(RIAUMANDIRI.co) - Ahok sudah dinyatakan tersangka penodaan agama dan sudah dicekal untuk bepergian ke luar negeri. Dengan status tersangka, maka penyelidikan telah diubah menjadi penyidikan. Penyidik polisi harus melanjutkan penyidikan dan menghimpun bukti-bukti untuk nanti dapat memutuskan apakah perkara Ahok dapat dilimpahkan ke pengadilan atau dikeluarkan penghentian (SP 3).
Tim Ahok dikabarkan tidak akan mengajukan pra peradilan dengan dua alasan yaitu : pertama, tim Ahok melihat bahwa Polri dalam melakukan penyelidikan hingga gelar perkara telah bersikap profesional dan obyektif, serta sudah sesuai dengan mekanisme. Kedua, tim Ahok-Djarot ingin langsung masuk ke pokok perkara yang dituduhkan yakni dugaan menistakan agama. Melalui sidang di pengadilan yang terbuka dan transparan, masyarakat akan bisa melihat langsung peristiwa yang sebenarnya terjadi saat Ahok pidato di Kepulauan Seribu pada akhir September 2016.
Penetapan Ahok sebagai tersangka juga menimbulkan “kecurigaan”, karena seperti yang banyak beredar di Medsos, ada ulasan yang menyebutkan penetapan Ahok di level penyelidikan, jelas melanggar KUHP, sehingga kalau Ahok melakukan pra-peradilan pasti dikabulkan. Seharusnya, penetapan tersangka baru dapat dilakukan di tingkat penyidikan, setelah saksi atau calon tersangka diperiksa di tingkat penyidikan.
Penetapan Ahok sebagai tersanga juga telah menimbulkan banyak respons dari berbagai kalangan, yang intinya antara lain : pertama, penetapan Ahok sebagai tersangka akan membuat kasus atau tuduhan penistaan agama akan terbuka kebenarannya artinya akan muncul ke permukaan apakah benar yang dituduhkan atau hanya untuk kepentingan politik dan niat merusak persatuan NKRI, kemudian terlihat dan terbaca oleh publik tidak ada atau tidak benar ada intervensi Presiden dengan maksud membela Ahok.
Kedua, salah seorang ulama Banten mengapresiasi kinerja pemerintah yang telah menetapkan Ahok sebagai tersangka. Penetapan Ahok sebagai tersangka, menurutnya, akan membatalkan rencana aksi unjuk rasa 25 November 2016.
Ketiga, tokoh MUI Serang, Banten menyatakan, MUI Serang akan menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan aksi pada 25 November 2016, karena Presiden dan aparat penegak hukum sudah menerima dan memberikan perhatian terhadap kasus penistaan agama.
Keempat, dalam pernyataan bersama Ormas dan lembaga Islam yang disampaikan dalam jumpa pers di PP Muhammadiyah (16/11/2016) antara lain menyatakan organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat akan tetap mengawal proses hukum selanjutnya agar tidak menyimpang, karena kasus penistaan agama tersebut merupakan kasus besar yang potensial mengancam perpecahan bangsa. Penistaan agama sebagaimana yang terjadi pada kasus-kasus sebelumnya oleh siapapun dan terhadap agama manapun, adalah sikap intoleran dan anti kemajemukan, maka bara apinya harus segera dipadamkan sebelum meluas menimbulkan prahara sosial yang menggoyahkan sendi-sendi NKRI berdasarkan Pancasila yang berbhineka tunggal ika.
“Menyerukan kepada seluruh keluarga besar bangsa dan umat Islam pada khususnya untuk tetap tenang dan dapat menahan diri serta tidak terhasut oleh upaya pihak-pihak yang ingin mengail di air keruh baik dengan mengadu domba antar umat beragama maupun mempertentangkan rakyat dengan pemerintah. Kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama adalah kasus individual yang tidak ada kaitan dengan agama dan etnik tertentu, serta tidak perlu dikaitkan dengan keberadaan pemerintahan yang sah dan konstitusional,” kata Dr. H. Yusnar Yusuf, pengurus besar Al Wasliyah yang membacakan pernyataan sikap tersebut.
Hormati hukum Bagaimanapun juga, kasus Ahok harus menjadi pelajaran bagi semua umat di Indonesia, bahwa penting untuk menjaga kata maupun tindakan yang dapat mencederai agama di Indonesia, sehingga selalu tercipta rasa saling menghormati satu sama lainnya.
Disamping itu, penting untuk melihat jernih persoalan ini, ditengah situasi banyaknya orang yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan politik tertentu atau kepentingan pragmatisnya.
Seluruh warga masyarakat sebaiknya menghormati hasil proses hukum yang berlaku terkait kasus Ahok, karena bagaimanapun juga Indonesia yang telah mendeklarasikan diri sebagai negara hukum, maka kita harus mendorong penegakkan hukum yang konsisten, adil dan beradab dengan mengeyampingkan segala kepentingan dan sentimen politik.
Proses penegakkan hukum memang panjang dan berliku, karena itu sebagaimana halnya demokrasi perlu kesabaran dan kedewasaan, dan umat Islam dengan jumlah mayoritas di Indonesia jelas menghendaki cara-cara demokratis dan menempuh jalur hukum dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.
Kita harus belajar banyak dari sejarah negara-negara lain yang luluh lantak atau menjadi ajang “proxy war” disebabkan mereka bersikeras kepala untuk menyelesaikan masalahnya melalui cara-cara revolusi atau makar atau cara-cara diluar hukum dan konstitusi, namun sebagaimana kebanyakan akhir sebuah proses revolusi maka ujung-ujungnya bukan hukum dan demokrasi yang berhasil ditegakkan, namun yang berdiri atau terbangun adalah kediktaktoran.
Beranjak dari perjalanan situasi pasca Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama, serta masih adanya ajakan-ajakan di Medsos ataupun saluran komunikasi lainnya untuk tetap melaksanakan aksi unjuk rasa tanggal 25 November 2016 mendatang, maka sebaiknya rencana unjuk rasa tersebut dibatalkan, karena selain isunya sudah bergeser dari isu SARA menjadi isu yang lebih seksi yaitu melengserkan pemerintahan Jokowi-JK, bahkan diestimasikan aktor-aktor yang dikhawatirkan “akan menunggangi” aksi tersebut cukup beragam.
Oleh karena itu, adalah benar himbauan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri (17/11/2016) bahwa PDIP tetap mendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, serta menghimbau agar seluruh masyarakat terutama kader-kader PDIP di Pusat dan daerah untuk tetap tenang, tidak terhasut dan tetap menghormati proses hukum yang berlangsung serta tetap menjaga kebhinekaan Indonesia.
Last but not least, masyarakat juga harus tetap mewaspadi adanya potensi provokasi dari pihak - pihak yang ingin memecah belah bangsa yang terus melakukan upaya politik guna menekan proses hukum dikarenakan tujuan besar kelompok tersebut bermotif politik. Sambil menunggu proses hukum berjalan, masyarakat tetap menjaga persatuan Indonesia yang berlandaskan asas Bhinneka Tunggal Ika untuk membendung upaya - upaya dari kelompok yang memiliki agenda politik terselubung.
*) Penulis adalah pengamat masalah strategis Indonesia. Tinggal di Batam, Kepri.