JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Usulan hak angket Ahok Gate terus bergulir di Senayan terkait dengan tidak dinonaktifkannya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta karena sudah berstatus sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.
Ada tiga fraksi yang menyatakan untuk mengusulkan hak angket tersebut. Ketiga fraksi yang mengusung hak angket ini adalah Fraksi Gerindra, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Kami dari Fraksi Gerindra, akan mengajukan angket Ahok Gate. Karena ini terkait dugaan pelanggaran terhadap UU KUHP 156a, UU Nomor 23 tahun 2014," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/2).
Menurut Fadli, hak angket tersebut untuk menguji kebijakan pemerintah melantik Ahok kembali. Paling tidak kata Fadli Zon, ada tigal hal yang dilanggar pemerintah, KUHP, UU Pemda, dan tidak sejalan dengan Yurisprudensi.
Bagi kepala daerah yang sudah terdakwa, kata dia, bahkan belum masuk pengadilan sudah diberhentikan. Ia mencontohkan, kepala daerah yang pernah diberhentikan sebelum divonis adalah mantan gubernur Banten, Sumut, dan Riau.
Selain itu, Gerindra menilai, Mendagri melanggar janji yang akan memberhentikan Ahok kalau sudah selesai masa cutinya. "Saya kita ini yang menjadi masalah. Kita inisiator. Kita menyamakan dengan fraksi lain, PKS dan Demokrat. Kita menggunakan hak konstitusi," kata Fadli.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan juga menyatakan bahwa Fraksi Demokrat juga mengusulkan penggunaan hak angket untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah yang tidak menonaktifkan Ahok, padahal sudah berstatus sebagai terdakwa dalam kasus penodaan agama. "Hari ini dipastikan akan masuk ke DPR," kata Syarief Hasan, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (13/02).
Dia optimis, usulan hak angket itu akan memenuhi persyaratan minimal 25 orang dan minimal 2 fraksi karena Fraksi PKS dan kemudian Gerindra sudah menyatakan akan menggunakan hak yang sama.
"Anggota Fraksi Demokrat di DPR ada 61 orang, lalu PKS akan ikut mengajukan hak angket tersebut, sehingga persyaratan sudah memenuhi," kata Syarief Hasan dengan nada optimis.
Anggota Komisi I DPR itu berharap fraksi-fraksi lain mengikuti langkah Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS karena tujuannya untuk menegakkan hukum disebabkan pengangkatan kembali tersebut berpotensi melanggar hukum.
"UU Pemerintahan Daerah sudah jelas mengatakan bahwa kalau seorang kepala daerah sudah menjadi terdakwa maka yang bersangkutan harus diberhentikan sementara," ujarnya.
Dia menilai banyak contoh diberbagai daerah menunjukkan bahwa ketika seorang kepala daerah berstatus terdakwa maka yang bersangkutan langsung diberhentikan.
Syarief menegaskan perlakuan itu harus diterapkan kepada Ahok yang saat ini berstatus terdakwa kasus dugaan penistaan agama sehingga harus diberhentikan dari jabatannya.
"Pemerintah harus betul-betul secara konsisten melaksanakan undang-undang," katanya.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR dari PKS Almuzzammil Yusuf menegaskan fraksinya menggunakan Hak Angket jika Presiden Jokowi tidak mengeluarkan surat pemberhentian sementara (nonaktif) terhadap Ahok.
“Setelah menerima kajian dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat dan para pakar tentang pengabaian pemberhentian terdakwa Ahok dari jabatan Gubernur DKI oleh Presiden, maka DPR RI dapat menggunakan fungsi pengawasannya dengan menggunakan hak angket terhadap pelaksanaan Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Pasal 83 Ayat 1,2, dan 3,” tegas Almuzzammil.
Menurut Master Ilmu Politik UI ini, berdasarkan Pasal 83 ayat 1,2, dan 3, Presiden berkewajiban mengeluarkan surat keputusan tentang pemberhentian sementara sampai status hukumnya bersifat tetap bagi gubernur yang berstatus sebagai terdakwa yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.
“Sudah cukup bukti dan dasar hukum bagi Presiden untuk memberhentikan sementara Ahok dari jabatan Gubernur DKI. Pertama, status Ahok sudah terdakwa penistaan agama dengan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kedua, yang bersangkutan didakwa pasal 156a dan 156 KUHP tentang penodaan agama dengan hukuman penjara 5 tahun dan 4 tahun,” jelas Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) DPP PKS ini.
Menurut Almuzzammil, seharusnya Presiden tidak diskriminatif dengan memperlakukan kebijakan yang sama sesuai peraturan perundang-undangan. Hal itu karena pada kasus mantan Gubenur Banten dan mantan Gubernur Sumut yang terkena kasus hukum setelah keluar surat register perkara dari pengadilan, Presiden langsung mengeluarkan surat pemberhentian sementara.
Jika kebijakan ini tidak dilakukan, tegas Almuzzammil, maka bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan dapat berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
“Kasus ini sudah mendapat perhatian publik yang luas. Publik bertanya-tanya kenapa dalam kasus BTP, Presiden menunda-nunda, tidak segera mengeluarkan surat pemberhentian sementara padahal cuti kampanyenya segera berakhir dan masa jabatan PLT Gubernur DKI juga segera berakhir,” ujar wakil rakyat PKS dari Lampung ini.
Sejumlah anggota Fraksi PKS sudah menandatangani usulan hak angket tersebut. Salah satunya adalah Refrizal, anggota DPR dari dapil Sumbar. "Saya sudah tandatangan usulan hak angket ini," jelas Refrizal melalui WA-nya.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 14 Februari 2017
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang