(riaumandiri.co)-Pendidikan karakter mutlak diperlukan dan dilaksanakan pada abad 21 sebagai langkah kuratif dan patologi sosial di masyarakat, namun langkah preventif guna pembentukan karakter baik (good character) dari setiap peserta didik belum efektif digunakan dalam pendidikan karakter. pembelajaran berbasis nilai dan moral dalam pembelajaran pendidikan karakter dipandang mampu membentuk untuk mewujudkan pembentukan good character.
Pendidikan karakter pada abad 21 sesungguhnya merupakan proses pemberdayaan (empowering) potensi peserta didik proses humanisasi (humanizing), dan proses pembudayaan (civilizing), pembelajaran pendidikan yaitu pembelajaran penanaman nilai, berbasis perkembangan penalaran moral, analisis nilai dan project citizen, efektif digunakan membantu peserta didik mengembangkan kompetensi menjadi warga negara yang baik (good citizen), serta pendekatan keteladanan, berbasis kelas, kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler, kultur kelembagaan dan kultur akademik, berbasis komunitas, dan dukungan kebijakan pendidikan yang relevan dapat membantu peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah sosial.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, mulai dari PAUD sampai perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof, Muhammad Nuh, pembentukan perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas diera kepemimpinan Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) ini, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang, ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa. Mendiknas mengungkapkan hal ini saat berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasajana Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan (Unimed), Sabtu (15/4/2010).
Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses mengahapal materi soal ujian dan teknil-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan, pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, karekter tidak terbentuk secara instan, tetapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.
Globalisasi yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di yang Era amat pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi, telah mengubah dunia seakan-akan menjadi kampung dunia (global village). Dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian itu berdampak pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di samping itu, dapat pula mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tindakan seluruh masyarakat Indonesia. Fenomena globalisasi telah menantang kekuatan penerapan unsur-unsur karakter bangsa (Budimansyah, 2010: 9). Membangun keberadaan bangsa yang berkarakter pada abad 21 merupakan conditio zine quo non bagi Bangsa Indonesia. Hal ini diwujudkan jika setiap warga negara Indonesia sebagai pendukung utama peradaban memiliki karakter bangsa yang luhur dalam rangka membangun keberadaban bangsa (Sukadi, 2010: 79).
Walaupun sudah diselenggarakan melalui berbagai upaya, pembangunan karakter bangsa belum terlaksana secara optimal dan pengaruhnya terhadap pembentukan karakter baik (good character) warga negara belum cukup signifikan
Dalam tujuan Pendidikan Nasional sesunggnya sudah memiliki kandungan nilai-nilai karakter yang sangat kaya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi institusi pendidikan dan para pendidik bagaimana menerjemahkan tujuan Pendidikan Nasional tersebut menjadi strategi, model, dan pendekatan pembelajaran hingga secara efektif mampu menumbuhkan nilai-nilai karakter yang dicita-citakan.
A. Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada abad 21 sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari program pendidikan pada umumnya. Karena itu, untuk memahami makna pendidikan karakter tidaklah bisa dilepaskan dari makna pendidikan itu sendiri. Landasan Pendidikan Nasional Indonesia sesungguhnya adalah pembentukan karakter kehidupan berbangsa. Demikian pula dengan berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman jelas menunjukkan bahwa jiwa atau roh pendidikan Nasional itu sesungguhnya pembentukan karakter atau kepribadian bangsa Indonesia yang bersumber dan nilai-nilai agama, nilai-nilai luhur kebudayaan asional, dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam pertumbuhan dan perkembangan jaman.
Menurut Koesoema (2010:115) roh pendidikan karakter dapat menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi pendidikan karakter dapat memacu dan meningkatkan kemampuan intelektual dan akademis, di sisi lain pendidikan karakter menjadi usaha pemertahanan dan pengembangan kapasitas moral peseta didik. Kedua kekuatan ini menjadi idealisme pendidikan agar dapat mengarahkan peseta didik semakin mampu mengembangkan ketajaman intelaktual dan integritas diri sebagai pribadi yang memiliki karakter kuat. Demikian pula pendidikan tanpa jiwa dan spirit yang jelas dalam bentuk pendidikan karakter diyakini akan dapat menjadi bumerang bagi kepentingan kemanusiaan itu sendiri.
Hal ini sangat jelas dinyatakan oleh Mahatma Gandhi bahwa pendidikan tanpa basis karakter adalah salah satu dosa yang fatal, Theodore Roosevelt juga pernah menyatakan bahwa: “to educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society (Williams dan Megawangi, 2010).
Sesungguhnya pendidikan karakter adalah proses perbedaan (empowering) potensi peserta didik proses humanisasi (humanizing), dan proses pembudayaan (civilizing). Sebagai proses pemberdayaan, pendidikan karakter pada dasarnya adalah usaha sadar untuk memberdayakan dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Proses ini juga memberdayakan peserta didik sebagai makhluk yang menyadari memiliki sejumlah potensi dan menyadari keterbatasannya dengan cara knowing the what and knowingthe why; appreciate mean and end; dan experincing, acting, and behaving. Pendidikan karakter juga bukanlah proses pengajaran yang bersifat transfer informasi semata. Pendidikan karakter juga bukanlah proses penanaman nilai-nilai belaka.
Di sisi lain, potensi-potensi itu bisa dimanifestasikan dalam bentuk multi kecerdasan: pengetahuan fisik, kinestetik, emosional sosial, intelektual, moral, estetis, dan spiritual. Yang lain lagi berusaha mewujudkan potensi-potensi itu dan segi: learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together, dan learning to obey God Almighty. Kesadaran yang lain dapat mengintegrasikan potensi-potensi: kemampuan berpikir yang baik dan benar, berkata-kata yang baik dan benar, dan berbuat yang baik dan bijaksana. Yang lainnya lagi dapat pula diintegrasikan antara kemampuan, kepribadian, dan skills atau keterampilan.
B. Pendekatan Pendidikan Karakter
Sukadi (2011: 101) menyatakan bahwa pendidikan karakter mengambil aspek yang dominan dan utama dalam pelaksanaan program pendidikan. Demikian pula pendidikan karakter mengambil domain yang terdalam dan kompleks dalam pengembangan kompetensi manusiawi. Sangatlah tidak mudah, karena itu, untuk melakukan dan mengembangkan satu pendekatan pendidikan karakter yang efektif dan efisien. Tidak seperti pendidikan bidang studi atau mata pelajaran yang bersifat kognitif atau keterampilan tertentu yang umumnya bisa efektif dilaksanakan melalui pendekatan pembelajaran bidang studi tertentu, pendidikan karakter yang cenderung utuh mengintegrasikan domain-domain kemampuan kepribadian, dan keterampilan agak sulit dijamin efektivitasnya jika dibelajarkan melalui mata pelajaran karakter yang berdiri sendiri.
Ada beberapa pendekatan pendidikan karakter yang mungkin dilaksanakan di sekolah atau perguruan tinggi dengan menggunakan beberapa pendekatan yang telah disebutkan di atas, yaitu; pendekatan keteladanan, pendekatan berbasis kelas, pendekatan kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler, pendekatan kultur kelembagaan dan kultur akademik, pendekatan berbasis komunitas, dan dukungan kebijakan pendidikan yang relevan.
Penulis adalah Tenaga Pendidik Paud Kabupaten Kampar