(riaumandiri.co)-Saat ini media sosial (medsos) merupakan aplikasi yang mesti ada didalam sebuah gadget. Ada banyak aplikasi medsos yang bisa didapatkan secara gratis dengan mengunduhnya melalui gadget. Beberapa aplikasi medsos seperti facebook, BlackBerry Mesengger (BBM), Instagram, Path, line, dan whatsaap saat ini sangat digandrungi oleh semua lapisan masyarakat yang menggunakan gadget.
Di era globalisasi ini cara orang-orang berkomunikasi dan bertukar informasi tidak lagi dilakukan dengan cara bertatap muka langsung (face to face), tapi melalui perantara medsos. Penggunaan medsos ini lebih praktis karena selain murah, juga dilengkapi dengan bebarapa fitur yang canggih dan mudah digunakan seperti pesan suara (voice note) dan panggilan video (video call) yang mampu menjangkau daerah yang jauh sekalipun.
Fitur-fitur medsos ini telah menyihir pengguna gedget untuk selalu memainkannya dimanapun penggunanya berada dan dalam kondisi apapun. Pemandangan orang-orang yang selalu memegang dan memainkan gadgetnya sudah menjadi hal tak asing untuk dilihat dimanapun kita berada. Hampir setiap detik orang-orang selalu menyampaikan keluh kesahnya dengan cara menuliskannya di medsos lalu mengunggahnya ke dunia maya.
Prilaku orang-orang pada masa sekarang mungkin bisa kita deskripsikan dengan lirik lagu Saykoji ‘’siang malam ku selalu menatap layar terpaku, aku online, online’’. Dalam keadaan seperti apapun, orang-orang mencoba tampil eksis supaya dianggap narsis dengan cara meng-update status ke dunia maya melalui medsos.
Berdasarkan data Global Web Index survey, Indonesia merupakan negara yang warga negaranya tergila-gila dengan medsos. Persentasi aktivitas jejaring sosial Indonesia mencapai 79,72% tertinggi di Asia. Secara khusus lembaga survey Brand24 menobatkan Jakarta sebagai ibu kota medsos terbesar didunia. Di berbagai jejaring sosial, jumlah aktivitas dari Jakarta per-hari rata-rata lebih besar dibandingkan negara lain.
Tak hanya itu, beberapa pengguna medsos di Indonesia mendapat peringkat teratas dunia seperti, pengguna Facebook peringkat keempat dunia, pengguna Twitter peringkat ketiga dunia, pengguna BBM peringkat satu dunia, dan pengguna Path peringkat satu dunia serta Instagram peringkat tiga dunia.
Saat ini medsos tak hanya sebagai trend dan life style, tapi juga tempat untuk curhat dan membully orang. Dimulai dari rasa senang, hingga yang paling mainstream berupa rasa kesal atau marah yang semuanya ditulis ke dalam bentuk kata-kata yang berbau ujaran kebencian (hate speech) bahkan yang lagi kekinian yakni, dengan cara membuat gambar parodi yang mengundang lawak dan mengocok perut atau kita kenal dengan sebutan meme.
Permasalahannya saat ini, ketika pengguna medsos kurang bijak dalam mengoperasikan medsosnya justru menjadi bumerang bagi pemilik akun medsos itu sendiri. Jika dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal pribahasa ‘’mulutmu harimaumu’’, maka pribahasa yang lebih tepat disesuaikan dengan konteks kekinian menjadi “Gadgetmu adalah harimaumu”.
Seluruh kata atau gambar yang diunggah dimedsos tak selamanya diterima orang lain. Pihak tertentu yang merasa sebagai subjek terkait ujaran dalam medsos dapat melaporkan pemilik akun medsos bersangkutan dengan alasan pencemaran nama baik atau penghinaan.
Sebagai contoh, tentunya kita masih ingat kasus yang cukup menghebohkan publik saat mahasiswi magister kenotariatan Florence Sihombing, mengungkapkan kekesalannya lewat akun path pribadinya yang dinilai mengandung unsur pencemaran nama baik warga Yogyakarta.
Contoh kasus diatas mestinya bisa menjadi pembelajaran berharga bagi pengguna medsos. Apalagi, ada regulasi yang mengatur pengguna medsos supaya tidak melanggar norma-norma dan mengganggu ketertiban umum yaitu UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 19 tahun 20016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Medsos dan UU ITE
Status pada medsos yang memuat ujaran pengguna medsos merupakan informasi elektronik sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) UU ITE. Setiap status yang ditulis dan diunggah pada medsos merupakan alat bukti yang sah selama dapat diakses untuk pertanggungjawaban dan menerangkan suatu keadaan.
Status pada medsos yang mengandung ujaran kebencian seperti penghinaan dan pencemaran nama baik dapat dijerat dengan ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Pada UU ITE lama (UU No. 11/2008) penegakkan hukum oleh aparat terkesan bias dan berlebihan sehingga status orang pada medsos meskipun tidak berbau kebencian tetap saja bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Tercata dari tahun 2008 hingga tahun 2015, 118 orang pengguna internet terjerat ‘’Pasal karet’’ UU ITE (sumber: hukumonline.com).
Hal ini terjadi karena Pasal 27 ayat (3) UU No. 11/2008 tidak mengatur secara rinci unsur-unsur terkait pencemaran nama baik. Hal inilah yang membuat kerancuan dalam UU UU No. 11/2008 sehingga menimbulkan multi-tafsir dan memberikan ancaman terhadap hak masyarakat dalam menggunakan internet. Ketentuan Pasal ini telah menyebabkan kekhawatiran akan dipenjara atas dasar pencemaran nama baik karena mudah disalahgunakan oleh siapapun.
UU No. 11 Tahun 2008 telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 Tentang ITE. Terkait pencemaran nama baik, dalam penjelasan terhadap Pasal 27 ayat (3) dalam UU No.19/2016 ini menyebutkan bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan KUHP, dalam hal ini yakni Pasal 310 dan 311 KUHP. Ketentuan ini senada dengan ketentuan dalam Putusan MK (PMK) No. 50/PUU-VI/2008.
Namun, unsur-unsur penghinaan/pencemaran nama baik dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tidak bisa menjangkau ujaran pada medsos karena ujaran pada medsos yang menjadi objek UU ITE merupakan ketentuan khusus (lex specialis). UU ITE baru ini masih memberikan peluang kriminalisasi terhadap pengguna medsos. Sebab, ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE baru ini juga tidak menjelaskan unsur-unsur yang bersifat khusus terkait penghinaan/pencemaran nama baik berbasis medsos. Potensi terjadinya lagi tindakan yang berlebihan dalam penegakkan hukum oleh aparat terhadap pengguna internet bisa saja terjadi sebagaimana pernah terjadi pada penegakkan ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE lama.
Etika Bermedsos
Menurut penelitian chanel ilmu pengetahuan AsapSCIENCE, medsos bisa menimbulkan ketergantungan di otak kita. Hal ini karena mereka memberi tingkat kepuasan tinggi dengan upaya mudah. Semakin lama menghabiskan waktu menyelami internet, otak kita mulai mengatur dirinya terus meningkatkan stimulus dari medsos. Bahkan, hasil dari pemindaian otak juga menyatakan menyampaikan pendapat di medsos, mengaktifkan bagian otak yang sama dengan orgasme, motivasi, dan cinta.
Menyikapi status di medsos, supaya status yang diposting tidak kebablasan, merugikan orang lain, dan untuk menghindari pengguna medsos berurusan dengan masalah hukum, maka setiap pengguna Medsos harus bijaksana dalam menggunakan medsosnya. Sebelum mengoperasikan medsos ada baiknya si pengguna memperhatikan notifikasi dari medsos tersebut.
Jangan memposting status yang tidak sesuai dengan notifikasi medsos tersebut. Pengguna harus memerhatikan setiap status yang ditulis untuk diunggah haruslah sesuai dengan norma-norma dan ketertiban umum. Sebab, medsos tidak menyediakan filter terhadap konten-konten yang tidak layak posting.
Kemudian untuk meluapkan unek-unek yang bernuansa negatif yang berkaitan dengan orang lain, ada baiknya jangan mengunggahnya ke medsos, cukup gunakan diary pribadi saja. Ada aplikasi diary digital yang bernama personal diary with pasword yang bisa diunduh secara gratis yang bisa menjamin keamanan privasi anda semua dan bersifat rahasia.
Terakhir sebagai rujukan, sebuah penelitian oleh Happines Institute, mereka yang menjauhi medsos selama seminggu merasa lebih puas dengan kehidupan mereka dan memiliki konsentrasi yang lebih baik. Bahkan ada yang sampai menghapus aplikasi medsos dari gadgetnya merasa lebih tenang dan produktif. Mereka juga menganjurkan jika ingin merasa lebih bahagia, jangan menggunakan medsos atau punya akun di medsos apapun. Semoga bermanfaat.
Pegiat Hukum Cyber Indonesia Cyber Law Community (ICLC)