RIAUMANDIRI.co - Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula buangan atau limbah yang dihasilkan.Seiring peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi saat ini pengelolaan sampah sebagian besar kota masih menimbulkan permasalahan yang sulit dikendalikan. Limbah atau buangan yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat sering disebut limbah domestik atau sampah.
Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi sebagai konsekuensi logis dari aktivitas manusia dan industrialisasi yang kemudian berdampak pada permasalahan lingkungan perkotaan seperti keindahan kota, kesehatan masyarakat, dan lebih jauh lagi terjadinya bencana (ledakan gas metan, tanah longsor, pencemaran udara akibat pembakaran terbuka dan lain-lain).Mengatasi masalah ini serta mempersiapkan TPA yang lebih besar, Pemerintah Pusat telah menggelontorkan APBN senilai Rp36 miliar untuk pembangunan TPA di Kota Pekanbaru yang berlokasikan di atas lahan 5 hektar di Muara Fajar, Kecamatan Rumbai.
Saat ini kondisinya sudah memperihatinkan. Padahal, pekerjaan yang sudah melewati batas waktu pekerjaan sesuai kontrak ini baru selesai sekitar November lalu.Pantauan Haluan Riau di lapangan, Rabu (25/1), terlihat pada bagian belakang proyek TPA kondisinya sudah longsor, turap yang dibangun sebagai penahan tanah sudah berantakan. Sementara pada jalan rigid terlihat sudah retak dan pecah, padahal jalan rigit tersebut berada diareal TPA dan belum lewati kendaraan.
Kemudian pada bagian drainase yang mengelilingi TPA telihat sudah mulai retak dan pecah, bebeapa bagan terlihat bergelombang. Demikian pula lantai rumah jaga timbangan terlihat sudah mulai retak, lantai sudah mulai menganga. Pada bagian dalam juga sudah terlihat beberapa tanah yang mulai longsor akibat tidak adanya rumput-tumput dan pohon-pohon sebagai penahan laju air. Di lapangan sudah tidak terlihat lagi adanya pekerja.Salah satu warga yang ditemui di lapangan, mengatakan, jika hal ini dibiarkan terus, maka dalam waktu tiga bulan ke depan diperkirakan kerusakannya akan semakin parah. Apalagi saat ini musim hujan.
Terkait kondisi ini, Direktur Utama PT Budi Jaya General, Gamawi alias Ranta, ketika kembali dikonfirmasi melalui selulernya kembali tidak bersedia menjawab dan merijek setiap panggilan.Sementara PPK TPA Muara Fajar, Afrizal K, yang sebelumnya dikonfirmasi secara tertulis di Kantornya yang memisahkan diri dari Gedung Bersama Dinas Bina Marga dan Dinas Pemukiman dan Perumahan Provinsi Riau, hingga saat ini belum bersedia memberikan konfirmasinya
.
Terkait proyek ini, sesuai data LPSE, kontrak dimulai tanggal 26 Januari 2016 dengan waktu pelaksanaan 240 hari kalender, atau berakhir sekitar tanggal 26 September 2016, namun Bulan Oktober masih banyak pekerjaan yang belum selesai.Terkait persoalan ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Kontraktor Konstruksi Indonesia (DPN AKSI), Syakirman, menduga sudah terjadi dugaan korupsi dan penyimpangan besar-besaran pada proyek tersebut. Dugaan penyimpangannya antara lain, dugaan pengaturan pemenang tender pada proses lelang, dugaan proyek di sub kontrakkan kepada pihak lain, serta dugaan mark up dan manipulasi pada pelaksanaan.
Dijelaskannya, dugaan pengaturan proyek terlihat dari alasan menggugurkan empat penyedia jasa yang ikut lelang sama. “Untuk diketahui, proyek ini diikuti lima penawar, PT Budi Jaya General merupakan penawar tertinggi ke tiga dengan selisih hanya sekitar Rp800 juta dari harga perkiraan sendiri (HPS). Yang empat perusahaan digugurkan dengan alasan yang sama. Jadi kita menduga ini sengaja diatur agar PT Budi Jaya General menang,” ujarnya.
Sementara indikasi pekerjaan ini di sub kontrak kan menurut Syakirman, karena berdasarkan penelusuran pada situs LPJK dan berita acara pelelangan, diketahui, PT Budi Jaya General, beralamat di Jalan Ngurah Rai, Nomor 7, Air Tawar Timur, Padang, Sumatera Barat, dengan Direktur Gamawi Sudanta Rivaldo, SE.“Namun kenyataan di lapangan, tidak ada yang mengenal Gamawi Sudanta Rivaldo. Para pekerja mengatakan proyek ini milik Pian. Pian ini berdasarkan penelusuran kita, sejak tahun 2011 lalu mengerjakan TPA di beberapa kabupaten kota di Riau, seperti duri, Dumai, Rohil dan Pekanbaru, tetapi dengan perusahaan yang berbeda. Jadi kita menduga Pian ini merupakan sub kontraktor,” ujar Syakirman.
Perbuatan ini menurut Syakirman, bertentangan dengan dengan pasal 87, poin 3 Perpres 54 Tahun 2010 Jo Perpres 04 Tahun 2015, Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.Sementara penyimpangan pada pelaksanaan kegiatan menurut Syakirman, di antaranya item galian biasa dengan volume 160.000 m3. “Di lapangan, kita melihat lokasi TPA ini lembah berbukit, sehingga galian tersebut diperkirakan hanya sekitar 50 hingga 75 persen saja. ” Atas temuan ini, saya sudah menyurati Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memerintahkan Dirjen Cipta Karya, menghentikan proyek tersebut, agar tidak terjadi kerugian negara yang lebih besar.