JAKARTA (riaumandiri.co)-Temuan mencengangkan diungkapkan dalam laporan yang disusun Oxfam Indonesia bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID). Dalam laporan tersebut, Oxfam dan INFID menunjukkan kenyataan betapa mengejutkan tentang ketimpangan yang terjadi di Indonesia.
Salah satunya, kekayaan empat orang terkaya di Tanah Air, dinilai setara dengan kekayaan 100 juta orang miskin di Tanah Air.
Dalam laporannya itu, kedua organisasi itu menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil dan berimbang. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi yang baik itu tidak diimbangi dengan distribusi pendapatan yang merata.
Dalam 20 tahun terakhir, jurang antara orang kaya dan miskin di Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Indonesia berada di enam peringkat terbawah dunia dalam hal ketimpangan. Harta dari 4 orang terkaya Indonesia setara dengan gabungan dari harta 100 juta orang miskin di Indonesia.
"Oxfam dan INFID mengapresiasi komitmen dan upaya yang telah dilaksanakan pemerintah sejauh ini untuk mengatasi masalah ketimpangan. Kami berharap laporan ini akan mendukung pesan betapa penting dan mendesaknya mengurangi ketimpangan," ujar Juru Bicara Oxfam Indonesia, Dini Widiastuti, di Jakarta, Kamis kemarin.
Lantas, berapa harta 4 orang terkaya Indonesia saat ini? Menurut laporan Forbes yang dirilis Desember 2016, total harta 4 orang terkaya di RI mencapai US$ 35,5 miliar.
Sementara dari data yang dikutip dari Forbes, Desember 2016 lalu, nilai kekayaan dari 50 orang terkaya di Indonesia di tahun ini adalah US$ 99 miliar atau Rp1.336 triliun. Angka itu mengalami kenaikan dari tahun lalu US$ 92 miliar atau Rp1.242 triliun.
Dari 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes, empat teratas adalah R. Budi dan Michael Hartono (Pemilik Group Djarum) dengan harta US$ 17,1 miliar atau sekitar Rp 230 triliun, disusul Susilo Wonowidjojo dan Keluarga (Pemilik Gudang Garam) harta US$ 7,1 miliar, atau sekitar Rp 95,8 triliun dan di posisi ketiga Anthoni Salim dan Keluarga (Pemilik Salim Group), harta US$ 5,7 miliar, atau sekitar Rp 76,9 triliun serta di posisi keempat Eka Tjipta Widjaja dan Keluarga (Pemilik Sinar Mas), harta U$ 5,6 miliar, atau sekitar Rp 75,6 triliun.
Tak Percaya
Namun, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, tak percaya dengan laporan soal harta 4 orang terkaya di Indonesia setara 100 juta orang miskin. Menurut Darmin, laporan tersebut perlu diklarifikasi kembali kebenarannya.
"Datanya kok gawat bener," kata Darmin di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/2).
Darmin mengaku, ketimpangan Indonesia memang memburuk, namun tidak seburuk seperti yang dilaporkan oleh Oxfam dan INFID. Sebab, pada periode 2015-2016 gini rasio Indonesia mengalami perbaikan.
"Ya gini rasio kita tahun 2015-2016 itu baik walaupun kecil. Ya kalau dikatakan 1% saja di situ saya baca, 1% penduduk Indonesia menguasai 40 ya terserahlah 50% ya kan, ya mungkin itu, tapi kalau dibilang 4 orang menguasai 100 juta, itu 40% lho itu. Bertentangan dengan angka yang diinikan sendiri (gini rasio)," tambahnya.
Dengan begitu, kata Darmin, 4 orang yang kekayaannya setara dengan 100 juta orang miskin di Indonesia perlu diklarifikasi kembali mengenai kebenarannya.
"Ya itu saya kira perlu klarifikasi lah. Kita sepakat bahwa ketimpangan itu 0,394, dan memang kita sedang menyiapkan serangkaian untuk memperbaiki," ungkapnya.
"Kalau dibilang 1 persen penduduk kita kuasai 40 persen total kekayaan, saya memang baca. Tapi kalau dibilang empat orang terkaya kuasai 100 juta, itu bertentangan dengan angka (gini rasio)," tambahnya.
Ia menilai, perlu ada klarifikasi data tentang perhitungan bahwa kekayaan segelintir miliarder setara dengan nyaris separuh total kekayaan penduduk Indonesia. Apalagi, lanjut Darmin, rasio gini mulai menunjukkan optimisme bahwa ketimpangan bisa ditekan.
"Dan memang kita sedang menyiapkan serangkaian untuk memperbaiki. Ya seyogianya janganlah terus saling bertentangan sendiri," katanya.
Darmin menyebutkan, salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan adalah pembangunan infrastruktur. Meski sebagian orang memandang bahwa pembangunan jalan tol, pelabuhan, atau kawasan industri hanya menguntungkan kelompok elit, Darmin menilai bahwa kelompok pertama yang merasakan manfaat dari pembangunan infarstruktur adalah kelompok ekonomi lemah.
"Kalau infrastruktur dibangun, pertama yang menikmati adalah masyarakat berpendapatan rendah. Karena yang bekerja mereka dulu. Walau setelah jadi yang bisa memanfaatkan adalah menengah ke atas," ujar Darmin. (dtc, rol, ral, sis)