terutama Indonesia untuk menjalankan Visi 2030 nya?. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan geo politik dan ekonomi dunia saat ini.
Selama ini fokus pengembangan investasi Arab Saudi lebih dominan dengan dunia Barat dan Eropa. Dan untuk Asia tergolong kecil, bahkan realisasi investasi Arab Saudi untuk Indonesia pada tahun 2016 saja, sebagaiman laporan Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), hanya Rp 900 ribu dolar AS atau sekitar Rp 11,9 miliar.
Sebuah angka yang sangat kecil bila dibandingkan dengan kekayaan yang dimiliki Arab Saudi. Situasi ekonomi dan politik dunia ini dipahami betul oleh Raja Salman, makanya ia melakukan terobosan besarnya dalam kunjungannya ke Indonesia.
Jokowi
Presiden Indonesia yang ke-7 ini punya nama lengkap Joko Widodo. Awalnya ia bukanlah putera mahkota layaknya Raja Salman. Ia memulai karirnya sebagai pengusaha dan menyeberang ke dunia politik. Awal karir politiknya bermula ketika terpilih menjadi Wali Kota Surakarta (Solo), sejak 28 Juli 2005 sampai 1 Oktober 2012.
Kesederhanaan dan tipikal fisiknya dianggap sebagai refresentasi rakyat kebanyakan, membuat Jokowi cepat popular dan mendapat tempat di hati rakyat dan akhirnya terpilih menjadi Presiden Indonesia dan dilantik pada 20 Oktober 2014. Kesamaannya dengan Raja Salman adalah sama-sama pernah menjabat Gubernur Ibu Kota negara. Raja Salman Gubernur Riyadh sedangkan Jokowi Gubernur DKI Jakarta.
Kepemimpinan Jokowi juga berbeda dengan pendahulunya. Dalam menjalankan kebijakannnya ia mengeluarkan konsep Revolusi Mental dengan mengedepankan slogan kerja, kerja dan kerja. Terobosan ini bagi sebagian pihak melihatnya berhasil dalam mengatur jalannya birokrasi dan ekonomi. Terbukti Indonesia bisa mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen. Dalam bidang politik, Jokowi juga dianggap bisa “menaklukkan” partai-partai politik yang awalnya berseberangan dan membawa mereka masuk dalam bahtera besar Jokowi. Seperti Golkar, PPP dan PAN. Hanya saja dalam berbagai kebijakannya dan “gestur” poli tiknya dianggap kurang berpihak kepada Islam yang nota bene sebagai penghuni mayoritas negeri ini.
Investasi
Untuk meningkatkan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi domestik Jokowi terus menarik investasi asing terutama dari Tiongkok. Kuatnya dominasi Tiongkok sungguh terasa sekali di era pemerintahan Jokowi. Buktinya berbagai proyek-proyek besar dilakukan oleh Tiongkok. Kuatnya kecendrungan pemerintah kepada Tiongkok melahirkan kerisauan bagi masyarakat. Terutama terkait tenaga kerja yang dibawa oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok ke Indonesia. Kemudia disusul dengan banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal asal Tiongkok yang bekerja di Indonesia. Kekhawatiran sebagian rakyat ketika dominasi Tiongkok itu akan menggangu harmonisasi kehidupan di masyarakat. Sebab, bukan rahasia umum lagi, ekonomi Indonesia sendiri pun dikuasai oleh WNI keturunan. Kini penguasaan ekonomi itu ditambah lagi oleh hadirnya investasi besar-besaran dari Tiongkok, sehingga kerisauan itu bertambah-tambah, apalagi ideologi Tiongkok adalah komunis dan penganut ideologi komunis sendiri pernah mencatatkan sejarah hitam di Indonesia.
Investasi
Investasi adalah jalur cepat dalam menumbuhkan perekonomian sebuah negara. Baik bagi negara yang berinvestasi maupun negara tempat investasi. Hal ini menurut penulis disadari secara penuh oleh Raja Salman dan Jokowi. Untuk itu, kelihaian untuk mengajak dan me yakinkan negara luar berinvestasi adalah penting. Dan tentunya juga negara yang akan melakukan investasi tidak hanya sekedar tergiur pengaruh ajakan dan peluang keuntungan, namun juga punya alasan sendiri, termasuk alasan di luar alasan ekonomi.
Sebuah hal yang mustahil bahwa setiap kebijakan ekonomi dunia saat ini tidak dibalut dengan politik. Hanya saja hal tersebut tidak semudah mem baca alasan ekonomi. Kepentingan politik Arab Saudi yang sekarang dilihat sebagian pengamat politik sudah kehilangan kendali di Timur Tengah menjadi alasan juga untuk mengembangkan dan menguatkan ekonominya lewat sejumlah investasi di Asia, terutama Indonesia. Dan juga dipandang sebagai usaha “ menghadang” dominasi ekonomi Tiongkok di Indonesia.
Walau bagaimanapun juga Indonesia adalah “saudara kandung” Arab Saudi yang terpisah secara geo grafis dalam konsep negara bangsa. Sebagai saudara sesama muslim apalagi Indonesia tercatat sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar dunia, sudah seharusnya mendapatkan perhatian besar Arab Saudi. Kendati kunjungan ini dibalut investasi, namun seperti halnya dalam Islam, investasi yang dilakukan hendaknya investasi yang saling menguntungkan, apalagi tempat berinvestasi sekarang adalah saudara yang sudah lama tidak dikunjungi. Wallahu’alam.
Penulis:Pemerhati Politik, Alumnus Pascasarjana UKM Malaysia