Pekanbaru (riaumandiri.co)-Muhammad Guntur, mantan Kepala Biro Tata Pemerintahan Setdaprov Riau, resmi menyatakan banding atas vonis tujuh tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, terkait perkara korupsi pengadaan lahan embarkasi haji.
Kepastian banding atas vonis hakim ini, diungkapkan Viktor SH, kuasa hukum Guntur. "Kita ajukan banding ke PT," katanya, Senin (16/1) di Pekanbaru.
Viktor mengakui, pihaknya telah menyampaikan memori banding tersebut ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru. "Sudah kita serahkan memori bandingnya," beber Viktor.
Sementara Panitera Muda (Panmud) Tipikor PN Pekanbaru, Denny Sembiring SH, membenarkan telah diterimanya memori banding Guntur itu. "Hari Jumat (13/1) lalu sudah kita terima memori banding dari kuasa hukum Guntur," ungkapnya.
Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis HM Guntur, mantan Kepala Biro Tata Pemerintahan Setdaprov Riau, penjara selama 7 tahun, Senin (9/1) malam. Ia dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Mantan Kepala Biro (Kabiro) Tata Pemerintahan (Tapem) Setdaprov Riau itu menyatakan pikir-pikir.
Majelis hakim menilai Guntur terbukti melakukan korupsi dana pembebasan lahan untuk Embarkasi Haji Riau yang merugikan negara Rp8,3 miliar. Selain penjara, ia juga dihukum membayar denda Rp500 juta atau diganti hukuman kurungan selama 6 tahun.
Tidak hanya Guntur, secara terpisah majelis hakim jyang diketuai Joni juga menghukum terdakwa Nimron Varasian. Broker lahan itu dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta atau subsider 6 bulan kurungan.
Namun, Nimron dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara Rp7,3 miliar lebih. Setelah putusan tetap, harta benda terdakwa disita untuk mengganti kerugian negara, kalau tidak ada bisa diganti penjara selama 3 tahun.
Guntur dan Nimron terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Pikir-pikir,” kata Guntur menanggapi hukumannya.
Hukuman Guntur dan Nimron itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Soimah, yakni 10,5 tahun penjara, dan denda Rp1 miliar atau subsidair kurungan 6 bulan.
Untuk uang pengganti, Nimron dituntut Rp8,3 miliar atau subsider 6 tahun penjara.
Perbuatan terdakwa itu berawal tahun 2012 lalu, saat Pemerintah Provinsi Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasikan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk embarkasi haji lebih kurang sebesar Rp17 miliar lebih.
Dengan adanya anggaran tersebut, terdakwa M Guntur bersama Yendra, selaku PPTK kemudian mendatangi Nimbron, pemilik lahan. Nimbron yang awalnya memilik lahan seluas 9000 M persegi itu, kemudian diminta Guntur dan Yendra agar dapat menyediakan lahan seluas 5 hektare (Ha).
Pada penambahan lahan atas permintaan terdakwa M Guntur tersebut terjadi mark up harga tanah. Harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan, serta tidak berdasarkan pada harga nyata tanah di sekitar lokasi yang diganti rugi.
Berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Riau, pengadaan lahan tersebut, telah merugikan negara sebesar Rp8,3 miliar.