Tak Perlu Mengambinghitamkan Desain Uang Baru

Jumat, 13 Januari 2017 - 08:31 WIB

Secara resmi mata uang rupiah desain baru telah beredar melalui Bank Indonesia selaku instansi yang berwenang. Pere­daran mata uang desain baru merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ciri uang seba­gaimana diatur dalam UU tersebut. Dari 7 desain baru uang kertas dan 4 uang logam memuat gambar 12 orang pahlawan nasional. Tujuan menampilkan gambar pahlawan  tak muluk-muluk, untuk menumbuhkem­bangkan semangat kepahlawanan, kepa­trio­tan, kejuangan, dan sikap keteladanan, serta mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara.

Hal itu yang disampaikan Joko Widodo saat menyampaikan sambutannya pada acara peluncuran desain mata uang baru tempo hari. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk menggunakan mata uang dalam negeri dalam menabung dan juga saat melakukan transaksi di dalam negeri. Dalam setiap gambar desain pada uang baru 2017 tersebut menggambarkan ekonomi Indonesia yang mandiri ditengah ekonomi dunia. Di dalam rupiah (uang baru) ditampilkan pahlawan, tari nusantara dan pemandangan Indonesia sebagai wujud kecintaan dan karak­teristik Indonesia.

Sesaat setelah peluncuran desain mata uang baru tersebut, sebagian masyarakat Indonesia mulai memperbincangkan desai­n yang mirip dengan beberapa mata uang negara lain. Anggapan ini bermunculan ketika membandingkan uang baru dengan mata uang Yuan milik Negara Tiongkok. Kemiripan ini didasari oleh warna dominan yang terdapat pada uang ker­tas baru tersebut. Jika ditelisik lebih dalam, tak perlulah mem­per­masalahkan perihal warna dari uang kertas yang baru. Toh, sejatinya tak mengurangi keaslian sebagai alat tukar dan transaksi yang sah.

Perihal pemilihan warna uang kertas baru tentulah telah melewati uji kelayakan dan penelitian pihak Bank Indonesia. Jika kita cermati, penggunaan warna yang terdapat dalam uang kertas baru telah mewakili keter­sediaan warna yang ada. Jika dipaksakan dengan warna baru yang tak lazim dan tak elok dipandang mata, tentu hal ini lain cerita. Mungkin tak dapat disama-samakan dengan warna mata uang lain, tapi nilai estetikanya tak terlihat. Dan ini malah lebih menimbulkan sisi negatif.

Ragam warna pada uang kertas baru juga dapat meng­gambarkan identitas negara ini. Dari ketujuh uang kertas yang ada masing-masing memiliki makna dan karakteristik yang berbeda sesuai dengan jumlah dan nilainya. Namun tak meng­urangi ciri khas bangsa Indonesia yang kaya akan sejarah dan kebudayaan.

Hendaknya uang baru yang telah beredar menjadikan kita bangsa yang satu, tak membeda-bedakan Suku, Agama Ras dan Antar Golongan. Segala perbedaan dari masing-masing kita tetaplah menggunakan mata uang satu, mata uang rupiah sebagai transaksi sah di negara tercinta Indonesia. Tentunya kita harus bangga menggunakan mata uang rupiah, terlebih mata uang desain baru.

Kabar yang beredar juga menyebutkan ada­nya penolakan masyarakat terhadap salah satu gambar yang ada di mata uang desain baru, yaitu pahlawan asal Aceh, Cut Meutia pada uang kertas pecahan 1000 rupiah. Penolakan disebabkan gambar pahlawan wanita tersebut tidak menggunakan penutup kepala. Penolakan ini sempat viral di pemberitaan nasional dan jejaring sosial. Gambar Cut Meutia yang muncul pada desain uang baru menjadikan ia pahlawan wanita ketiga yang diabadikan di dalam mata uang republik Indonesia. Seharusnya ini menjadikan warga Aceh bangga selaku daerah asal sang pahlawan tersebut.

Terkait penetapan pahlawan yang termuat di dalam uang NKRI, termasuk Cut Meutia sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2001 Tentang Mata Uang, telah diatur mengenai ciri-ciri uang yang akan dikeluarkan dan diedarkan oleh BI. Pada pasal 5 me­ngatur ciri umum uang kertas dan uang logam antara lain gambar lambang negara Ga­ruda Indonesia, frasa Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia.

Kemudian di pasal 6, ciri uang rupiah tidak memuat gambar orang yang masih hidup, pasal 7 gambar pahlawan nasional dan/atau Presiden dicantumkan sebagai gambar utama pada gambar depan rupiah yang tertuang dalam Kepres. Terkait ke-12 pahlawan yang termuat pada uang baru telah dise­tujui Presiden Jokowi pada 5 September 2016 lalu dalam Kepres No 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama pada Bagian Depan  Rupiah Kertas dan rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terkait penentuan sosok pahlawan dalam rancangan uang NKRI tentunya sudah melewati mekanisme dan riset yang dilakukan pihak Bank Indonesia. Salah satunya dengan melakukan Forum Diskusi yang melibatkan pemerintah, sejarawan, pakar, akademisi, tokoh masyarakat, dengan menggunakan metode dan kriteria diantaranya keterwaki­lan daerah atau provinsi, kontribusi dan lingkup pahlawan, periode perjuangan  serta ketokohan dan akseptabilitas.

Pihak keluarga dari pahlawan yang dijadikan gambar pada mata uang baru juga merasa bahagia dan bangga. Dan telah dimin­tai izin terkait penggunaan gambar dari keluarganya sebagai uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika pihak keluarga saja tak mempermasalahkan terkait gambar yang tercantum pada mata uang baru, mengapa kita mesti membesar-besarkan masalah yang tidak patut dibesarkan-besarkan.

Lagipula sejarawan asal Aceh, Rusdi Sufi mengatakan kalau pada zaman dahulu wani­ta Aceh emang tidak mengguna­kan jilbab sebagai penutup kepala. Rusdi menambahkan kalau wanita Aceh memakai selendang atau sanggul di kepala. Jilbab baru mulai dipakai setelah Aceh menerapkan Syariat Islam sekitar 2002. Beberapa wanita Aceh juga terlihat tidak meng­guna­kan penutup kepala seperti dokumen yang disimpan para sejarawan. Rusdi mengaku tidak ada foto Cut Meutia semasa hidupnya, yang ada ha­nyalah lukisan.

Bahkan parahnya ada yang menuding logo Bank Indonesia memuat logo PKI yang sedang hangat diperdebatkan di media sosial. Jika diamati tiada yang keliru dari logo yang termuat pada uang baru. Hanya saja peluang mencari kesalahan yang ditonjolkan oknum tertentu untuk menyudutkan kebijakan pemerintah.

Harusnya sebagai warga negara yang mendukung kemajuan bangsa mendukung penuh segala kebijakan pemerintah dalam membangun ekonomi masyarakat, salah satunya dengan men­dukung beredarnya uang baru sebagai alat transaksi yang sah di negara ini. Dengan kata lain memberlakukan uang baru sesuai porsinya tanpa mengaitkan de­ngan sesuatu hal yang tidak terbukti kebenarannya.

Selain sebagai alat transaksi, uang juga merupakan simbol dari negara Indonesia. Kita harus bangga dan berbahagia ketika menggunakan uang rupiah sebagai alat tukar. Harusnya keluarnya uang baru memberi efek positif  sebagai penyemangat bagi kita dalam bekerja membangun ekonomi negara ketimbang meributkan segelintir masalah yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan.
Penulis adalah alumni Lembaga Pers Mahasiswa Dinamika UIN Sumut

Editor:

Terkini

Terpopuler