YANGON (RIAUMANDIRI.co)-Lebih dari 1.000 rumah di sejumlah desa Rohingya dihancurkan di wilayah utara Myanmar yang kini dikendalikan militer itu.
Kesimpulan itu diperoleh dari analisa citra satelit dari Human Right Watch (HRW) yang dirilis Senin (21/11). Rilis itu langsung dibantah pemerintah Myanmar.
Sejak serangan maut di perbatasan Myanmar-Bangladesh bulan lalu, pemerintah Myanmar mengerahkan militernya ke kawasan yang banyak dihuni etnis Rohingya, yang merupakan etnis muslim.
Menurut catatan PBB, selama satu bulan terakhir sedikitnya 30.000 orang mengungsi akibat kekerasan yang berlanjut. Separuh dari para pengungsi itu meninggalkan kampung halaman mereka hanya dalam dua hari ketika puluhan orang tewas ditembaki helikopter serbu milik militer Myanmar.
Saat ini, sudah lebih dari 70 orang tewas dan 400 orang lainnya ditahan sejak militer mengendalikan dan menutup kawasan tersebut.
Sejumlah saksi mengaku melihat tentara membunuh dan memperkosa warga Rohingya serta menjarah lalu membakar rumah-rumah mereka.
Seorang pria Rohingya bernama Salaman mengatakan, dia ikut menguburkan jasad seorang pria dan wanita yang ditembak tentara di desa Doetan akhir pekan lalu.
"Tentara datang ke desa Doetan di pada tanggal 19 (November) sekitar pukul 17.00," ujar Salaman.
"Sebagian besar pria di desa kabur karena takut akan ditangkap dan disiksa. Lalu para tentara mulai menembak dan dua orang tewas," tambah Salaman.
Sementara itu, juru bicara kepresidenan, Zaw Htay mengabaikan citra satelit yang dibeberkan HRW. "Apa yang kami saksikan di lapangan tidaklah seluas itu," kata Zaw Htay.
Dia juga membantah tentara telah melakukan pembunuhan membabi buta di Desa Doetan. "Baik pemerintah atau militer me larang keras pelanggaran HAM, khususnya terhadap anak-anak dan perempuan," tambah Htay.
Sayangnya, pemerintah Myanmar menolak para pengamat internasional datang ke negeri itu untuk melakukan investigasi menyeluruh.
Kuatkan Diplomasi Luar Negeri
Menyikapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meminta pemerintah menguatkan diplomasi politik luar negeri dengan Myanmar.
"Pemerintah harus keras ambil diplomasi politik luar negeri. Sebagai negara yang berpenduduk paling besar di Asia Tenggara, di ASEAN kita senior, politik luar negeri kita harus high-profile untuk membela Rohingya," ujarnya.
Menurut Fadli, diplomasi ini perlu dilakukan karena menyangkut masalah kemanusiaan.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, Kementerian Luar Negeri sudah mendapatkan kabar mengenai adanya pembantaian terhadap warga Rohingya di Myanmar oleh aparat setempat.
Ia memastikan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengklarifikasi kabar tersebut kepada Pemerintah Myanmar.
"Tugas kita adalah pertama meminta klarifikasi. Meminta klarifikasi mengenai kebenaran dari informasi-informasi tersebut. Pagi ini Dirjen Asia Pasifik Afrika sudah melakukan pertemuan dengan Duta Besar Myanmar yang ada di Jakarta," tambahnya. (kom/sis)