MEDAN (HR)- Kasus korupsi yang menjerat Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak membuat sejumlah elemen anti korupsi angkat bicara. Bupati tersebut tidak ditahan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara walau sudah menyandang status tersangka karena dijamin dengan sebongkah uang.
“Benar-benar keterlalun sekali oknum-oknum di Kejatisu, seharusnya Kasmin itu ditahan. Ini tidak, aneh sekali, hanya dengan jaminan istri dan uang Rp 200 juta Tim Penuntut Umum Kejati Sumut tidak melakukan penahanan terhadap Bupati Tobasa Pandapotan Kasmin Simanjuntak, tersangka korupsi dan pencucian uang dalam pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan base camp PLTA Asahan III di Dusun Batumamak, Desa Meranti Utara, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Toba Samosir seluas 9 hektar,” jelas aktifis Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Delisama Ndruru
Dia menyebutkan, bahwa Bupati Tobasa, Pandapotan Kasmin Simanjuntak telah ditetapkan sebagai tersangka dan terbukti bersalah melakukan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp4,4 milliar dari nilai proyek sebesar Rp17 miliar, dimana dari nilai kerugian tersebut mengalir ke rekening Bupati Tobasa sebesar Rp3,8 milliar.
“Inikan sudah jelas bahwa Kasmin itu korupsi dan wajib ditahan,” tegasnya.
Sebelumnya, Bupati Tobasa, Kasmin Simanjuntak yang diperiksa dari pukul 10.00 hingga pukul 17.00 WIB terlihat santai keluar dari ruangan Pidsus Kejatisu menuju mobil yang membawanya,tanpa merasa beban sembari melambaikan tangannya meninggalkan gedung Kejatisu setelah dijamin istrinya Netty Pardosi dan membayar uang jaminan sebesar 200 juta serta menitipkan uang dugaan kerugian negara sebesar Rp 2,5 miliar ke dalam rekening kas daerah,”ucapnya Kasi Penkum Kejatisu, Chandra Purnama Pasaribu.
“Masalah ini semua tergantung kesadaran para aparat hukum di negeri kita ini, dan terkait tidak ditahannya tersangka korupsi yakni Pandapotan Kasmin Simanjuntak itu suatu bukti hukum telah di permainkan oleh penegak hukum itu sendiri, itu sama halnya sudah tidak ada kesadaran hukum lagi,”cetusnya.
Masih kata dia bahwa ketidak kesadaran hukum tersebut dapat diartikan di dalam diri penegak hukum itu sendiri, dan jika di diri penagak hukum sudah tidak memiliki kesadaran hukum hal ini jelas membuat suatu permasalahan yang berpotensi banyaknya pelaku korupsi.
”Sudah tidak ada lagi kesadaran hukumnya, hingga terjadilah “Suap Menyuap,” tegasnya.
Ia juga menjabarkan, pemerintah seharusnya lebih menekankan persoalan tentang kesadaran hukum bagi penegak hukum itu sendiri, jangan hanya kepada masyarakat saja yang harus di tekankan persoalan tentang kesadaran hukum ini.
“Dari permasalahan ini semua, intinya adalah kesadaran hukumnya yang harus diperbaiki,” terang pria yang juga pernah mengantarkan Pejabat Negara Pemkab Nias Selatan ke Meja Hijau.
Selain itu Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), juga berpendapat bahwa tindakan pihak Kejatisu tidak melakukan penahan terhadap Kasmin akan membuat preseden buruk bagi tatanan hukum di Republik Indonesia. "Hal ini termasuk melakukan pembiaran terhadap para peluku koruptor, yang nantinya akan berdampak kepada rakyat juga,” ungkapnya.
Delisama Ndruru mendesak agar Jamwas segera memanggil dan memeriksa Kepala Kejatisu ( Kajatisu) dan pihaknya menduga tersangka dan Cs-nya beserta Kajatisu telah melakukan upanya-upanya diluar tatanan hukum, bila hal tersebut terbukti secara hukum maka LAKI meminta Jaksa Agung mencopot Kajatisu.(wpd/ivi)