JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Pilihan politik di era reformasi menghendaki adanya pemilihan umum secara langsung, mulai dari pemilihan presiden, anggota DPR hingga kepala daerah. Padahal pemilu langsung tidak sesuai dengan sila ke empat Pancasila. Hal itu dikatakan Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Rambe Kamarulzaman.
"Bahkan pemilu langsung terhadap kepala daerah tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," kata Rambe Kamarulzaman saat Refleksi Akhir Tahun 2016 Badan Pengajian MPR RI di Media Center DPR, Senin (19/12).
Akan tetapi ulas Rambe, arus keinginan masyarakat terhadap pemilu langsung bagi kepala daerah begitu kuat. Hal ini mempengaruhi keputusan di DPR. "Bahkan DPR menyerah, mereka tidak berani memaksakan pemilu tidak langsung bagi pemilihan kepala daerah, sekalipun hal itu bertentangan dengan UUD NKRI Tahun 1945," ujar Rambe yang turut didampingi Ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono dan Setjen MPR Ma'ruf Cahyono.
Apalagi kata Rambe, setelah presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang. Dengan dasar itu, maka pemilihan kepada daerah dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat.
Masalah tersebut menurutnya yang jadi sebagian persoalan sistem ketatanegaraan yang dikaji oleh Badan Pengkajian MPR. Selain itu, masih banyak persoalan lain yang juga sudah dikaji Badan Pengkajian selama satu tahun terakhir.
Persoalan tersebut antara lain, menyoal penguatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan MPR, serta reformulasi sistem perencanaan pembangunan model GBHN.
Menyangkut soal pemilu, tarik menarik antara pemilu sistem terbuka dan tertutup juga masih menjadi perbincangan yang sangat panas. DPR percaya, sistem tertutup bisa memberi peluang kepada partai untuk melakukan seleksi terhadap para caleg. Namun, untuk melaksanakan itu tidaklah gampang, karena bisa dianggap membatasi kesempatan caleg yang lain.
"Saat ini kita menghadapi pilihan politik yang tidak sama dibanding saat reformasi. Tetapi untuk mengubah pilihan politik, itu tidak gampang. Perlu persyaratan dan langkah-langkah yang konstitusional," kata Rambe menambahkan.
Sementara Ketua Badan Pengkajian Bambang sadono mengatakan, dalam satu tahun terakhir pihaknya menyiapkan draft perubahan. Draft itu disusun berdasar aspirasi masyarakat, yang menginginkan adanya perbaikan sisitem ketatanegaraan. Apapun bentuk perubahan yang dikehendaki, jalan keluarnya sudah dimiliki badan pengkajian.
"Andai besok wacana reformulasi perencanaan pembangunan model GBHN dilaksanakan, badan Pengkajian sudah memiliki bahan-bahannya. Siapa yang harus membuat, dan apa dasar hukumnya, semua sudah ada," kata Bambang.
Sementara Setjen MPR Ma'ruf Cahyono menambahkan, kajian yang sudah dilakukan pihaknya merupakan pemikiran-pemikiran yang sangat penting. Sayangnya bahan kajian itu belum tersosialisasikan dengan baik. Ke depan pihaknya akan melakukan sosialisasi melalui media, baik berupa website, buku maupun kerjasama dengan media massa.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 20 Desember 2016
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang