PEKANBARU (riaumandiri.co)-Beragam dugaan muncul, di balik kisruh pembayaran proyek aspirasi Dewan tersebut. Ada yang menduga hal itu merupakan wujud dari rusaknya mental oknum di dinas berkaitan.
Namun sikap Gubri yang tak kuasa menahan amarah, juga mendapat sorotan. Karena sebagai seorang kepala daerah, Gubernur seharusnya tidak sampai masuk ke wilayah teknis dan tidak harus ikut berpolemik. kalaupun harus, biarkan para kontraktor dan SKPD saja yang menuntaskan permasalahan itu.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Monitoring Development, Raja Adnan, polemik itu diduga sebagai buntut dari rusaknya mental oknum pada dinas tersebut.
"Saya mendengar persoalan yang terjadi di Dinas Cipta Karya Provinsi Riau akibat ulah oknum di Dinas tersebut. Oknum yang ada sengaja memperlambat untuk menandatangani dokumen yang menjadi syarat untuk pencairan tersebut," ujarnya.
Oknum itu disebut-sebut meminta kontraktor agar membayar fee proyek di depan. "Namun untuk kepastiannya, silahkan aparat penegak hukum mengusutnya. Ini sudah menjadi keresahan," ujarnya.
Pengusutan ini menurut R Adnan juga sangat dibutuhkan, karena menurutnya saat ini diduga praktek jual beli jabatan seperti yang terjadi di Kabupaten Klaten juga terjadi di Riau.
"Bisa saja fee proyek tersebut itu sengaja dikumpulkan untuk membayar jabatannya. Namun lagi-lagi indikasi ini harus diusut oleh penegak hukum di Riau," ujarnya.
Tidak Berpihak
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Riau, Saiman Pakpahan, menilai, Gubi seharusnya tidak masuk ke wilayah teknis dan tidak harus berpolemik, kalau pun harus biarkan para kontraktor dan SKPD saja yang melakukannya. Sebab untuk menyelesaikan persoalan ada mekanisme yang harus diikuti.
"Kita menduga, dengan berpolemiknya gubernur, jangan-jangan para kontraktor keluarganya, makanya gubernur tidak harus masuk ke dalam wilayah teknis dan jangan berpolemik. Sebab dia itu(gubernur) bukan milik kontraktor tapi milik masyarakat Riau. Gubernur jangan masuk ke dalam wilayah yang membuat dirinya menjadi kerdil. Masa urusan kontraktor diurusin juga," ujarnya.
Menurut Saiman, semua ada mekanismenya. Kalau memang para kontraktor menyampaikan kekecewaan kepada gubernur, setidaknya bisa diarahkan ke SKPD sesuai dengan kapasitas dan keperluan yang disampaikan.
Menurut Saiman, keterlambatan pencairan dana proyek karena terbentur masalah administrasi yang serius itu wajar dilakukan SKPD. Sebab itu persoalan negara yang tidak bisa main- main.
"Jangan para kontraktor berlindung di balik gubernur yang notabene secara jarak memiliki kedekatan. Gubernur jangan berpolemik dan jangan terlalu kelihatan berpihak kepada pengusaha tapi harus kepada rakyat. Ini kan persoalan uang pengusaha yang diperjuangkan gubernur. Bahwa dua bulan waktu pengerjaan, harusnya bisa dipahami, ini bukan hanya kesalahan Kepala Dinas Perumahan pemukiman dan pertanahan, Dwi Agus Sumarno, saja, tapi semua pihak terkait bermasalah," katanya.
Tidak hanya itu, Saiman juga menyebut DPRD Riau juga bermasalah karena mengesahkan APBD-P, yang harusnya dipikirkan dahulu untuk merumuskan kebijakan yang melibatkan semua stakeholder termasuk pengusaha. Jangan melemparkan persoalan hanya kepada satu orang saja ( Dwi Agus Sumarno).
Disinggung, terkait proyek yang terkesan dipaksakan karena hanya membutuhkan waktu pengerjaan kurang dari dua bulan, secara politik menurut Saiman, tidak ada persoalan. Cuma ketika dibenturkan dengan persoalan administratif dan teknokratis, terbentur kepada dokumen perencanaan yang sudah disusun dari awal, dengan visi dan misi gubernur.
" Ini kan sudah terencana dari awal, tiba- tiba pikiran dewan masuk di tengah jalan, ini kadang yang agak susah dikompromikan di dokumen perencanaan. Tapi, karena ini menyangkut masalah uang, maka ini terkesan dipaksakan Dewan agar bisa menikmati uang. Kalau dalam konteks perencanaan, tidak masuk, tapi dipaksa-paksa agar uang keluar kemudian Dewan populer di mata masyarakat pemilihnya dan Dewan bisa dipilih kembali," katanya.
Segera Dipanggil
Sejauh ini, memang belum ada penyelesaian konkrit terkait masalah itu. Namun menurut Wakil Ketua Komisi D DPRD Riau, Hardianto, pihaknya berjanji akan ikut mencarikan solusi untuk menyelesaikan masalah itu.
Dalam hal ini, pihaknya akan segera memanggil secepatnya dinas terkait untuk meminta penjelasan dari persoalan tersebut.
Menurutnya, kegiatan proyek 2016 itu sudah selesai dilaksanakan pihak kontraktor. "Jadi wajar saja mereka menuntut haknya dibayarkan," lanjutnya.
Lebih lanjut, Dewan akan mengkaji untuk mengetahui kendalanya, apakah masalah administrasi di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah atau Ciptada Riau.
"Kalau kontraktor sudah memenuhi kewajiban sesuai kontrak kerja, maka Pemprov Riau juga harus memenuhi kewajiban sesuai mekanisme. Bagaimana pun Pemprov harus melunasi pembayaran proyek itu," ujarnya. (hen, her, dod, dok)