Jakarta, (RIAUMANDIRI.co) – Hingga saat ini Komisi VI DPR tetap menolak keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara (PMN) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perseroan Terbatas (PT). Pasalnya peraturan ini dinilai bertentangan dengan UU BUMN dan mengebiri fungsi DPR dalam hal pengawasan penyelenggaraan perusahaan milik negara.
“PP 72 itu pelanggaran terhadap Undang-Undang. Jadi ini inbreng saham kepada perseroan apapun, termasuk ke perusahaan swasta. Dengan PP 72 kalau kita biarkan BUMN bisa dikasih ke swasta. kita menolak PP itu. Ini berbahaya bisa dibuat macam-macam,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Asman Natawijaya di Jakarta, ditulis Jumat (24/2).
Padahal sebagaimana diketahui secara umum dan sesuai dengan keputusan MK No 62 bahwa keuangan perusahaan BUMN merupakan keuangan negara, sehingga sudah seharusnya diawasi oleh DPR.
Untuk diketahui, Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) telah mengajukan gugatan atas peraturan itu. Menurut Sekjen FITRA, Yenny Sucipto, PP 72 tersebut sarat kepentingan pribadi maupun golongan tertentu.
“Melangkahi DPR dan aturan ini tidak berpihak kepada rakyat. Ini kemungkinan hanya ada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Sekarang tinggal nunggu panggilan untuk sidang ,” ungkap Yenny di Jakarta, Rabu (22/2).
Selanjutnya selain Fitra, ternyata sama halnya apa yang dilakukan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Koordinator Presidium KAHMI, Mahfud MD mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu proses pemanggilan sidang atas gugatan yang dilayangkannya ke Mahkamah Agung. “Kita sudah memasukkan gugatan ke MA. Kita tunggu saja panggilan dan kawal prosesnya,” ungkap Mahfud.(ac/nanda)