Kembali hangat ke permukaan publik tatkala kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika beberapa waktu silam yang telah melayangkan surat pemberitahuan kepada penyedia jasa internet atau internet service provider (ISP) untuk memblokir beberapa situs atau web yang dinilai terindikasi memuat konten yang bersentimen Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) hingga terindikasi phising dan malware.
Phising
Phising merupakan sebutan untuk sebuah tindakan atau upaya untuk memperoleh informasi pribadi seperti User Id, Password, dan data-data sensitif lainnya dengan menyamar sebagai orang atau organisasi yang berwenang melalui sebuah email.
Munculnya istilah phising itu sendiri berasal dari bahwa inggris yakni fishing yang berarti memancing, sehingga diartikan sebagai upaya untuk memancing target untuk memberikan informasi penting seperti informasi seputar keuangan hingga password vital yang dimiliki oleh operatornya. (Menurut sumber: https://nic.itb.ac.id).
Malware
Sementara itu malware berasal dari singkatan kata malicious software. Malware acapkali diartikan sebagai istilah umum untuk software atau program yang dirancang bertujuan untuk meyusup atau merusak sebuah sistem komputer secara diam-diam.
Dalam bahasa sehari-hari, malware seringkali dikenal sebagai virus meskipun sebenarnya kurang tepat. Sebuah software disebut malware lebih karena faktor tujuan pembuatannya, daripada fitur-ftur khusus yang dimilikinya, yangmana penciptaan malware seringkali ditujukan untuk membobol atau merusak suatu software atau operating system.
Konten SARA
Berbeda dengan phising dan malware, konten-konten yang diblokir karena faktor SARA merupakan website atau akun yang seringkali berisikan permasalahan mengenai aksi provokasi yang berpotensi menimbulkan sentimen dikehidupan bermasyarakat. Hate Speech hingga informasi yang bersifat menebar kebencian acapkali menjadi ciri khas dari beberapa website tersebut. Bahkan ada beberapa website yang memuat hal-hal yang cenderung mendeskreditkan atau menjelekan perbedaan SARA, baik dengan berupa konten video, foto, cerita, artikel, dan lain-lain.
Senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh PLT Humas Kemkominfo Noor Iza (3/11) silam di Jakarta, membenarkan bahwa pemerintah telah mengeluarkan perintah kepada ISP untuk memblokir beberapa situs provokatif yang mengandung phising, malware hingga konten SARA, diantaranya: lemahirengmedia.com, portalpiyungan.com, suaraislam.com, smstauhiid.com, beritaislam24h.com, bersatupos.com, pos-metro.com, jurnalmuslim.com, media-nkri.net, lontaranews.com, dan nusanews.com.
Penutupan situs tersebut menurut Iza prinsipnya bersifat sementara namun bisa bersifat permanen. Akan tetapi, hal yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan konten yang seyogyianya dapat melakukan check and recheck atas kontennya. Pengelola konten juga dipersilahkan melakukan komunikasi ke Kemkominfo bila ada hal-hal yang ditanyakan.
Namun demikian, upaya pemerintah untuk memblokir beberapa situs atau website sangat tidak arif apabila dibenturkan dengan umat islam. Beberapa kelompok kepentingan seakan gencar memperkeruh suasana tatkala kebijakan pemerintah ini seringkali dikorelasikan dengan kebijkan sepihak dan rawan melanggar hak asasi manusia.
Adapun salah satu aspek yang harus menjadi poin perhatian bagi masyarakat adalah esensi atau tujuan pemerintah yang ingin membendung upaya persebaran faham radikalisme di Indonesia. Karena tak ayal dari beberapa situs yang disebutkan diatas, melalui proses pengawasan yang diselenggarakan Kominfo dan Tim Cyber BNPT, telah dibuktikan bahwa kecenderungan situs diatas rawan disusupi oleh tujuan beberapa kelompok kepentingan yang ingin melancarkan tujuan dasarnya yakni menjadikan Indonesia sebagai lahan perang kepentingan.
Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia