JAKARTA (riaumandiri.co)-Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, harus meminta maaf karena telah menyinggung Surat Al Maidah ayat 51, yang kemudian berbuntut kepada munculnya kasus dugaan penistaan agama. Hal itu disampaikankan Jaenudin (39), nelayan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Ia menjadi saksi pertama dalam sidang kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (7/2).
Di hadapan majesli hakim, saksi fakta tersebut mengaku tidak ingat dan memerhatikan isi pidato Ahok saat kunjungan kerja sosialisasi budi daya ikan kerapu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, yang mengutip surah al-Maidah ayat 51 itu.
"Saya tidak perhatikan Pak. Saya cuma dengar ucapan kalau ada yang lebih bagus dari saya jangan pilih saya," ujar Jaenudin.
Selain itu, Jaenudin juga hanya mengingat isi pidato Ahok terkait pembagian hasil 80-20 budi daya ikan kerapu. Saat ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto menayakan inti dari pidato Ahok yang mengatakan bila ada yang lebih bagus dari Ahok jangan memilih Ahok, Jaenudin mengaku tidak tahu inti dari kalimat tersebut.
Nelayan asal Pulau Panggang itu pun baru mengetahui Ahok terjerat kasus dugaan penodaan agama setelah menyaksikan pemberitaan di televisi sepekan setelah kejadian terjadi.
Setelah mengetahui adanya ucapan Ahok yang menyinggung surah al-Maidah ayat 51, Jaenudin menganggap pejawat itu harus segera meminta maaf. "Iya harus minta maaf. Saya bilang kalau ada proses hukum silakan saja," kata dia.
Sementara itu, saksi lainnya, Kasubbid Komputer Forensik Puslabfor Mabes Polri AKPB Muhammad Nuh al-Azhar, mengatakan, video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
"Tidak ditemukan penambahan atau pembuangan frame. Artinya momen yang ada di sana benar adanya," ujarnya.
Nuh menyatakan, terdapat empat video Ahok yang dianalisis oleh tim Puslabfor Mabes Polri. Pertama, dari Dinas Kominfo DKI Jakarta, kedua dari saksi pelapor Novel Chaidir Hasan, ketiga dari saksi pelapor Muhammad Burhanuddin, dan keempat juga dari saksi pelapor Habib Muchsin Alatas. Hasil analisis video itu kemudian dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) baik untuk Puslabfor Mabes Polri maupun penyidikan.
"Artinya hasil analisa itu tidak hanya secara ilmiah, tetapi juga dengan pertanggungjawaban secara hukum," kata Nuh.
Sementara itu, saksi Ahli dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hamdan Rasyid, memberikan pernyataan penutup usai memberikan keterangan. Dalam pernyataan penutupnya, Hamdan mengingatkan akan pentingnya Hakim dan penegak hukum menegakkan keadilan yang seadil-adilnya.
"Saya sampaikan sabda Rasulullah dalam hadist yang shahih, 'Umat zaman dahulu dimurkai dan dihancurkan oleh Allah SWT karena tidak berlaku adil, kalau yang salah rakyat jelata dihukum dan disanksi. Sebaliknya kalau yang salah pejabat maka bisa bebas," kata dia menyampaikan sabda Rasulullah.
Ia melanjutkan, Nabi Muhammad lalu bersumpah Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad menyolong, maka Nabi Muhammad sendiri yang akan memotong tangannya. "Mohon ini sebagai pertimbangan, kita sadar hidup kita sebentar dan akan wafat," ujarnya.
Hadist Nabi Muhammad SAW ini menurutnya menjadi tanggung jawab kita bersama di akhirat dan di alam kubur dan harus menjadi pertimbangan. "Jadi saya mohon supaya adil semuanya," kata Hamdan menambahkan.
Hakim pun menyambut baik pesan penutup saksi ahli MUI ini, dan berjanji Hadist ini menjadi tugas bersama majelis hakim untuk menjalankan persidangan kasus penodaan agama ini seadil-adilnya. (bbs, rol, dtc, ral, sis)