Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan permasalahan yang masih dihadapi negara di dunia, termasuk Indonesia.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah, swasta dan masyarakat mencegah dan mengatasi masalah tersebut. Namun, belum bisa dikatakan berhasil.
Di Indragiri Hulu, hanya beberapa pihak komitmen memberantas peredaran barang haram tersebut. Bahkan itu pun maksimal dilakukan kepolisian yang lebih kepada tindakan represif.
Kapolres Inhu AKBP Ari Wibowo, melalui Kasat Narkoba AKP Akay Fadli, menyebutkan jumlah penangkapan terkait kasus yang dijerat dengan UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, pada tahun 2014 meningkat dibandingkan dari tahun 2013.
Namun Akay tak bisa memastikan, apakah ini karena kinerja polisi atau karena jumlah peredaran Narkoba di Inhu yang memang semakin tinggi.
"Masalah ini tidak bisa kita buat pernyataan, namun yang jelas bagaimana upaya pemberantasan ini bisa mendapatkan dukungan dari semua pihak, selain penekanan dengan target yang diberikan kepada personel kepolisian, khususnya yang berada di satuan Narkoba yang saat inipun jumlahnya sudah terus ditambah," ungkap Akay.
Menurutnya, dari penangkapan yang dilakukan narkoba yang dilakukan di Inhu, hanya memanfaatkan negeri ini berada di jalur lintas. Barang bukti yang didapat selalu berasal dari empat daerah, Aceh, Medan, Pekanbaru dan Tembilahan. Inhu hanya jadi tempat pembuangan, sehingga jum-lahnya pun memang tak sebanyak daerah yang memiliki pelabuhan.
Guna peningkatan sosialisasi dan bagaimana membawa masyarakat bersama ikut dalam upaya pemberantasan ini, Sat Narkoba bekerjasama dengan Satuan Binmas dan Babinkamtibmas yang mempunyai peran dalam sosialisasi langsung kepada masyarakat. Selain itu, kepolisian hanya bisa melakukan tindakn represif dan preventif. Semisal memberikan penyuluhan ke sekolah dan rumah tahanan negara.
Menurut Kasat, pihaknya bersyukur, peredaran Narkoba di Inhu belum tersentuh kepada kalangan pelajar, karena berdasarkan penangkapkan yang dilakukan tak ada.
Akay mengaku, minimnya anggaran, membuat pihaknya sulit melakukan sosialisasi dan juga tak adanya pusat rehabilitasi di Inhu.
Hal itu menyulitkan mengambil tindakan dalam upaya pencegahan dan pembinaan bagi pemakai.
Ditambahkan, sebagian besar dari kasus yang ada, hanya ada dua kategori, pemakai dan pemilik. Pengedar sangat sulit membuktikannya, karena dilihat dari jumlah barang yang dimiliki dan juga saksi pembelian. Sementara itu, Ketua BNK Inhu, Harman Harmaini, membenarkan sulitnya BNK melakukan sosialisasi maksimal, karena keterbatasan dana. Apalagi dirinya belum defenitif menjabat ketua, sementara akan dibentuk Badan Nasional Narkotika kabupaten.
Menurutnya, anggaran BNK Inhu sedikit. Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp75 juta dan tak banyak yang bisa diperbuat, apalagi jika ada peralihan aturan dengan dibukanya BNNK. Sedang dana APBN belum jelas kapan terwujud. Harman berharap, ke depan akan bisa didirikan pusat rehabilitasi bagi para pengguna Narkoba, seperti yang ada di Kuansing dan Dumai. ***