Lingga (riauamandiri.co)-Pemerhati budaya melayu di Kabupaten Lingga, Hasbi Muhammad menilai Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah berhasil menunjukkan ketidakpedulian terhadap sektor kebudayaan.
"Masyarakat di Kepri dapat melihat sendiri hal itu, dari pagu anggaran kebudayaan yang diusulkan Pemprov tahun ini. Jumlahnya hanya Rp11 miliar atau tidak sampai 1 persen dari nilai APBD Kepri tahun ini," kata dia di Daik Lingga, Kamis (19/1).
Menurutnya, Pemprov Kepri tidak serius dalam hal kebudayaan melayu. Baik dari kebijakan maupun penganggaran sektor budaya hari ini, mencerminkan tidak ada iktikad dan niat baik pemerintah memaafaatkan uang negara untuk hal-hal kebudayaan yang berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat.
Padahal, lanjutnya, keberadaan sejarah masa lampau, hari ini, dan tujuan nilai kebudayaan, merupakan cikal bakal dan harapan masa depan bangsa.
"Mungkin Hang Tuah perlu meralat kembali kalimat Tak Akan melayu hilang di dunia, jika para pembesar-pembesar istana hanya menjadikan kebudayaan sebagai objek politik," ungkap alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta, sekaligus pengurus LAM Kabupaten Lingga tersebut.
Dia juga menyinggung soal dukungan anggaran provinsi untuk kabupaten dan kota yang sejauh ini masih sangat minim.
Contohnya Kabupaten Lingga, menurut Hasbi, dengan cukup banyak cagar budaya, seni, adat istiadat, bahasa, pendidikan agama dan kebiasaan tekhnologi tradisonal, hari ini tidak didukung dengan anggaran yang memadai untuk memelihara warisan masa lampau itu.
"Objek benda cagar budaya (BCB) vital peradaban melayu terakhir kerajaan Lingga, sejauh ini belum mendapat perhatian serius. Tidak ada upaya edukasi provinsi menjadikan Daik sentral Bunda Tanah Melayu, sebagai pilar dan corong budaya Kepri hari ini," terangnya.
Pemerintah daerah saat ini gagap budaya. Latar belakang pendidikan pemerintahan yang tak sesuai penempatan jabatannya, tak mampu melahirkan program-program apik untuk mengangkat kebudayaan melayu itu sendiri.
"Alhasil, tak lebih hanya kegiatan serimonial yang mengatas-namakan budaya namun output pasca kegiatan tidak pernah dipikirkan ataupun jadi catatan," ungkapnya lagi.
Dengan anggaran sebesar Rp11 miliar yang disiapkan provinsi untuk sektor tersebut tidak akan mampu berbuat banyak terhadap kemajuan daerah di sektor budaya.
Dia memandang wajar, jika fraksi Golkar DPRD Kepri menolak nota keuangan yang disampaikan Gubernur dengan alasan-alasan masuk akal, terutama soal anggaran budaya Pemprov yang jauh dari kewajaran.
Sebelumnya, dalam rapat paripurna pandangan umum fraksi DPRD Kepri terhadap nota keuangan APBD tahun 2017 yang disampaikan Gubernur Kepri Nurdin Basirun di Kantor DPRD, Rabu (18/1) lalu, mendapat penolakan dari empat fraksi.
"Amanat UU mengharuskan alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen. Namun dalam kenyataannya saat ini alokasi untuk anggaran 14,7 persen," kata juru bicara fraksi Golkar Asmin Patros.
Kebijakan anggaran disektor kebudayaan juga jadi sorotan Fraksi Golkar. Fraksi beringin melihat alokasi anggaran yang hanya 0,7 persen atau sebesar Rp11 miliar secara tidak langsung mengkangkangi visi misi Gubernur.
"Rasanya dengan anggaran sebesar ini, mendegradasi visi misi pemprov Kepri mewujudkan Provinsi Kepri sebagai Bunda Tanah Melayu," tutupnya. (int)