SERANG (riaumandiri.co)-Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengancam akan membubarkan secara paksa jika aksi unjuk rasa pada tanggal 2 Desember mendatang mengganggu ketertiban umum.
Tito menyebutkan, aksi unjuk rasa yang mengganggu ketertiban umum sudah bertentangan dengan aturan dan hukum, sesuai dengan Pasal 6 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998.
"Di dalam pasal itu tidak boleh mengganggu ketertiban umum, tidak boleh menggangu hak asasi orang lain, dan itu dapat dibubarkan dalam Pasal 15," tegas Tito usai menghadiri istigosah bersama ulama, Kyai serta masyarakat di Mesjid Raya Al-Bantani Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) di Serang, Jumat (25/11).
Pihaknya, kata Tito, tidak akan melarang aksi unjuk rasa sejauh tidak melanggar aturan-aturan yang ada. "Kalau melawan petugas akan ada pasal-pasal lainnya," kata mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Saat ini, pihaknya tengah melakukan langkah-langkah antisipasi dengan melakukan dialog dan komunikasi dengan pihak-pihak yang akan ikut aksi unjuk rasa.
"Sedang membangun komunikasi, kita cari solusi bersama bagaimana yang terbaik, komunikasi akan terus kita bangun," tuturnya.
Kapolri mengajak masyakat untuk mendudukkan kasus dugaan penistaan agama yang diduga dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pada persoalan hukum dan sedang dalam proses oleh penegak hukum.
"Jangan dikaitkan kasus ini dalam ranah politik, agama dan ras, karena perbedaan suku agama dan ras itulah yang menyatukan bangsa kita ini," kata Kapolri.
Tito meyakinkan bahwa proses hukum dalam kasus tersebut akan terus berlanjut dan masyarakat nanti bisa menyaksikan persidangan kasus tersebut secara terbuka. "Hari ini, sekitar jam 10-an berkas perkara diserahkan ke kejaksaan agung. Kalau berkas tersebut sudah P21 tugas polri sudah selesai," kata Tito di hadapan ribuan warga yang mengikuti doa bersama tersebut.
Ia mengajak masyarakat agar tidak mengaitkan kasus tersebut dengan latar belakang agama, suku dan ras. Ia meminta kasus ini yang dilakukan satu orang tak merembet dengan menganggu warga lainnya.
"Masalah ini masalah satu orang dan proses hukum sedang ditangani oleh penegak hukum. Sampaikan kepada warga lainnya, jangan terpengaruh dan jangan terprovokasi," kata Kapolri.
Kapolri mengajak masyarakat untuk tidak terpengaruh dan terprovokasi yang akhirnya dapat memecah belah NKRI. "Perbedaan dan kebhinekaan harus terjaga, jangan ternodai apalagi hanya dengan satu orang," katanya.
Kapolri Panik
Upaya menghalang-halangi Aksi Bela Islam III yang rencananya digelar pada 2 Desember 2016 mendatang dinilai bakal sia-sia. Upaya menghalang-halangi gerakan umat Islam justru akan membesarkan gerakan tersebut.
"Upaya menjegal aksi 2 Desember saya pastikan akan sia-sia," ujar Pembina Akdvokad Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburrokhman dalam konferensi pers di Markas Gerakan Selamatkan Indonesia, di bilangan Kampung Melayu, Jakarta, Jumat (25/11).
Habiburrokhman melanjutkan, pemerintah melalui Kapolri terlihat panik menghadapi rencana aksi 2 Desember mendatang. Berbagai upaya menghalang-halangi pun dilakukan oleh kepolisian.
Mulai dari hembusan isu makar hingga intimidasi terhadap pemilik bus melalui Dinas Perhubungan (Dishub) yang tidak menerbitkan izin rute sementara bagi bus yang digunakan mobilisasi massa ke Jakarta.
Dia menilai, upaya menghalang-halangi demo 2 Desember justru akan memperluas sentimen negatif masyarakat terhadap aktor-aktor yang dianggap melindungi Ahok.
"Ini akan memperluas sentimen negatif dari masyarakat. Kalau dulu hanya Ahok maka orang yang dianggap melindungi Ahok juga akan kena imbasnya," ucap Habiburrokhman.
Blunder
Tuduhan adanya makar yang dilontarkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam aksi 2 Desember dinilai terlalu mengada-ada. Kapolri pun dianggap tidak tepat menyampaikan hal tersebut ke publik.
"Jika pun ada indikasi makar, seharusnya aparat bertindak cepat mengantisipasi itu melalui intelijen. Kapolri tidak dalam kapasitasnya menurut saya menyampaikan itu di publik. Justru tindakan Kapolri blunder," ujar Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman kepada Republika.co.id, Jumat (25/11).
Menurutnya apabila benar sudah ada indikasi makar, maka hal tersebut menjadi tupoksi TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN). Nyatanya, kata Pedri, baik Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto membantah adanya isu makar tersebut.
Pedri sendiri melihat hingga kini belum ada tanda-tanda makar. Makar adalah perebutan kekuasaan secara paksa. Tudingan itu pun tidak boleh sembarangan. "Tuduhan Kapolri sudah keterlaluan dan dia harus membuktikannya secara bertanggungjawab," katanya,
Pedri melihat pernyataan-pernyataan Kapolri belakangan sudah tidak proporsional dan memperlihatkan kepanikan. "Jawabannya sebenarnya sederhana, yaitu tegakkan keadilan hukum, tahan Ahok segera. itu saja tuntutan rakyat kok," ujarnya.
Polri dan jajarannya pun diminta menghentikan upaya menghalang-halangi rencana aksi 212. Pasalnya Pemuda Muhammadiyah mendapatkan informasi dari daerah banyak tindakan aparat yang tidak benar misalnya dengan melarang PO bus menyewakan busnya untuk ke Jakarta. "Ini sudah enggak benar," ucapnya.
Di tempat terpisah, langkah Polri yang belum menahan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang telah berstatus tersangka kasus penistaan agama dipertanyakan.
Ketua Presidium Gerakan Selamatkan Indonesia (GSI) Ratna Sarumpaet menilai Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power karena tidak segera menahan Ahok.
"Pemihakan Polri ke Ahok sudah tak masuk akal. Mereka tak bisa menyembunyikan keberpihakan itu," kata Ratna dalam konferensi pers di Markas GSI di Kampung Melayu, Jakarta, Jumat (25/11).
Dia juga mempertanyakan isu makar atau penggulingan kekuasaan yang diembuskan Kapolri. Dia menduga isu tersebut untuk menghalangi aksi massa 2 Desember 2016.
Ratna merasa tuduhan makar itu ditujukan terhadap dirinya dan Presiden Ketua Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Ratna juga mempertanyakan adanya upaya menghalangi massa untuk mengikuti aksi massa 2 Desember mendatang.
Adapun upaya penghalangan itu dilakukan melalui cara membekukan izin trayek bagi perusahaan bus yang mencoba mengangkut peserta aksi nanti. "(Kapolri) Tito tak bisa terus berkelit lewat isu makar," ucap Ratna.
Dari Bandung dilaporkan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyakini tidak ada potensi makar dalam aksi 2 Desember. Namun dia meminta agar pengunjuk rasa tetap tertib menaati aturan yang berlaku.
"Sudah berulang-ulang saya bilang enggak ada itu (makar)," kata Ryamizard kepada wartawan di sela kunjungannya PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Bandung, Jalan Pajajaran, Jumat (25/11).
Aksi 2 Desember merupakan aksi susulan demo 4 November di Jakarta. Aksi yang digagas Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI ini digelar untuk menuntut penahanan Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Ahok memang sudah ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama.
"Mudah-mudahan aman, lancar, demokrasi dikawal semua profesional kalau demo profesional artinya taat aturan. Tetap menjaga kebersihan tidak menginjak tanaman tidak memprovokasi macam-macam," tutur Ryamizard yang dikutip dari detikcom.
Demonstrasi menurutnya juga akan berjalan tertib apabila aparat pengamanan gabungan yang bertugas juga bersikap profesional.
"Polisi tentara profesional santun mengarahkan dengan baik pasti bagus," ujarnya.
Sementara itu, Ketua MUI Kabupaten Pelalawan Iswadi M Yazid meminta kepada umat Islam untuk tidak terpancing dengan isu-isu yang berkembang sehingga dapat memecah belah bangsa. Baginya, menghormati proses hukum yang kini berlangsung perlu dilakukan sebagai warga negara yang baik.
"Silahkan menyampaikan pendapat di muka umum, asalkan santun dan tidak mengganggu ketertiban umum, karena menyampaikan pendapat di muka umum ini dilindungi oleh peraturan yang berlaku. Meski begitu yang sopan dan santunlah," tuturnya. (rol/snc/ozc/dtc/ral/ril)